19. Ukh 🔞

1.2K 36 5
                                    

“Kakak, aku harus duduk seperti ini?” Alana sedikit kebingungan saat berada di pangkuan Azka. Namun, dia tidak bisa melihat wajah pemuda tersebut karena posisinya membelakangi Azka.

Azka membenamkan kepalanya ke leher jenjang Alana. Lalu memeluk tubuh gadis itu erat-erat. “Iya, seperti ini.”

“L-lalu aku harus apa... lagi?” Alana sebenarnya sangat cemas di dalam hatinya, perasaan takut juga menyelimuti semua pikiran gadis itu

Namun, perasaan takut untuk ditinggalkan oleh Azka pergi lebih besar dari pada mereka melakukan hal seperti ini.

“Aku bisa mendengarkan detak jantungmu yang begitu laju di sini. Kamu takut?” tanya Azka sebelum menempelkan lidahnya di leher lembut gadis itu secara perlahan.

“Itu karena aku—pertama kali!” Alana terkejut, tubuhnya terasa geli dan menyetrum. Iq merasa canggung tiba-tiba saat Azka terus berbicara dan menjilati lehernya secara bersamaan.

"Annnghh....” Alana langsung menutup mulut karena tanpa sadar mengeluarkan suara erangan.

“Cabul,” bisik Azka dengan suara rendah di telinga Alana.

Alana meremas jari-jemari Azka dengan sekuat tenaga, giginya mengatup lalu mengalihkan pandangan ke arah pria itu dengan wajah kesal. “Siapa yang ngatain siapa?”

Azka tertawa karena pertanyaan itu membuatnya sedikit terpojok. “Iya, kamu menang.”

Alana menyadari bahwa senyum Azka mulai terpancar lagi di wajahnya. “Kak, kita tetap keluarga, 'kan?” tanyanya memastikan lagi.

“Entahlah,” jawab Azka singkat.

“Kak, kamu masih berpikir untuk meninggalkanku?” Alana menatap dengan mata bergetar untuk kesekian kalinya.

Azka berdiam diri. Sekali lagi, ia tidak menjawab pertanyaan Alana. Azka mulai menyentuh dagu sang adik dan memautnya ke arah depan lalu mencium bibir gadis itu sambil menjulurkan lidahnya.

“Emmmph....” Alana mengantupkan mulutnya sambil menahan kedua tangan di dada Azka.

“Buka mulutmu, julurkan sedikit lidah dan masukan ke dalam,” perintah pemuda itu lagi saat melihat gadis itu tampak kewalahan.

Alana membuka mulutnya lebar-lebar dan menunjukkan lidahnya di sana. Persis seperti orang yang hendak memeriksakan giginya kepada dokter.

“Kamu seperti guguk.”

“Hah?” Alana tercengang karena tidak faham apa yang dimaksud Azka.

“Jangan buka mulutmu selebar itu, sedang-sedang saja, itu akan membuat mulutmu sakit.”

“Anggggh....” Alana terkejut karena jari kekar Azka masuk ke dalam mulutnya dan bermain lincah di sana.

Air liur Alana sampai mengenai jari-jari pria pecinta seni itu. Tubuh Alana bergetar karena mendadak sensasi aneh muncul di bawah perutnya. Tanpa sadar dia mengalami cum pertama.

Azka menarik tangannya lalu mencium bibir Alana kembali dengan lebih berigas dan keras. “Ummh....” Sedangkan tangannya mulai meraba-raba celana bagian dalam gadis itu.

“Kak, jangan!” Alana tidak bisa untuk tidak memberontak karena jari-jari itu kembali lolos ke dalam tubuhnya, rasa sakit mulai ia rasakan di bawah sana. “S-sakit....”

Azka mengabaikan ucapan Alana. Tangannya terus bermain di bawah, sambil sekilas memainkan bentuk bulat kecil di bagian atas kewanitaan Alana.

“Eughhh....”  Alana mendongak menatap langit-langit platform rumahnya dengan cairan asin yang keluar di pelupuk matanya. “Please, be gentle!’

Azka menekan jarinya di sana lebih dalam, tetapi tidak terlalu mendadak, ia menekan secara perlahan sehingga bisa menyentuh dalam Alana yang masih terasa sempit itu.

“Kakak, cukup! Ahghhh!” Alana meremas lengan Azka karena perasaan geli, tidak nyaman dan cemas mulai bercampur di dalam hati.

Bagaimanapun Azka adalah kakak laki-laki yang selama ini Alana ketahui sebagai saudara sekandung sehingga muncul perasaan bersalah pada hatinya. Apalagi pas mereka sedang melakukan itu, Alana tidak sengaja melihat figura keluarga mereka di dinding.

Alana mulai menangis. Ayah, ibu! Alana sedang melakukan apa...?

Andai saja orangtuanya masih hidup pasti mereka tidak akan pernah berubah seperti ini, pikir Alana.

“Kakak, berhentilah!” Alana refleks bergerak tidak beraturan dan turun dari pangkuan Azka sambil terhuyung-hayang karena kakinya tanpa sadar terasa kebas.

Azka yang baru saja menikmati gairahnya yang mulai tersalurkan mendadak menatap Alana dengan wajah bingung.

“Aku belum siap.” Alana merapikan celananya yang kusut lalu berlari ke arah kamar dengan cairan kental bening yang mengalir keluar menuju bawah pahanya.

“Hah...!” Azka menghela napas panjang sejenak sambil melihat jarinya yang sudah banjir oleh cairan. “Tentu saja tidak mudah menaklukannya.”

Azka mengisap jarinya sambil menatap pintu kamar Alana yang sudah tertutup rapat, terdengar juga suara kunci yang dipegang gadis untuk menutup pintunya agar Azka tidak bisa masuk di sana.

“Apa yang telah aku lakukan? Kakak pasti akan kecewa....” Alana duduk di kasurnya sambil menutup tubuh secara sempurna mengunakan selimut. Matanya tidak beralih sama sekali dari arah pintu. “Dia akan pergi meninggalkanku?”

Alana merasa sakit kepala. Tidak tahu lagi akan berbuat apa. Perasaan bersalah bercampur dengan keinginan menahan Azka agar selalu berada sisinya membuat stress.

Azka beranjak dari sofa lalu mematikan televisi. Pemuda itu mulai melangkah ke arah figura keluarga mereka.

Tangannya perlahan menautkan kedua tangannya di belakang tubuh, persis seperti seseorang yang sedang menganggumi sebuah karya seni atau mengendong sesuatu. “Ayah, Ibu. Terimakasih, ya?”

Azka tersenyum tipis lalu menyentuh bingkai figura itu sambil berkata lagi. Apakah harus aku buang saja? Tidak ada gunanya menyimpan masa lalu, 'kan?

.
.
.
.
.

Update kalau sudah 30 vote!

LUST/LOST CONTROL 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang