Part 32

91 12 0
                                        

155.

Setelah mendapatkan kabar di mana lokasi kecelakaan Evan, Marvin yang saat itu sedang berlibur di Puncak Bogor bersama Hivi sang kekasih segera bergegas kembali tanpa memberi tau kedua orang tuanya bahkan Ryder terlebih dahulu, Marvin yang segera pergi menuju ke lokasi kejadian dimana Evan mengalami kecelakaan dan ingin memastikan seberapa parah akibat dari kecelakaan yang menimpa sang adiknya itu.

Sepanjang perjalanan banyak merapalkan doa yang Marvin panjatkan agar sang adik baik-baik saja.

Sampailah Marvin ke titik lokasi kecelakaan, Evan mengalami kecelakaan di jalan tol satu arah dengan rumah orang tuanya. Mungkin Evan ingin pulang ke rumah orang tuanya untuk mencari ketenangan paska bertengkar hebat dengan Ryeder.

Marvin melihat ada beberapa polisi yang baru saja tiba dan disusul dengan satu mobil ambulance, emosi Marvin naik dan ia menghampiri petugas.

"Pak yang bener aja adik saya di telantarkan di sini?" Awalnya Marvin pikir Evan sudah dilarikan ke rumah sakit begitu ia mengabari polisi ternyata dia salah, di negara ini kinerja yang berhubungan dengan nyawa sangat lamban untuk di tangani.

"Iya mas, tadi ada kendala saat mengeluarkan ambulance."

"Saya udah bilang, berapapun akan saya bayar. Uang saya banyak pak! tapi nyawa adik saya cuma satu!" Kata Marvin menggebu-gebu.

"Kak, tenang." Ucap Hivi sambil menggenggam tangan Marvin yang tengah diliputi rasa khawatir juga emosi.

Marvin mendekat ke arah mobil Evan, dapat ia liat jika Evan sudah tak sadarkan diri dengan hidung dan juga kepalanya yang mengeluarkan darah. Mobil Evan hancur karena ia yang membanting setir ke arah kanan menyebabkan mobil yang juga melintas di tol tempat Evan kecelakaan jadi menambrakkan dirinya juga karena tak sempat untuk menghindar.

"Dek..." Lirih Marvin yang menatap wajah Evan, setelah itu Marvin tak diberi izin untuk mendekat karena beberapa petugas tol dan juga polisi sedang berusaha mengeluarkan kaki Evan yang terjepit.

Butuh perjuangan besar agar kaki Evan tak diamputasi saat itu juga karena sulitnya mengeluarkan dan memotong bahan besi di mobil Evan, Marvin tak mengizinkan jika polisi dan petugas medis memotong kaki adiknya, lakukan segala upaya agar tak ada yang berubah dari tubuh Evan.

Evan sudah dipasangkan oksigen dengan perawat yang setia memegangi tabung oksigen kecil, akhirnya setelah perjuangan panjang Evan berhasil dikeluarkan. Bayak sekali darah yang keluar dari kaki Evan dan beruntungnya tak ada yang hilang dari kakinya.

Semua kekacauan ini selesai dan Evan sudah dipindahkan ke ruang ICU, Evan mendapat banyak jaitan di kepala dan juga kakinya. Kaki sebelah kanan Evan patah namun tak sampai remuk tulangnya masih bisa disembuhkan melalui pengobatan berjangka.

Marvin juga sudah menghubungi kedua orang tuanya dan Ryder saat semua dirasa aman terkendali.

Diseberang sana, Ryder yang memikirkan keadaan Evan membuat perutnya kram tapi berusaha untuk tetap terilihat baik-baik saja agar tak merepotkan banyak orang nantinya.

Ryder tak berani mengendarai mobil sendirian melihat kondisinya yang seperti ini, jadi Ryder memesan taksi untuk segera pergi kerumah sakit.

Sekitar 20 menit mertua juga kakak ipar menunggu dirinya, selama diperjalanan pula ia mengeluh rasa sakit di perut sampai membuat sopir taksi khawatir. Dengan perjuangan menahan rasa nyeri di perutnya akhirnya Ryder sampai ke rumah sakit.

"Bu..." Begitu melihat mertuanya, Ryder langsung menangis dan berusaha ditenangkan.

"Semuanya salah aku, Evan kecelakaan karena aku." Tangisnya pecah, dan tak luput untuk menyalahkan diri sendiri.

"Udah kejadian, jangan disesali. Udah yaa..." Bubu berusaha untuk menenangkan Ryder agar tak menangis lagi.

Saat semua sudah stabil barulah keluarga Evan beserta suaminya diperbolehkan masuk bergantian. Orang yang pertama masuk Ryder dan Audrey.

Seperti tecekat Ryder dan Audrey tak bisa lagi bersuara karena dihadapkan dengan Evan yang sedang terbaring tak sadarkan diri. Kepalanya dibalut rapat menggunakan perban, wajahnya terlihat membengkak, matanya lebam, hidungnya terpasang selang oksigen juga dengan kaki yang disanggah alat bantu.

Dan tiba-tiba perut Ryder menjadi sangat sakit, Ryder limbung karena tak kuat menahan bobot tubuhnya.

"Sakit..." Keluhnya memegangi perut.

"Eh! abang! daddy! Hivi bantuin." Audrey berteriak dan berusaha membantu Ryder berdiri.

"Sakit bu..." Ryder terpejam seperkian detik kemudian bulir air matanya jatuh.

Untunglah Marvin bisa mengontrol tingkat kepanikkannya jadi dia sadar dan langsung bergegas membopong Ryder menuju ruang IGD untuk segera ditangani.

"Dad, ini gimana." Audrey tak kalah panik sekarang.

"Tenang, bu..." Brian berusaha menenangkan suaminya.

Begitu sampai di ruang IGD, Ryder segera mendapatkan penanganan.

"Apa yang sakit mas?" Tanya dokter itu.

"Perut saya, sshhh sakit..." Ryder terus merintih.

Dokter yang memperhatikan wajah Ryder pucat pasih itu memberikan intruksi pada perawat untuk segera memasangkan infus.

"Tarik nafas perlahan ya mas, rileks. Saya akan suntikan anti nyeri." Kata dokter itu sambil menyuntikkan obat pada selang infus yang sudah terpasang ditangan kiri Ryder.

Setelah obat yang disuntikkan bereaksi pada tubuh Ryder, akhirnya Ryder tertidur.

"Dok, menantu sama cucu saya nggak papa kan?" Tanya Brian.

"Tidak apa-apa pak, kondisi seperti ini biasa terjadi pada orang hamil."

"Beneran nggak papa?" Ke khawatiran Audrey ini belum sepenuhnya hilang.

"Iya pak, tapi tolong jaga kondisi pasien tetap stabil. Kandungannya kuat tapi kalau terlalu stress bisa berdampak buruk."

"Baik dok, terimakasih banyak."

Back To You (Nomin AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang