"Injuuunnn dugem yuk!"
Ajakan berbuat maksiat seperti ini yang selalu membuat Renjun menunda-nunda pekerjaan. Tangan dia baru terangkat hendak mencampurkan palet warna kuning di kanvas, berhenti di udara sekejap Fanny datang mengajak bersenang-senang ala anak zaman sekarang.
"Banyak deadline."
Fanny mengerucutkan bibir, memandangi lukisan baru setengah jadi dan muka serius sahabatnya bergantian, "Ish, get a life dong, Ren. Masa dua minggu ini aku nggak lihat kamu keluar rumah?"
"Baru dua minggu, Fan, nggak dua bulan," jawab Renjun tak acuh, ia sudah terfokus melayangkan kuas kuning di area hijau, benar-benar mengabaikan eksistensi gadis yang datang tak diundang.
"Justru aku pengen lihatin kamu soal bartender yang kerja di sana! Racikannya enak banget loh, beda sama bar yang terakhir kita datangin,"
"Sejak kapan kamu suka minum hmm?"
"Sejak ketemu bartender ganteng! Ayo ikut aja kenapa sih? Bisa kali ditinggal sejam dua jam," Renjun menghela napas panjang, menaruh kuas di tempat semestinya sembari menatap Fanny yang bergerak penuh harap bak anak anjing minta diajak main. Daripada nih ya, daripada dia dirongrong tiada henti, menghambat proses kerjanya, lebih baik dia mengekor sebentar menuruti ajakan. Fanny tampak berseri-seri ketika Renjun berdiri meregangkan pinggang, meloncat-loncat kecil sebab kesenangan.
"Alay. Kamu tuh selalu gitu tiap ketemu cogan,"
"Ya iya namanya juga wanita zomblo." jawab kawannya tak mau kalah. Mengundang raut keheranan dari Renjun pada jawaban tidak masuk akal. "apa?"
"Nggak ingat Kak Mark?" mendengar nama lelaki pujaan, Fanny refleks melempar kawannya menggunakan kuas, Renjun berhasil menghindar sembari melototkan mata, hampir membuahkan baku hantam (baca : jambak-jambakan).
Mereka baru berangkat sejam setelah Fanny mendobrak pintu apartemen Renjun. Berbekal rambut abu-abu agak putih sedikit, lelaki itu tidak mengenakan topi lantaran bukan ke tempat bertemu klien jadi dia akan melepaskan penampilan rapinya agar senada sama atmosfer di bar.
Hal yang pertama Fanny lakukan ketika mereka telah sampai adalah menarik Renjun ke meja panjang yang kebetulan ada sisa 3 kursi di sana, agak paling ujung, tapi yaudahlah daripada nggak ada sama sekali. Renjun tampak ogah-ogahan meski sang kawan menyemangati, mata jelalatan menatapi berbagai macam botol kaca di etalase lemari, antara bingung sama malas mau pesan apa.
"Kamu harus coba signature drinknya, Ren." saran si gadis membolak-balikkan buku menu, Renjun hanya menggumam tidak peduli sembari memutar-mutar kursi agar sekalian mencari pemandangan bagus di lantai dansa maupun orang-orang di pintu masuk.
"Selamat malam," Renjun benar-benar mengabaikan sapaan ramah kesukaan temannya yang kini terdengar antusias menjawab, perhatian dia tersita ke penjuru bar terkenal yang letaknya tak jauh dari apartemen Fanny sampai gadis rambut lurus nan panjang tersebut menyenggol sedikit.
"Huh?"
"Pesen, oon! Mau minum apa?"
Sekali Renjun mengadu tatap dengan si Bartender, disitu pula waktu seakan berhenti berdetak, jantung Renjun berdentum-dentum di telinga seiring mata rubah menyelami kilatan kelam yang kini menghipnotisnya, memutar kilas balik pertemuan pertama dengan pemuda helat meja bar.
Sayangnya, sang Bartender tidak menyadari keterkejutan yang terpampang, ia hanya mengulas senyum cerah nan ramah, berbanding terbalik dengan pria yang ia temui dua minggu lalu.
Hebat juga ya Renjun masih ingat. Terutama ketika ia mendaratkan tatapan ke papan nama yang tersemat di kantong kemeja hitam bertuliskan "JENO".
Lailah.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO SIDES OF THE COIN [NOREN]✔️
FanfictiePertemuan tidak terduga di tempat tak disangka oleh seorang pelukis freelance dan barista di kedai kopi. Meet the sunshine and the grumpy one! ⚠️ : boyslove ; top!jn ; bot!rj ; update tidak menentu (tergantung hati penulis) ; painter!rj ; barista/ba...