Pada hari rabu cerah sekitar jam 9 pagi.
Matahari masih di pinggir cakrawala, menunggu hendak naik ketika di tengah hari. Cerahnya tidak terlalu menyilaukan pandangan tapi bisa aja membuat orang menyipit. Panasnya pun belum menyengat, masih sempat diterpa Vitamin D sebelum berubah jadi UV A, UV B.
J E N S P R E S S O
Nama kedai kopi yang pertama kali Renjun injakkan kaki setelah diminta melakukan meeting kecil-kecilan dengan klien tempo hari. Dia sih he eh menyetujui, menemukan dirinya mendorong pintu kaca dan disambut hangat oleh aroma biji kopi yang baru dituang ke dalam toples. Renjun sempat melihat ke sekeliling interior ruangan, sumpah lah nyamaann banget, dingin, bikin betah, mudah-mudahan kopinya nggak zonk ya. Kan sayang banget.
Pemuda itu mengenakan topi kupluk buat menutupi rambut abu-abunya, merasa tidak percaya diri membuka sembarangan apalagi akan berhadapan dengan seorang klien. Ia berdiri melihat-lihat menu di meja kasir, menangkap siluet lelaki surai cepak tengah berjongkok memasukkan kotak-kotak susu yang rupanya baru datang dari pengiriman tadi pagi ke dalam kulkas bawah.
"Sebentar ya Mas." ucap si Barista tanpa menoleh. Renjun hanya menggumamkan kata 'ya', kembali memaku pandangan ke layar televisi gantung yang menampilkan berbagai macam menu minuman dan kudapan.
Ish, pagi-pagi dibikin ngiler, gambar sandwichnya menggoda banget.
Tak selang menunggu lima menit, barista berpapan nama J E N O sudah berdiri di belakang kasir, memperbaiki kacamata yang melorot, tapi tidak ada senyam-senyumnya sama sekali. Dih, padahal Renjun sudah pasang muka secerah matahari pagi, sontak runtuh akibat tidak direspon baik.
"Atas nama siapa?"
"Renjun (lonjwin)."
Alis bertautan, Renjun sadar diri nama dia tuh susah. "Hah?"
"Ren (Lon) Jun (Jwin)."
J E N O memasang tatapan penuh penghakiman, jari jemari masih melayang di udara, bingung mau pencet hangul yang mana, "Susah banget sih,"
Renjun sekejap menganga, tidak mempercayai sang Barista di hadapan berani melayangkan komentar tentang namanya. Memang kenapa kalau namanya susah hah? Yang kasih nama juga orangtua dia, kenapa si J E N O protes?
Lelaki surai abu menarik napas panjang, berusaha tenang, ini masih jam 9 lewat tapi hatinya berasa diremuk-remuk sama barista berkacamata helat mesin kasir, ia membuang sedikit kemudian mencoba tersenyum memaklumi, "Er, Eo, Nn, Jieut, Wi, Nn." tuh kurang baik apa coba dia sampai mendiktekan per huruf.
J E N O secepat kilat memencet-mencet layar sesudah mendengar, mengangguk-ngangguk tanpa berkomentar, "Reonjwin." dia memastikan Renjun juga menganggukkan kepala pertanda benar, kemudian melanjutkan pertanyaan, "oke, mau pesan apa?"
"Umm, caramel macchiato yang dingin 1."
"Besar atau kecil?"
"Besar."
"Gulanya normal atau.."
"Normal."
J E N O tampak cekatan menekan-nekan layar komputer, ekspresi masih sama, kosong macam nggak ada beban, benar-benar tidak mau berbasa-basi. Renjun jadi kikuk dan kesel sendiri sehabis perkara nama dia tadi, bergoyang kecil ke kanan kiri, menunggu balasan selanjutnya.
"Oke, ada lagi?"
"Ham and Cheese Sandwichnya satu."
Hanya gumaman yang Renjun dapatkan, hah? Gila nih orang kok pelayanannya bintang satu gini sih? Renjun tambah mengerutkan kening, pas-pasan mereka bertatapan lagi. J E N O mungkin langsung paham akan perubahan air muka si pelanggan bertopi kupluk, oleh karena itu ia sedikit melembutkan nada bicara.
"Caramel Macchiato dingin satu, H and C Sandwichnya satu, minum sini atau take away?"
"Minum sini," balas Renjun tak kalah pendek. J E N O mengangguk-ngangguk acak tanpa menghentikan gerakan jemari nan gesit.
"Pembayarannya via apa?"
"Barcode."
"Baik, ditunggu." Kali ini Renjun juga menggumam sembari mengalihkan pandang, lama-lama jengkel juga dia berhadapan sama J E N O yang nggak ramah di pagi hari. Sudah tadi dia julidin nama Renjun, senyum nggak tersampir, sok cool pula mentang-mentang pendingin ruangan memang sesejuk itu. Aneh banget kok bisa sih lulus di bagian pelayanan? Wong sedatar gini mukanya.
Sebuah barcode muncul di hadapan Renjun, lelaki bertopi tersebut grasah-grusuh membuka aplikasi banking di ponsel kemudian mengarahkan kamera ke layar setelah menekan fitur scan barcode.
"Lah," Renjun memukul-mukul sedikit benda di tangan, menggoyang-goyangkan agar si kamera fokus terhadap barcode di depan. "kok gagal sih?"
J E N O menunggu dengan sabar, nggak sih, kalau sampai 2 menit Renjun belum kelar menyelesaikan pembayaran, mending dibatalin sekalian. Renjun masih berusaha, memeriksa jaringan internet, mengerang kecewa ketika simbol 5G dengan dua panah hanya menyala 1 panah saja.
"Yaahh, sialan banget paketnya habis." sebetulnya Renjun cuman mau mengeluh pelan buat diri sendiri, namun apa daya sang Barista tidak ramah malah ikutan mendengar sebab mungkin punya pendengaran super.
"Makanya Mas dicek dulu sebelum dipake, mending dari awal cash aja kali."
Renjun melongo tidak percaya terhadap komentar kedua yang baru saja terlontar dari mulut santai J E N O, diselingi dengusan kecil dan senyuman miring nan terkesan meremehkan keuangan Renjun, yang pingin rasanya dia acak-acak tuh muka sok ganteng terus ditarik bibirnya sampai terlepas dari sana.
Hari rabu cerah jam 9.17 pagi, Renjun bertekad tidak akan menginjakkan kaki di kedai kopi itu lagi meskipun ternyata racikan kopi buatan Jeno telah berhasil menawan indra pengecapnya. Cuih kata dia. Daripada minum sambil makan hati, lebih baik Renjun cari tempat ngopi lain.
.
.
.
to be kont-
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO SIDES OF THE COIN [NOREN]✔️
FanfictionPertemuan tidak terduga di tempat tak disangka oleh seorang pelukis freelance dan barista di kedai kopi. Meet the sunshine and the grumpy one! ⚠️ : boyslove ; top!jn ; bot!rj ; update tidak menentu (tergantung hati penulis) ; painter!rj ; barista/ba...