Kinanti membuka matanya pelan. Ia meneliti seluruh ruangan lalu menghela napas berat.
Kamar barunya ini masih terasa sangat asing. Dadanya pun terus sesak jika menyadari kini statusnya telah berubah.
Astaga, ia kira setelah bersuami hidupnya jadi lebih baik. Toh Martina akan berhenti menerornya perihal jodoh.
Namun sayang, saat Tuhan mengabulkan harapannya dengan mengirim Dewangga, Kinanti justru merasa ingin resign jadi manusia.
Entah mengapa pikiran perempuan itu terus saja menumpuk.
Perasaannya semakin kacau ketika lapar melanda. Kinanti baru ingat, terakhir makan tadi pagi sebelum ijab qabul, dengan porsi yang sangat-sangat sedikit.
Padahal sejak hamil, mantan dosen itu tak pernah bisa menahan lapar. Jika sedikit saja ditunda rasanya ingin sekali menangis.
Setalah lama berdiam diri, tangannya kemudian menggapai ponsel pintar demi melihat jam di layar.
"Astaga, ini baru jam dua pagi. Kamu jangan bikin aku kerepotan ya! Jam segini mau cari makan dimana?" Monolog Kinanti pada janin yang terus bertumbuh di perutnya.
Kendati demikian, memaksa kembali tidur hanya akan membuat moodnya buruk hingga siang nanti.
Oleh karena itu, Kinanti beranjak keluar dari kamar. Padahal sebelumnya ia berencana ingin mengurung diri.
Telapak kakinya berjalan pelan ke arah dapur minimalis di samping kamar yang Dewangga tempati.
Tatapannya fokus ke arah kulkas dua pintu di samping kitchen set.
Setelah dibuka, isinya membuat Kinanti takjub. Bagaimana tidak, kulkas berukuran besar itu hampir tidak menyisakan cela kosong, alias full dengan bahan makanan.
Padahal sebagai perempuan yang telah lama tinggal di apartemen, ia tak pernah menampung bahan-bahan sebanyak ini.
Sialnya, dari sekian banyak bahan yang ada, Kinanti tak menjumpai makanan yang bisa langsung dimakan.
Sebagai anak perantauan, Kinanti bisa dibilang sangat pemalas. Ia hampir tak pernah memasak karena terbiasa membeli makanan dari luar.
Sementara di Jogja, Martina akan memanjakannya dengan masakan rumah yang diraciknya sepenuh hati.
"Cari apa?"
Sebuah suara mengejutkannya. Tanpa menoleh, Kinanti tentu sudah tahu siapa yang bertanya. Toh di rumah ini hanya ada dia dan Dewangga.
"Makanan!" Ketus Kinanti meski dalam hati menahan gengsi setengah mati.
Laki-laki itu mendekat, kemudian membuka rak di bagian atas kitchen set. Ia mengeluarkan beberapa bungkus cemilan dan kue.
"Nih,"
"Bukan beginian, aku lapar mau makanan berat. Kalau cuma cemilan mana kenyang." Protesnya namun tetap sambil menerima cemilan yang Dewangga berikan.
Tanpa menjawab, laki-laki itu berjalan ke arah wastafel untuk mematikan rokoknya yang masih panjang.
"Semalam aku beli makanan. Kamu aku panggil-panggil nggak keluar. Aku panasin sebentar, mau nunggu?"
Kinanti menghela napas lalu keluar dari dapur. Perempuan itu tidak kembali ke kamar, melainkan tiduran di sofa depan TV.
Sementara itu, Dewangga mulai membuka sup yang sempat ia simpan di kulkas kemudian memanaskannya kembali.
Tak berselang lama, ia keluar dari dapur membawa nampan berisi dua piring nasi dan sup dalam wadah sedang.
Dewangga sempat melirik sang istri yang tiduran di sofa panjang sambil ngemil. Dalam hati tertawa geli mengingat awalnya perempuan itu sudah menolak cemilan yang ia berikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Kinanti Jadi Istri
Genç Kız EdebiyatıDi tengah rasa gundahnya menginjak usia 35 tahun masih berstatus jomblo, Kinanti lagi-lagi harus menelan kenyataan pahit. Bagaimana tidak, pria yang akan dijodohkan dengannya meninggal akibat serangan jantung. Meski sedang berselimut duka, sang ib...