"Cantik bener."
Fanny tertawa renyah begitu ia menangkap komentar sinis bin julid dari siapa lagi kalau bukan sahabat karib. Air muka Renjun nampak kecut, tanda baru bangun sudah disuruh jadi early bird. Kalau bukan karena kawan senasib, mana sudi Renjun mengekori.
"Iya dong, kan mau ketemu Mas Jeno."
'Lumayan,' batin si gadis cengar-cengir sempak sewaktu menemukan wajah kehorroran yang ditampilkan Renjun, 'bikin anak orang tambah kesel, haha.'
"Tsk, jorok. Kalau sampe Kak Mark tahu kelakuan bininya kayak gini mah nggak bakal kalian jadian," balas lelaki surai abu menyisir helaian rambut ke belakang agar tidak terlalu menutupi pandangan. Mereka berjalan bersampingan menuju parkiran motor sesudah Fanny datang menjemput, siap berangkat ke tempat tujuan.
"Dih, aku kan wasuno, bukan wacino,"
"Apaan."
"Wanita suka Jeno." jawab Fanny menaik-turunkan alis, sigap memberikan kunci motor ke sahabatnya biar si pemuda yang mengendarai. Renjun mencebik, meludah kecil pertanda mengejek sembari memasang helm seorang lalu memasangkan Fanny jua. "Ren, orang kalo liat kita gini dikira pacaran tau,"
"Iya biarin, biar kamu nggak diganggu sembarang orang,"
Sebetulnya Fanny bisa aja terbawa perasaan sama teman laki satu-satunya ini kalau dia tidak cinta mati pada Mark. Seandainya Renjun dari awal tidak suka tytyd, mungkin mereka nggak bakal temenan selama ini. Karena sikap Renjun meskipun cerewet nauzubillah bisa gentle banget loh! Act of servicenya bintang lima, nggak pernah marah pas Fanny manja-manja walau mukanya berlipat-lipat bagai lemak jahat, terus suka ngasih Fanny sesuatu kalau cewek itu butuh. Semua kategori green flag melekat kuat di kepribadian Renjun.
Cuman ya itu. Renjun sukanya cowok, suka tytyd, suka dimasukin. Dan Fanny hanya dianggap teman sejawat yang sefrekuensi gelombang otaknya sama dia.
Memang begitu ya ternyata, cowok kalau nggak brengsek ya homo.
"Ren, saranku tadi malam dipikirin nggak?" di tengah hiruk pikuk keramaian bunyi mesin motor serta jalanan yang bercampur kendaraan lainnya, Fanny sempat-sempatnya bertanya dikarenakan melihat pantulan wajah serius Renjun di kaca spion. Ganteng sekaligus cantik di saat bersamaan. Ya kali nggak dimanfaatkan buat kiwkiw semalam.
"Masih sibuk, Fan! Ntaran aja kalau lengang," Renjun menjawab agak berteriak, Fanny nampak mencibir, menakut-nakuti biji zakar Renjun akan mengerucut menjadi kecil apabila tidak ada yang dikeluarkan setelah sekian lama putus dari Jaehyun, lelaki yang sering dipanggil Fanny dengan sebutan Papi.
Renjun tidak menanggapi lantaran sibuk memperhatikan jalan, salah-salah bukannya ke Jenspresso malah ke rumah sakit, atau lebih buruknya lagi langsung ke peti mati. Amit-amit, dia masih mau buka galeri seni.
"Kamu yang pesan, aku langsung ke meja," sesampai di sana Renjun menitah duluan, menerima helm Fanny buat digantung di stang motor. Gadis bule tersebut melangkah santai menuju meja kasir, memberikan senyuman lima jari pada Jeno yang semula sedang mengisi es batu ke dalam pendingin.
"Pagi Mas Jeno~" merasa cukup kenal pada perempuan yang menyapa, Jeno pelan-pelan membalas senyuman tersebut.
"Pagi Mbak.."
"Fanny, namaku Fanny, Mas."
"Ohh, oke, Mbak Fanny," baru Jeno hendak mengetik hangul ㅍㅏ ㄴ, bunyi lonceng pertanda masuknya pelanggan melalui pintu tertangkap indra pendengaran mereka berdua. Fanny refleks menoleh karena tahu itu Renjun, sigap menunjuk ke meja kosong tempat mereka biasa menongkrong kalau ke sini. Jeno juga diam-diam mencuri pandang, tidak berkedip sama sekali memperhatikan gaya berpakaian Renjun terutama rambut abu tersisir ke belakang memamerkan jidat yang anehnya semenawan fitur wajah keseluruhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO SIDES OF THE COIN [NOREN]✔️
FanfictionPertemuan tidak terduga di tempat tak disangka oleh seorang pelukis freelance dan barista di kedai kopi. Meet the sunshine and the grumpy one! ⚠️ : boyslove ; top!jn ; bot!rj ; update tidak menentu (tergantung hati penulis) ; painter!rj ; barista/ba...