11.

2.6K 245 14
                                    

Pukul 07.45 pagi, di kediaman Lonjwin.

KRIIINGGGG KRRIIINGGGG

"Oh fucklah berisik!" gerutu Jeno merampas ponsel di meja seakan sudah tahu letaknya dimana demi mematikan alarm yang hanya melakukan pekerjaan beliau di pagi hari. Begitu bunyi riuh berhenti memekakkan gendang telinga, tanpa membuka kelopak yang masih terasa berat, Jeno mengeratkan kalungan pada buntelan manusia dalam dekapan.

Jeno itu mudah terbangun. Pergerakan minim saja, mimpi dia langsung terputus menyisakan kesadaran. Namun kali ini, ia cukup kagum pada dirinya yang tersadar karena alarm sendiri, padahal sebelum-sebelumnya dia duluan yang melek.

Suara dengkuran Renjun makin nyaring, bukannya merasa terganggu, Jeno malah kian menenggelamkan wajah di ceruk leher pemudanya. Masih tidak menyangka mereka telah merusak kasur bersama, Jeno membandingkan dengan tingkah baku hantam mereka di pertemuan tempo lalu.

Sebuah senyuman tiba-tiba muncul di wajah ganteng, tidak diketahui lelaki lain yang masih bermimpi dan mengorok nyaring, Jeno menyamankan posisi pelukannya lalu jatuh tertidur lagi.

Segala sesuatu yang terjadi di kamar Renjun tidak berhasil membangunkan lelap kedua sejoli kecuali satu.

Pukul 9.30 di kediaman yang sama.

Sebuah dering panggilan mengejutkan penghuni gaib di ruangan, termasuk penghuni yang mudah terbangun akan suara keras, yaitu Lee Jeno sendiri. Menangkap bunyi nada dering di ponsel seorang bergetar-getar heboh, menyebabkan Jeno buru-buru meregangkan lengan ke belakang untuk mengangkat sambungan.

"Apa?!"

"Wah kacau Bos Lee! KAMU DIMANA WOY?"

Teriakan setengah cempreng yang dapat menulikan pendengaran walau tidak mengaktifkan loudspeaker pun menyebabkan geraman jengkel di tenggorokan Jeno. Tidak biasanya Jaemin menelepon jam segini, bukankah dia seharusnya masih ada kelas?

"Di rumah." jawab Jeno pendek, terdengar menggerutu, "mau apa?"

"Kenapa toko belum buka woy? Aku tadi lewat pas mau berangkat ke sekolah, banyak yang nungguin di depan," mendengarkan penuturan, sontak Jeno melihat ke jam yang tertera di layar. Betul saja, sudah lebih dari dua jam Jenspresso tidak menampakkan tanda-tanda kehidupan.

Ya salah juga sih baru tidur jam 5 pagi disaat dia harus buka kafe jam 8. Siapa yang tadi matikan alarm sendiri, huh?

"Kamu aja yang buka nanti, aku masih ngantuk."

"Hmmm, tumben-tumbennya Bos Lee kita mengantuk di jam segini, ada apakah gerangan?"

"Diam dan lakukan tugasmu, aku mau tidur. Bye!"

"Yak! Lee Jen-" tut. Jeno secara sadis memutuskan sambungan telepon. Dia menatap layar handphone sekali lagi, baru mematikan dering notifikasi sampai dia ada keinginan menyalakan kembali.

Lebay banget si Jaemin, Jeno yang punya kafe, suka-suka dialah mau buka apa nggak. Lagian, kapan lagi dia bisa menikmati kehangatan memeluk makhluk lain ketika dia bersanding dengan Renjun di sini. Dimana lelaki surai perak tersebut tidak mempedulikan kerusuhan Jeno di hari yang memasuki petang.

Jeno mengambil kesempatan memandangi pahatan wajah Renjun yang membelakangi. Jemari tebal menyisir helaian abu-abu pudar, mengelus permukaan wajah dari pelipis sampai pipi tembam.

"Jam berapa ini Mas?" gumam Renjun bertanya, cukup mengejutkan Jeno yang ditemukan melamun menatapi lekat-lekat. Si Cantik memasang cengiran kemudian membalikkan badan agar mudah mengadu tatap. Eh, kelopak matanya masih berat, jadi tidak kesampaian.

TWO SIDES OF THE COIN [NOREN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang