Satu bulan kemudian
"Bu taruh situ aja, nanti biar aku yang pindahin ke kamar." Seru Kinanti pada sang ibu yang sejak tadi membantunya merakit box bayi.
Detik-detik kelahiran sang buah hati kurang dari tiga minggu lagi.
Tentu menjadi hal lumrah jika sebagai calon ibu yang akan menyambut anak pertama, begitu excited mempersiapkan kebutuhan jagoannya.
Tapi rupanya, semangat Kinanti tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Martina serta Dewangga.
Sepasang mertua dan menantu itu begitu kompak dalam memilih barang-barang yang akan digunakan pasca lahiran.
Mulai dari baju, stroller, selimut, gendongan bayi, sabun-sabun, lotion, bahkan alat makan yang tidak dibutuhkan dalam waktu dekat pun sudah mereka beli.
Kinanti hanya geleng-geleng kepala melihat dua orang itu. Namun ia bersyukur, setidaknya tidak perlu lagi kerepotan dalam mengurus segala perintilan yang memusingkan.
Apalagi di usia kehamilan yang kian bertambah, tubuhnya semakin mudah lelah.
Tentu umur tidak bisa berbohong. Menuju 36 tahun, tenaganya tidak sama dengan para ibu hamil yang masih berada di usia aktif.
Tapi Kinanti tetap merasa beruntung, mengingat ibu dan sang suami begitu memahami kondisinya. Mereka tidak pernah protes meskipun Kinanti malas-malasan dan kerap menunjukkan mood yang tidak jelas.
"Loh, ibu beli ini juga?" Tanya Kinanti sambil mengangkat satu pack gurita dari plastik besar.
"Iya,"
"Sekarang tidak dianjurkan pakai begituan bu,"
"Loh, iya kah? Memangnya kenapa kok sudah tidak boleh." Tanya Martina merasa bingung dengan aturan media zaman sekarang.
"Dari beberapa artikel yang aku baca, pakai gurita pada bayi bisa bikin perut mereka lembab. Takutnya terlalu banyak keringat yang menempel jadi timbul ruam dan iritasi." Jelas Kinanti sambil menata perlengkapan lain.
"Ah begitu ya, padahal jaman dulu gurita bagus buat mengatur perut bayi supaya lebih rata, nggak buncit atau melebar ke samping."
"Terus mau diapakan ini, dikembalikan ke tokonya juga sudah nggak bisa,"
"Ya sudah biarin di sini aja." Sahut Kinanti kemudian berjalan ke arah lemari portable. Ia tampak mengambil sesuatu dari sana.
"Bu, kemarin pas belanja ke toko pakai uang ibu kan? Ini dari Dewangga buat ganti uang ibu,"
"Alah nggak usah, ibu ikhlas kok. Orang buat cucu sendiri juga." Tolak wanita itu cepat.
"Dewangga tahu kalau ibu punya uang sendiri. Tapi tetap aja dia perlu ganti uangnya. Makanya nitip ke aku katanya nggak enak kalau ngasih ke ibu langsung."
Martina menatap beberapa lembar uang ratusan ribu yang Kinanti sodorkan kemudian menghela napas.
"Ya sudah begini saja, ini uangnya ibu terima, tapi tolong kamu yang simpan."
"Toh ibu bakalan tinggal di sini lama. Jadi buat ganti biaya makan dan keperluan sehari-hari."
"Kalau memang itu mau ibu, ini uangnya aku simpan. Besok kalau ibu mau pulang ke Jogja bisa diambil lagi. Lumayan buat pegangan ibu selama di rumah."
Mendengar itu, Martina sontak menatap lembut pada putrinya.
"Kamu jangan terlalu memikirkan kondisi keuangan ibu. Selama usaha batik masih berjalan, ibu tetap punya uang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Kinanti Jadi Istri
Chick-LitDi tengah rasa gundahnya menginjak usia 35 tahun masih berstatus jomblo, Kinanti lagi-lagi harus menelan kenyataan pahit. Bagaimana tidak, pria yang akan dijodohkan dengannya meninggal akibat serangan jantung. Meski sedang berselimut duka, sang ib...