Dewangga hampir tidak menyadari seharian ini telah melewati hari yang luar biasa berat.
Ditambah duka yang bersarang di hati membuat napasnya semakin sesak. Bahkan, ia tak percaya dapat melewatinya dengan masih berdiri tegak seperti saat ini.
Sore tadi, laki-laki itu telah memakamkan Syailendra, putranya, di TPU tempat sang ayah dimakamkan.
Ia sengaja memilih tempat itu karena lebih dekat dari rumah. Sehingga akan sangat mudah jika nanti Kinanti ingin bertandang ke makam.
Malam ini, laki-laki itu kembali ke klinik setelah mengambil baju ganti milik sang mertua.
"Bu Martina kalau mau istirahat di rumah saya saja. Hanya di belakang klinik ini. Nanti biar sekalian bibi siapkan makan malam." Arum menawarkan.
"Tidak perlu Bu Arum, biar saya di sini saja sambil menjaga Kinanti." Tolak wanita itu dengan nada sopan.
"Mama benar bu, ibu sebaiknya segera istirahat. Biar Dewangga yang gantian jaga Kinanti. Dari tadi pagi ibu kan belum istirahat." Bujuk Dewangga.
"Tidak usah Ngga, ibu masih kuat kok,"
"Ayolah bu, biar gantian Dewangga yang di sini. Kita makan malam sama-sama di rumah saya."
Tampak Arum tak ingin ditolak. Sehingga mau tidak mau, Martina pun menurut.
"Ya sudah, ibu titip Kinanti ya," ucapnya kemudian beranjak dari depan kamar sang anak.
"Iya bu, pasti Dewangga jagain,"
Setelah Arum dan Martina pergi, Dewangga masuk ke ruang perawatan di mana Kinanti berada.
Siang tadi sebelum ke pemakaman, laki-laki itu sempat masuk. Namun sang istri belum sepenuhnya sadar dari pengaruh bius.
Kini Dewangga kembali, lagi-lagi mendapati Kinanti dengan kondisi memejamkan mata. Menurut penuturan Martina, perempuan itu baru saja tidur setelah minum obat.
Berita duka yang ingin sekali Dewangga tutupi sementara waktu dari sang istri sudah terbongkar.
Perempuan itu ternyata sudah lebih dulu mengetahui jika putra yang ia lahirkan telah tiada.
Bagaimana tidak, Martina menjelaskan semuanya setelah tak tahan mendengar rengekan Kinanti yang ingin segera menemui sang buah hati.
Lama berdiam di dekat pintu ruangan, Dewangga akhirnya punya kekuatan untuk mendekat ke sisi ranjang.
Ia menarik kursi plastik, kemudian duduk di sana tanpa melepaskan tatapan ke arah wajah sang istri yang pucat.
Sebelah tangannya mengambil jemari Kinanti sambil mengusapnya pelan. Hingga tak lama kemudian Dewangga kembali terisak.
Dulu, saat pertama kali mengetahui fakta perempuan itu hamil, Dewangga begitu senang.
Ia mati-matian menentang perintah sang ibu. Bahkan rela kehilangan akses serta fasilitas yang Arum berikan hanya demi mempertahankan darah dagingnya di perut Kinanti.
Janin yang tumbuh dari faktor ketidaksengajaan itu sempat menghadirkan harapan manis di benak Dewangga.
Ia berpikir akan memiliki keluarga baru sebagai tempatnya pulang, setelah bertahun-tahun merasa seperti hidup sebatang kara. Namun, harapannya pupus.
Gerakan intens di kulit Kinanti membuat perempuan itu membuka matanya.
Dewangga sontak tersenyum kecil ketika kesadaran sang istri terkumpul penuh."Kata ibu, kamu tadi baru makan sedikit. Makan lagi ya aku suapin," ujar laki-laki itu membuat Kinanti mengangguk pelan.
Dewangga bergegas mengatur ketinggian tempat tidur supaya sang istri bisa makan dengan nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Kinanti Jadi Istri
ChickLitDi tengah rasa gundahnya menginjak usia 35 tahun masih berstatus jomblo, Kinanti lagi-lagi harus menelan kenyataan pahit. Bagaimana tidak, pria yang akan dijodohkan dengannya meninggal akibat serangan jantung. Meski sedang berselimut duka, sang ib...