7.

1.9K 220 16
                                    

"Gin satu."

Aw.

Tidak ada salam, tidak ada pembukaan, tidak ada sapaan yang menyenangkan pelayan, Jeno serasa ditodong perampok kelas atas begitu menemukan sosok ramping berambut perak agak urakan muncul dengan wajah tertekuk. Tuh kan apa Jeno duga, pemuda ini selalu memasang raut masam setiap mereka bertemu, bagai tidak perlu bermanis-manis, meskipun mereka sebatas pelanggan dan penyedia minuman.

Eh, atau ini bentuk bahasa cinta Renjun ke dia? Cuman dia aja kan yang diginiin? Jeno terpana dulu mendapati Renjun di hadapan, paduan singlet hitam serta jaket denim andalan menyita perhatian sesaat, hampir menyumpah sekaligus memuji betapa seksinya Renjun malam ini.

Sialan. Renjun tahu cara menggunjang-ganjing hati Jeno secara diam-diam.

Jeno mengalihkan ekspresi dengan postur lain, berdiri agak tegak kemudian membalas menyodorkan pertanyaan acak sembari mengerutkan kening, "Sudah boleh minum memang?"

Got you.' gumam Jeno menahan cengiran kala menemukan alis Renjun mencuram selaknya turunan, "Maksudnya?"

Si Tampan mengendikkan bahu, menaruh gelas yang sedari tadi dia lap pakai serbet bersih ke atas meja bar, "Memang nggak kemudaan buat minum gin?"

"Aku udah bangkotan, Mas." jawab Renjun tambah kecut seolah Jeno sedang menyiramkan air cuka padanya. Jeno berhasil mengelabui perasaan sendiri dengan wajah sok peduli, padahal niatnya hanya ingin mengerjai.

"Mana buktinya?"

Renjun tampak menghela napas kasar, merogoh dompet di kantong belakang, kemudian menyodorkan kartu pengenal kewarganegaraan Cina ke arahnya. Asu, ini bahasa apa Jeno nggak paham! Dia hanya menyipitkan mata seolah-olah terlihat menginspeksi, nyatanya dia tak mengerti sama tulisan hanja yang terketik.

Way to impress someone, Lee Jeno.

"Oh, oke." responnya lalu berbalik buat mengambil sebotol gin di rak belakang. Tanpa sepengetahuan Renjun, berbekal figur bongsor Jeno yang menyembunyikan keberadaan botol, bartender rambut hitam tersebut menahan seringaian ketika tangannya beralih menarik sebotol air mineral dingin dari pendingin dan menuangnya ke gelas sloki.

Gelas berisi cairan bening diletakkan di hadapan. Renjun buru-buru menegak, wajah sudah siap mengerucut meresapi sensasi terbakar tetapi tidak terjadi apa-apa.

"What the-" gumamnya tak sadar membanting si gelas ke meja, manik rubah menatap penuh tanya dan penghakiman beradu sama mata tak acuh Jeno.

Melihat reaksi tak percaya karena disuguhi air mineral, Jeno menyampirkan senyum miring.

"Kata temanmu, kamu rese kalau mabuk."

Renjun terbelalak, tidak menduga semudah itu Jeno memulai peperangan, ia melepaskan pegangan pada gelas seraya mendesis kesal, "Bukan kamu juga yang kuresein kalau aku mabuk." selepas itu ia melangkah meninggalkan meja bar tanpa ingin mengetahui balasan si bartender tampan.

Sebut Jeno masokis, karena muka kecut Renjun benar-benar menawan hati.

Sebetulnya dia bukan pribadi yang suka ikut campur urusan orang lain, apalagi penolong orang kesusahan, atau suka berbasa-basi dengan lingkungan sekitar. Jeno itu terlalu cuek bebek, sampai sering ditegur teman-temannya biar lebih pekaan dikit. Tapi kayaknya kecuekan Jeno perlahan-lahan luntur ketika sering berhadapan sama Renjun. Gatal bibirnya kalau sekali nggak ngajak lelaki itu beradu mulut.

Well, speaking of adu mulut.

Baru kali ini Jeno agak tidak fokus menerima tamu. Sedari awal Renjun berjalan ke lantai dansa, mata Jeno terus mengikuti gerak-gerik pemuda cantik itu. Berulang kali jua pelanggan mengalihkan pandang, supaya Jeno menaruh perhatian ke mereka.

TWO SIDES OF THE COIN [NOREN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang