12. end? yes.

2.5K 218 47
                                    

sumpah hamba terkejot-kejot melihat notif jebol yang tiba-tiba ada yang baca terus komen di chapter sebelumnya. aku cuman bisa ngucapin makasih banyak-banyak atas kesediaan membaca cerita nyeleneh ini🙏 komennya lucu-lucu, bikin senyam-senyum, maaf ya nggak bisa balasin atu-atu.

so this is the end of the story. see u when i see u (?)

***

.

.

.

***

Seluruh pasang mata tentu mengarah ke satu meja. Air muka mereka serupa, sama-sama terkesiap pada teriakan berkedok sumpah serapah, melengking macam lumba-lumba, menggetarkan gendang telinga. Selebihnya mereka kembali ke pekerjaan atau larut dalam percakapan yang tertunda.

Berbeda dari si pencari perhatian.

Pengunjung di meja tersebut setia bertatapan. Sang lelaki dengan netra rubah bulat akan keterkejutan usai pipinya dicium dan menyisakan kehangatan semata sementara sang wanita tertegun tak dapat merangkai kata bagai menyaksikan film pembunuhan di depan mata.

"Huang. Renjun."

Renjun tahu dia sangat-sangat-sangat akan menemui ajalnya bila ditelisik dari bagaimana Fanny bersuara menekan nama per-kata, manik melotot bersirat tuntutan, berhasil menaikkan bulu kuduk di badan. Dia refleks memegangi perut, tiba-tiba ada sesuatu tengah mengaduk.

"Duh. Mules."

"Berak di situ."

"Faaannnnn..."

"I won't let you get away before you say something about this."

Si Cantik menegak ludah bulat-bulat. Bingung juga mau mengutarakan bagaimana karena segalanya berlangsung begitu cepat. Terutama bagian jadiannya. Ia perlahan-lahan menyeruput es karamel di gelas tinggi lalu memandang ke arah lain.

"Ren. Mataku di sini."

Desisan kembali terdengar, Renjun belum dapat menceritakan awal mula kisah mereka sampai ia yang dicium Jeno beberapa menit lalu. Fanny menunggu dengan sabar, walau telinga mereka menangkap bunyi sol sendal di lantai menompak-nompak berkebalikan.

"Ren kalau kamu nggak ngomong aku panggil orangnya ke sini ya!" ancam perempuan berwajah bule tersebut mendapatkan kepanikan sahabat sejawat. Renjun sontak menggeleng-gelengkan kepala sembari melambai-lambaikan tangan.

"Jangan ganggu orang kerja, ih!"

"Ya makanya cepat dikira kesabaranku seluas lapangan bola apa?" Fanny menyamankan posisi dengan menyilangkan lengan depan dada kemudian bersandar di sofa tempat ia menempatkan pantat. Mata masih menyala-nyala menuntut penjelasan, tidak berniat menyambi sarapan.

Renjun menarik napas dalam-dalam, upaya menenangkan gejolak di rongga dada, menghembuskan pelan-pelan seiring ia memulai penuturan.

Dari pertemuan pertama mereka yang menimbulkan kesan buruk, ketidaksukaan Renjun terhadap pelayanan Jeno, keterkejutannya pada 'muka dua' Jeno di bar, serta pertemuan-pertemuan mereka yang semacam diatur semesta agar selalu bersinggungan dilengkapi bumbu-bumbu penyedap untuk menaikkan rasa.

Rasa bingung, rasa kesal, rasa ketertarikan yang ditolak, sampai di titik dimana terdapat rasa lega yang muncul setelah berterus-terang. Membiarkan ketertarikan di awal penolakan mengembang layaknya bunga bermekaran.

TWO SIDES OF THE COIN [NOREN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang