4.

2.2K 255 32
                                    

Kalau dilihat-lihat si Reonjwin cantik juga di mata Jeno.

Bukan, bukannya dia denial loh ya. Dia cuman nggak tertarik sama sifat ketusnya, bahkan tidak ada senyam-senyum sama sekali.

Heh, ngaca Bambang! Yang bikin dia gitu kan karena kamu sendiri!

Seperti waktu itu. Ketika ia sedang mengelap peralatan bekas gilingan kopi yang sudah dipakai pada minuman sebelumnya, mata elangnya tak sengaja melayang ke meja tak jauh dari area pengambilan pesan. Dimana terdapat dua manusia di sana, si pelanggan setia Mbak Aera dan Reonjwin judes itu.

Dan baru kali ini Jeno menatapi diam-diam ke arah Reonjeon yang sedang tertawa antusias menceritakan sesuatu ke Aera. Jemari lentiknya memegang pensil elektrik sangat erat, sesekali mencoret-coret garis acak di layar iPad secara gesit sambil menganggukkan kepala.

Jeno mengakui kehebatan dirinya dalam multi-tasking, selagi mencuri-curi pandang, mendengarkan alunan tawa merdu si Reonjwin, tangan seorang tidak lepas mengerjakan pesanan maupun menjadi kasir sementara. Kayak minum Le Miner*l, ada manis-manisnya gitu.

Maka dari itu, dia heran! Sekaligus bingung, kenapa setiap Reonjwin bertemu dengannya selalu memandang sinis dan sewot dikala Jeno sudah melihat watak aslinya di depan orang. Apa ini karena respon dia yang datar dan suka mengomentari pesanannya ya?

Lelaki rambut hitam tersebut tidak mau banyak berpikir begitu Aera tampak bangkit kemudian menghampiri meja kasir. Rupanya gadis itu hendak membeli minuman lagi sebelum pulang, sedangkan Reonjwin seorang sudah berdiri tak jauh dari Aera sesekali memandang sekeliling kedai.

"Oh iya Mas Jun, nggak pengen apa jualin satu lukisan Mas ke Mas Jeno?"

Sewaktu namanya digabung bersamaan nama pemuda surai abu, Jeno yang tengah menuliskan nama Aera di gelas refleks menaruh perhatian sebentar. Menemukan Renjun menunjuk dirinya sendiri dengan raut penuh tanya.

Tahan Jen, tahan. Selain cantik bermulut pedas, pemuda ini gemesin juga kalau lagi cengok.

"Iya," lanjut Aera kini berbalik ke Jeno yang sontak mengalihkan pandangan, mencari kesibukan seperti mengutak-ngatik mesin EDC demi menggesek debit sang pelanggan, "coba Mas lihat-lihat di situs paintheworldyellow.com, siapa tahu ada yang cocok buat dipajang di sini,"

Lelaki tampan itu hanya melempar senyum tanpa arti, terpaksa lebih tepatnya biar kelihatan tertarik pada saran sembari memberikan kartu serta struk ke gadis itu. "Ya, kalau saya ada waktu." ujarnya pendek kemudian membuatkan pesanan Aera.

Sepeninggal Aera dan Reonjwin, Jeno memastikan mereka benar-benar pergi terlebih dahulu. Ternyata usut demi usut, pemuda surai cepak tersebut merogoh ponsel di kantong celemek, membuka mesin pencarian sembari mengetikkan situs yang didiktekan Aera beberapa menit lalu.

Voila.

Sejenak Lee Jeno, barista yang dikenal (Renjun) cuek penggerutu ini tenggelam meresapi galeri mahakarya si Reonjeon. Lukisan-lukisan yang terpampang di layar tak sengaja menarik Jeno menyelami makna goresan maupun keindahan itu. Aera benar soal kecocokan konsep kedai kopi Jenspresso dan lukisan Renjun, akan sangat cantik bila satu dari sekian banyak bingkai ini terpajang di dinding ruangan.

"Woy Jen."

Jeno nyaris melempar ponsel di tangan begitu mendengar suara Jaemin mengagetkannya. Dia berpura-pura hendak melayangkan kepalan sementara sahabatnya menaikkan satu alis.

"Ngapain kamu? Kegep nonton bokep?"

"Mulut sembarangan! Pengen kugiling?"

"Lagian, serius amat, biasa juga seriusnya pas nonton bokep," jawab Jaemin santai kemudian masuk melewati pintu setinggi pinggang, menyiapkan diri mengenakan celemek lantaran akan bergantian dengan Jeno di shift siang.

TWO SIDES OF THE COIN [NOREN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang