Bukan Donatur Dilarang Ngatur

35.6K 2K 21
                                    

Kinanti menatap sebal ke arah sahabatnya yang kini mengubah warna rambutnya menjadi pink cerah.

"Gila tega banget lo baru jenguk gue!" Protes perempuan itu membuat Rilya tertawa pelan.

"Sori Kin, gue baru balik dari UK. Lo kan tahu sendiri kerjaan gue nggak bisa ditinggal gitu aja." Ujarnya sembari masuk ke dalam rumah Dewangga tanpa permisi.

"Oke juga rumah lo sekarang. Lebih luas dari apartemen dan nggak kalah estetik." Rilya yang memang bekerja di desain interior mencoba mencermati suasana bangunan minimalis tersebut.

"Datang-datang bukannya tanya kabar malah langsung menilai tempat tinggal gue."

"Ah iya, lupa!" Serunya sambil menepuk jidat.

"Apa kabar lo? Ini perut makin gede ya Bun!" Perempuan itu mengusap-usap perut Kinanti yang kian membuncit di usia 5 bulan.

"Awas ah, geli!" Celetuk Kinanti sambil menepuk pelan tangan Rilya.

"Yaelah, Kin, namanya perut ibu hamil tuh harus sering-sering di usap. Disayang-sayang gitu. Jadi janinnya merasa diperhatikan. Lo pasti jarang kan melakukannya?" Cibir Rilya membuat Kinanti termenung.

Kata-kata perempuan bar-bar itu memang tidak salah. Jarang sekali Kinanti berkomunikasi dengan sang janin. Sesekali menyentuhnya hanya ketika merasa ada getaran atau gerakan dari dalam sana.

"Nggak sempat,"

"Dih, orang tua macam apa itu!"

"Lo tadi bisa masuk ke sini lewat mana?" Tanya Kinanti sambil berjalan ke arah dapur untuk membuat minuman.

"Masuk ke bengkel, terus ketemu suami brondong lo dan diantar sampai depan lift." Kinanti menatap.jengah ke arah Rilya yang tampak sengaja menekankan kata 'suami brondong' padanya.

Sementara yang ditatap terlihat acuh sambil memilih aneka cemilan di atas meja.

"Kaya toko, banyak banget cemilannya!"

"Lo tuh nggak tahu diri, berkunjung ke rumah orang bawain sesuatu kek!" Mendapat sindiran pedas membuat Rilya sontak terkekeh.

"Maafin bun, buru-buru. Asal lo tau gue dari kantor langsung kesini naik grab. Effort banget kan gue demi melihat ibu hamil satu ini."

"Lebay!"

"Btw, suami lo baik kan?" Tanya Rilya setelah keduanya duduk santai di depan TV.

"Ya gitu lah, setidaknya gue nggak kekurangan makanan selama menjadi istri dia. Tapi tetap aja kan kalau nggak ada rasa cinta emang semuanya berasa hambar." Kinanti berusaha menjelaskan apa yang ia rasakan sembari mencari acara TV yang menarik.

"Lagian dia sebrengsek itu bikin gue terjebak kaya sekarang."

"Cinta mah bisa belakangan tolol! Seenggaknya janin lo ada yang menanggung. Jarang-jarang loh ada cowok sehebat Dewangga yang mau berkorban sampai sejauh ini." Ucapan Rilya langsung membuat Kinanti terdiam.

"Ya itu emang udah tanggungan dia. Salah siapa bikin gue hamil. Emang paling benar harusnya gue singkirin dari awal,"

"Jangan ngomong gitu. Lo ingat nggak apa yang terjadi sama gue dulu. SMA adalah momen terberat dalam hidup gue Kin, hamil di luar nikah, udah nggak ada orang tua, mana mantan bejat gue nggak mau tanggung jawab."

"Gue melakukan hal berdosa dengan membunuh janin tidak bersalah itu."

Kinanti kembali mengingat momen sekitar 18 tahun silam saat mereka masih sama-sama SMA.

"Dan lo tau kan apa yang gue alami sekarang. Sering gagal dalam percintaan, sekalinya cocok malah gue yang didiagnosa mandul."

Kinanti menatap Rilya yang masih berbicara dengan lancar. Perempuan di depannya itu terlihat sudah berdamai dengan kondisinya yang jauh lebih tidak beruntung.

Miss Kinanti Jadi IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang