5.

2K 250 34
                                    

Rasanya gimana ya. Pakai bahasa inggris buat mengekspresikan nggak dilarang kan?

Overwhelming.

Terutama kala mereka bertatapan tanpa adanya kekesalan, kesewotan, kejutekan, pokoknya murni perasaan baru yang terlihat begitu kedua lelaki sepantaran berada dalam satu ruangan.

Waktu seolah-olah berhenti, akan lebih dramatis kalau kedai kopi memutar lagu K-Will yang bertajuk Talk Love atau soundtrack drama Goblin, Punch ft Chanyeol Stay With Me dengan alunan gitar andalannya.

Tidak. Sayangnya, pemutar lagu Jenspresso waktu itu adalah musik jazz berdominan saxophone, lebih kepada suasana pengantin digiring ke pelaminan daripada terpesona pada senyuman satu sama lain.

Renjun yang memutus tatapan mereka duluan, bersamaan ia dapat mendengar kebisingan kedai lantaran merasa waktu kembali berputar. Dia memandangi lukisan sekali lagi, berharap Jeno tidak berdiri diam di pintu sebab ia seorang mendadak canggung sesudah menemukan senyum tulus tersebut.

"Shoot. Cerita. Aku nggak punya banyak waktu." ucap Renjun to the point saat ia dan Fanny telah menempatkan pantat di bangku dekat meja pengambilan, tempat yang sama ketika ia dan Aera bertemu di sini. Sembari menunggu Jaemin membuatkan minuman, Renjun langsung menodong sang kawan.

"Heleh. Kamu pikir aku nggak sadar kamu sama Mas Jeno tadi tatap-tatapan kayak tokoh utama di drama?"

"Aku punya mata, wajar aku noleh ke belakang kalau ada yang masuk lewat pintu," jawab Renjun memutar mata malas. Enggan membahas lebih lanjut lantaran berpikir kejadian sepersekian detik yang berhasil mendebarkan jantung seharusnya sudah lenyap sekejap mereka duduk.

"Nggak sampai bikin Mas Jeno senyum dong harusnya,"

"Ya dia mau senyum memang kenapa? Cemburu kamu?" balas si Cantik sewot kemudian refleks menghindar sewaktu Fanny hendak melayangkan pukulan, bertepatan kedatangan Jeno membawa nampan otomatis mengurungkan niat si gadis agar tidak tampak barbar di mata barista kesayangan.

"Makasih Mas Jen! Mas Jen nggak kerja hari ini?"

Renjun memalingkan wajah, tidak mau tahu soal interaksi teman dan orang menyebalkan itu.

"Iya Mbak, shift saya pagi sampai siang aja,"

"Ren ingat ya, kita ke sini pagi sampai siang, oke?"

"Emang aku mau nemenin kamu? Kerjaanku banyak, Fan."

"Heleh, ngelukis doang dibilang banyak. Banyak tuh kalau kamu sekalian nyambi kantoran, atau jadi dokter, jadi sukarelawan-" Renjun hanya melototkan mata untuk menghentikan ocehan acak temannya tanpa mengacuhkan eksistensi Jeno yang rupanya tertawa melihat tingkah laku Fanny. Terutama reaksi dia seorang bak lagi sembelit. Sumpah deh, ada hawa-hawa panas gitu di sekeliling mereka kalau Jeno belum angkat kaki.

"Ngomong-ngomong lukisan baru di dinding itu Mas Jeno yang beli?"

Renjun tambah melotot. Bisa nggak sih semesta merampas mulut besar Fanny? Kenapa musti dibahas sih?!

Jeno menggeleng, "Nggak Mbak, ada pelanggan yang kasih kemarin, katanya bagus kalau dipajang di toko," Jaemin yang curi-curi dengar sontak menyeringitkan kening meski terhalang mesin espresso jadi tidak ada yang menyadari air mukanya sendiri.

Walah, ngibul si Jeno.

"Ohh, kirain beli. Mas tahu siapa pelukisnya?" Renjun berani bersumpah Jeno sempat melirik dia sekilas lalu menggelengkan kepala lagi ke arah Fanny, sebelum belah bibir tipis gadis surai panjang tersebut membuka memuncratkan sesuatu yang akan membuat mereka malu, ia refleks menendang tungkai kawannya di bawah meja. "aduh! Apa sih Ren?"

TWO SIDES OF THE COIN [NOREN]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang