140.
"Silahkan masuk yang mulia." Ucap Evan dengan membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Ryder masuk.
"Ya, makasih." Jawab Ryder yang langsung duduk di kursi bagian penumpang.
Evan langsung berlari kecil untuk segera masuk kedalam mobil, ia langsung memakai seatbelt yang ada dibagian kursi pengemudi dan menoleh sejenak ke arah Ryder yang ternyata sudah memasang seatbelt nya.
"Kenapa ngeliatin, ada yang salah gue?" Tanya Ryder ketus dan bingung akan sikap Evan yang meliriknya.
"Enggak, cuma... udahlah lupain aja, udah siap?" Disela-sela pertanyaan ini Evan sebenarnya sedikit kecewa, pasalnya baru saja ia ingin memasangkan Ryder seatbelt tapi kenyataannya Ryder sudah memasangnya lebih dulu.
"Lo gak liat gue udah disini dari tadi? pake nanya segala..." Jawab Ryder dengan menatap Evan datar.
Perjalanan itu membutuhkan waktu sekitar 50 menit untuk sampai ketempat yang mereka tuju. Segera memarkirkan mobilnya dan bergegas untuk keluar dari mobil supaya bisa membukakan pintu untuk Ryder.
"Makasih, tapi gue gak semanja itu sampe harus lo bukain pintu ini kok." Ucap Ryder.
"Kalau Kak Ray lupa, aku ini suami kakak. Jadi berhak memperlakukan Kak Ray dengan seharusnya dan selayaknya pasangan." Ucap Evan yang berhasil membuat Ryder terpaku dan menoleh kearahnya.
"Berarti gue berhak juga dong untuk ngelakuin ini?"
Ryder yang langsung menggandeng lengan Evan dan menariknya untuk masuk ke dalam restoran, membuat Evan pasrah mengikuti langkah Ryder yang ingin cepat masuk ke dalam restoran. Namun belum sempat memasuki restoran tersebut, pihak keamanan yang berjaga di depan pintu masuk restoran berkata bahwa restoran itu sudah di reservasi.
"Van, ini tempat udah di reservasi semua, lo gimana sih?" Ucap Ryder kesal pasalnya ia sudah mulai lapar setelah ia menunggu Evan menjemputnya, serta perjalanan menuju restoran yang mereka tempuh lumayan memakan waktu lama.
"Tenang, yaudah masuk aja yuk." Ajak Evan.
"Ini tempat udah di reservasi orang Evan." Ryder beri penegasan kembali.
"Ya emang, udah ayo masuk aja kak." Evan menarik Ryder perlahan.
"Lo denger gak sih? Satpam nya bilang apa? apa harus gue ulangin lagi setiap detail perkataannya mulai dari A sampai Z? Gue udah kepalang kesal jangan lo tambahin." Amarah itu begitu menyalang tampak nyata di kedua bola mata Ryder.
"Iya denger kak, kan yang reservasi tempatnya aku, mereka cuma ngasih tau kita aja kan? Nggak ngelarang kita buat masuk?"
"Oh gitu." Final Ryder yang berhasil membuat Evan tersenyum lalu menarik tangan Ryder untuk masuk ke dalam restoran tersebut dan menuju meja yang telah ia pesan untuk mereka.
Evan dan Ryder sudah duduk berhadapan di meja yang telah Evan pesan. Setelah memesan makanan keduanya hanya saling menatap satu sama lain sampai akhirnya Ryder memutuskan untuk mengalihkan pandangannya kearah live music yang sedang membawakan lagu 'make you feel my love—by Adele.'
"Kak..."
"Van..."
Ucap Ryder dan Evan bersamaan.
"Kak Ray aja duluan." Evan persilahkan agar suaminya tak merasa terintimidasi.
"Nggak lo aja, baru gue." Tolak Ryder.
"Oke, bentar." Jeda Evan untuk menghembuskan nafas beratnya.
"Kak, aku tau sejak awal Kak Ray nggak bisa menerima hubungan ini—Kembali terdengar hirupan nafas berat agar Evan jadi lebih tenang. Tapi sekarang, aku mohon sama Kak Ray buat pikirin dan pertimbangin segala hal yang menyangkut sama hubungan ini. Kak, aku harap Kak Ray bisa ngambil sebuah keputusan dengan tanpa adanya penyesalan dalam hidup Kak Ray. Aku tau mungkin bakal sulit buat Kak Ray terima semuanya dan mungkin juga bakal menyakitkan kalo Kak Ray harus kehilangan semuanya." Ucap Evan sambil mengelus punggung tangan Ryder yang matanya mulai memerah.
"Van, gue ini juga manusia, gue berhak atas hidup gue sendiri, gue berhak atas pilihan hidup gue, tapi gue juga nggak bisa nyalahin takdir. Kalau gue boleh jujur sekarang, gue nggak suka dengan takdir yang lo gariskan sendiri untuk hidup gue!"
Ada jeda untuk kalimat lanjutan Ryder ini. Sebelum ia melanjutkannya.
"Dan gue terpaksa dan dipaksa untuk terima semuanya, tapi nggak gampang bagi gue yang mau dan ingin bebas ini..." Ucap Ryder yang mulai menitikkan air matanya.
"Gue... gue bahkan nggak bisa nyalahin takdir atas semua yang udah terjadi Van, gue cuma butuh waktu, waktu untuk pikirin semua nya, tentang anak ini, tentang hubungan ini dan tentang rumah tangga ini Van." Sambung Ryder, dan dengan cepat ia menyingkirkan bulir kristal tanda kelemahannya itu.
"Aku paham kak, tapi aku mohon ke Kak Ray tolong bilang ke aku atau libatkan aku dalam keadaan apapun yang Kak Ray rasakan, karena Kak Ray lagi nggak sendiri, ada..."
"Bayi ini kan?! Iya Van gue tau, karena ada bayi ini di perut gue jadi gue harus hati-hati kan? Gue paham Van, nggak usah ngasih tau gue, semua orang juga bakalan peduli sama bayi ini, tapi apa semua orang peduli sama gue? Nggak ada yang peduli kalau lo tau Van! Semua hanya berkutat di bayi, bayi , bayi dan bayi."
"Aku peduli sama Kak Ray, aku tulus sama Kak Ray, ini semua berawal dari kesalahan aku, jadi aku cuma bisa mohon untuk pikirin semua dengan hati nurani Kak Ray, ini bukan untuk sementara tapi untuk kedepannya kak."
"Dan aku juga mohon jangan tolak apapun yang aku kasih atau sikap aku ke Kak Ray, karena aku hanya mau Kak Ray merasakan ketulusan aku selama ini, merasakan apa yang aku rasakan, merasakan cinta yang selalu ada untuk Kak Ray." Ucap Final Evan.
"Cinta lo bilang? tau apa lo soal cinta? lo hanya bertanggung jawab dengan semua kesalahan lo itu. Ingat point nya Van, anak ini ada karena kesalahan lo!"
"Kak, please kita lagi ditempat umum." Evan pelankan suaramya.
"Kenapa kalau di tempat umum? apa gue nggak berhak lagi menyuarakan apa yang ada dihati gue? Lo nggak tau kesusahannya gue bawa-bawa anak ini —Ryder menunjuk perutnya. Semua hal yang nggak gue suka sekarang harus terpaksa gue lakukan demi keselamatan anak ini. Mulai dari makan sampe waktu istirahat gue yang berubah total dan gue mengorbankan beberapa hal dan juga mimpi gue." Ryder teringat akan pengorbanannya soal pekerjaan agar anak yang ia kandung dapat hidup sehat tanpa ada masalah sedikitpun.
"Kak!!!" Evan sedikit meninggikan suaranya.
"Apa?!" Tantang Ryder.
"Anak ini—Evan menunjuk perut Ryder. Anak kita!"
"Gue tau dia anak gue, nggak usah lo ajarin gue perihal kasih sayang orang tua ke anaknya. Kalau gue nggak sayang, gue yang gila kerja ini nggak bakalan mikirin nutrisi dan kesehatannya.
Evan membanting garpu dan juga sendok yang ada di tangannya, ia menunjukkan jika sedang sangat marah sekarang dengan menatap Ryder datar. Netra itu seketika berubah menjadi nyalang memberikan kesan sang dominan yang mulai memerintahkan keinginannya. Tak ada satupun yang bisa membantah termasuk Ryder yang menghentikan pertakaannya.
"Ini diner kak, tolong jangan rusak momen ini karena anak aku bisa rasain." Suara Evan berat dan terkesan dingin.
Ryder tak menggubris dan seolah ia tak takut apapun padahal sebenarnya, Ryder takut dengan sikap yang ditunjukan oleh Evan kali ini.
"Udah kita makan dulu, abis itu kita pulang, nanti kalo Kak Ray mau sesuatu tinggal bilang." Ucap Evan mengakhiri sesi pembicaraan serius mereka.
Setelah itu hanya ada keheningan menyelimuti mereka berdua karena fokus pada makanan juga pikirannya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To You (Nomin AU)
Fanfiction- tentang Evan dewasa yang memperjuangkan cinta masa remajanya, Ryder © galaxybiruu_