4. Rahasia kamar Azka 🔞

5.5K 59 2
                                    

"Kenapa, Alana?" Azka membuka pintunya dengan cepat, lalu menyandarkan salah satu lengannya di kusen pintu. Membuka kacamata minusnya sambil melihat sang adik dengan serius.

Alana mengigit bibir bawah, dengan kornea mata yang sedikit bergetar, tangannya memeluk erat bantal yang tadi dibawa sebelum membalas pertanyaan kakaknya dengan suara yang tidak terlalu jelas artikulasinya. "Boleh aku tidur di sini dengan Kakak?"

Azka membulatkan matanya sambil merunduk sedikit menatap Alana. Ia tidak percaya gadis itu meminta hal yang tidak masuk akal kepada kakaknya di usia seperti ini. "Apakah kamu mengalami mimpi buruk?"

Alana mengeleng. "Aku tidak bisa tidur," balasnya sambil menunduk. "Sumpah, aku akan bersikap baik jika Kakak mengizinkanku tidur di sini!" Ia kembali mendongak cepat sambil menatap kakaknya dengan mata yang penuh harap.

Azka menepuk jidatnya sekilas sebelum menatap Alana lagi dengan wajah yang tidak tahu akan berekspresi apa lagi. "Alana sudah dewasa, tidak bisa tidur bersama Kakak lagi. Baliklah ke kamarmu dan mulai menghitung domba."

Azka tidak tahu akan bersikap seperti apa. Setelah mengatakan itu, dia langsung menutup pintunya dan membiarkan gadis itu di depan pintu kamar miliknya sendirian.

Alana menghela napas, meremas permukaan bantalnya dengan kuat sambil merasa cemas. Dia selalu merasa panik saat menjelang tidur, apalagi ditambah dengan ucapan Jasmine yang berkunjung tadi. "Kakak tidak akan meninggalkan Alana, 'kan?" ucapnya sambil duduk bersandar di permukaan pintu Azka. "Kakak tidak akan pergi seperti ayah dan ibu, kan? Alana... takut."

Azka ternyata masih berada di belakang pintu sambil mendengarkan ucapan Alana. Ia merasa bersalah meninggalkan gadis itu di depan pintu kamar.

Pada dasarnya, Alana sangat trauma karena kepergian orangtua mereka secara mendadak. Apalagi, ia pernah melihat sendiri mayat kedua orangtuanya di depan mata yang masih bersimbah darah dan kurang berbentuk.

Azka membuka pintu lagi sambil melihat Alana yang duduk di lantai dengan menghela napas panjang. "Janji tidak akan menganggu Kakak?"

Alana refleks menoleh ke arah belakangnya dengan wajah antusias saat mendengar suara pintu berderit. "Janji!"

Alana akhirnya diizinkan tidur di kamar Azka. Dia membawa bantalnya dan langsung menaruh benda itu di tempat tidur pemuda itu di dekat dinding, dia memang suka tidur di tepi sedari kecil.

Alana mencium aroma selimut kakaknya sambil terkekeh kecil. Ia berusaha memejamkan mata di sana, agar Azka tidak berubah pikirannya menyuruhnya kembali ke kamar sendiri.

Mengingat masa lampau, Alana kecil memang suka menyelinap ke kamar kakaknya pada saat-saat tertentu seperti sedang mati lampu, hujan petir, tidak sengaja mendengarkan cerita horor bahkan mengalami mimpi buruk. Dia memang benar-benar manja dengan kakaknya sejak kecil, makanya ketika Azka memutuskan untuk sedikit menjauh, Alana merasa ada yang hilang dan hampa.

Azka yang sejak tadi masih berkutat dengan bukunya di samping Alana sambil memasang kacamata minusnya lagi untuk membaca isi buku tersebut dengan lebih serius. Pemuda itu benar-benar terlihat sangat fokus di sana. Namun, Ia tetap bisa menyadari bahwa Alana masih terbangun di sampingnya; Azka sudah hafal dengan kebiasaan tidur adik semata wayangnya.

"Kamu belum tidur?" Azka membalik selimut dan melihat adiknya di sana.

Alana terkejut karena tiba-tiba saja Azka membuka selimutnya. Ia sontak terkekeh lalu membalikan tubuh menghadap kakaknya. "Aku tidak bisa tidur, Kak."

Azka menutup mata Alana dengan tangan besarnya sambil mulai menghitung domba, persis seperti yang ia lakukan waktu Alana masih kecil. "Satu domba... dua domba... tiga domba.... "

Alana tertawa karena merasa lucu saat kakaknya mengucapkan itu. Ia menyentuh lengan Azka sambil memejamkan matanya kuat-kuat. "Apakah Kakak berpacaran dengan kak Jasmine?" tanyanya mendadak.

"Tidak." Azka yang sedang sibuk membaca itu langsung menoleh ke arah Alana dengan wajah keterkejutan. "Apakah Jasmine mengatakan hal aneh-aneh kepadamu?"

Alana mengeleng kecil. "Hanya saja, dia menyinggung tentang menambah anggota keluarga di rumah ini. Apakah Kakak akan menikah dengannya?"

Azka memegang dahinya yang mengkerut, lalu mengurutnya dengan tangan sekilas. "Mengapa Kakak harus menikah dengannya?"

Alana membuka matanya lagi sambil memeluk lengan Azka dengan erat. "Jadi, Kakak tidak akan menikah dengan Jasmine? Jujur saja, aku kurang suka dengannya, oups!" Dengan cepat gadis itu menutup mulutnya karena tidak sengaja mengatakan ketidaksukaannya terhadap wanita yang datang ke rumah mereka tadi.

Azka mengangguk kecil, lalu ikut berbaring di samping Alana sambil melepas kacamatanya dan menaruh benda itu di atas laci samping kasur. "Yups, tidak." Azka menatap langit-langit kamar sambil melanjutkan perkataannya lagi. "Kakak belum berpikir sampai ke sana."

Azka menoleh kembali ke samping karena merasa tidak ada tanggapan dari Alana. Benar saja, gadis itu sudah terlelap di sana dengan wajah yang tersenyum cerah. "Lagipula, Kakak menyukai orang lain," balasnya dengan suara rendah.

Seperti mengingat sesuatu. Azka langsung bangun dan bersandar kembali ke hardboard kasur, lalu menjejakkan kakinya ke lantai dan berjalan menuju ke meja kerjanya.

Dengan perlahan ia menarik sebuah laci lalu mengambil sebuah amplop di sana dengan wajah serius. Tampaknya, itu adalah benda yang berisi formulir penting karena memiliki amplop yang terlihat seperti dari lembaga tertentu.

Azka kembali menaruh benda itu di dalam laci dan menyelipkan amplop di tempat paling bawah sambil sesekali melirik ke arah Alana dengan wajah serius. Ia mulai mengunci laci itu lalu menaruh berusaha menyembunyikan benda itu di tempat yang tidak dapat ditemukan oleh orang dengan mudah.

Beberapa jam berselang sampai larut malam menuju subuh. Terdengar suara aneh dari kamar mandi Azka sehingga Alana terbangun dari tidurnya karena suara tersebut.

Matanya mendadak terbuka lebar lalu menoleh ke arah samping di mana tempat Azka tertidur. Alana, tidak menemukan keberadaan kakaknya di sana.

Meskipun, perasaan takut menghantui. Alana penasaran dengan suara yang timbul di dalam kamar mandi. Sontak, ia menjejakkan kakinya ke lantai dan berjalan mendekati suara yang berasal secara perlahan.

Alana perlahan mengintip ke arah lubang kunci kamar Azka sambil berusaha untuk tidak mengeluarkan suara sedikitpun.

Dalam hitungan detik, ia berhasil melihat ke arah dalam kamar mandi dengan wajah yang pucat dan membelalak.

Gadis itu berusaha menutup mulutnya kuat-kuat dengan mengunakan dua tangan saat mengetahui bahwa kakaknya sedang melakukan aktivitas yang tidak biasa di dalam sana.

Pemuda itu melakukan mastrubasi dengan wajah yang sepenuhnya memerah. Sedangkan, tangannya terus menerus bergerak di bawah dengan cairan pribadi yang sepenuhnya menempel di sana.

Alana tidak bisa bergerak. Tubuhnya seakan-akan disetrum oleh listrik. Napasnya tercekat dengan jantung yang bergerak lebih cepat dari biasanya. Kakakku melakukan hal itu?

Rupanya, cerita aneh yang ia dengar dari pria di kelasnya bukan karangan belaka. Ia baru percaya bahwa pria memang suka melakukan hal aneh itu dengan tangannya.


.
.
.
.
.
.
.
.
🤝🤝🤝🤝
Gak tau mau ngomong apa.
Komen and vote aja.

LUST/LOST CONTROL 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang