Part 11

703 179 28
                                    

"Udah dong Na, jangan diemin gue, kan gue udah cerita jujur sama lo," bujuk Haechan.

Keduanya kini tengah menaiki tangga menuju kamar mereka dengan Haechan yang senantiasa merayu kembarannya agar tak mendiamkannya setelah tadi Jaemin sempat mendesak Haechan agar menceritakan kejadian di malam itu saat terlibat dengan Jeno dan Eric.

"Na, gue minta maaf," ujar Haechan lagi menahan lengan Jaemin saat anak itu hendak membuka pintu kamar.

Terdengar helaan nafas dari Jaemin, "Lo sendiri yang selalu bilang buat saling terbuka, engga saling rahasia-rahasiaan, tapi lo sendiri yang sering ngingkarin itu, capek gue sama lo," terdengar nada kekecewaan dari ucapan Jaemin.

Haechan sendiri sadar akan kesalahannya itu, Ia hanya bisa menunduk bahkan Ia melepaskan cekalannya di lengan Jaemin dan membiarkan kembarannya itu masuk kamar.

"Huhh susah nih pasti bujuknya," gumam Haechan dan ikut menyusul Jaemin memasuki kamar dengan lesu.

Bahkan hingga keduanya berada di kamarpun, mereka masih sama-sama diam, tepatnya Jaemin yang mendiami Haechan walaupun sang kembaran sedari tadi mencoba untuk meminta maaf dan memulai obrolan. Setiap langkah Jaemin, pasti akan Haechan ikuti, bahkan ketika Jaemin menutup pintu toilet dengan keras tepat di depan wajah Haechan.

"Na~," panggil Haechan lagi ketika Jaemin keluar dari toilet.

"Maaf,"

"Gue engga bermaksud bohongin lo,"

"Beneran,"

"Na,"

"Lo beneran ngediemin gue?"

Tak ada balasan dari Jaemin, Ia malah menyumpal telinganya dengan earphone, dan membaringkan tubuhnya ke ranjang, memilih untuk tidur dari pada harus mendengar ocehan dari Haechan.

Haechan yang melihat Jaemin menutup mata dan masih enggan untuk berbicara dengannya itu pun hanya menghela nafas pasrahnya.

Nanti malem coba lagi, pasti dimaafin, pasti lah, gue kan kembarannya, iya pasti dimaafin, iya kan? batin Haechan sembari mengangguk-anggukkkan kepalanya, walapun pada akhirnya tercetak raut bimbang di wajah manisnya.

Haechan menggelengkan kepalanya karena justru semakin bingung dengan pikirannya sendiri. Ia akhirnya memilih untuk keluar kamar setelah sebelumnya mengganti seragamnya menjadi pakaian rumahan.

.

.

.

Hari masih belum terlalu sore saat Haechan melihat Mbak Asri yang sedang berkutat dengan bumbu dapur.

"Masak apa mbak?" tanya Haechan yang membuat Mbak Asri terlonjak kaget langsung membalikkan badannya kearah Haechan yang sudah mendudukkan diri di kursi pantry.

"Astaga! Haduh den, kaget Mbak Asri, untung tangan Mbak Asri masih bisa nahan buat engga ngelempar pisau ini ke aden," ujar Mbak Asri dengan tangan yang mengelus dada.

Pasalnya sangking fokusnya Mbak Asri dengan bawang putih di tangannya, Ia sampai tak menyadari jika salah satu anak majikannya itu memasuki dapur.

Haechan terkekeh melihatnya, bukan niatnya padahal untuk membuat Mbak Asri terkejut, Ia bahkan ikut terkejut saat tadi Mbak Asri terkejut.

"Hehehe, serem amat mbak mainnya lempar-lempar pisau," gurau Haechan.

"Bercanda atuh," ucap Mbak Asri dengan tangannya yang masih memegang pisau itu melambai di udara.

Haechan yang melihatnyapun menatap ngeri kearah pisau yang digerak-gerakkan oleh Mbak Asri setiap wanita itu berbicara, "Iya mbak bercanda, tapi itu pisaunya tolong ditaruh dulu bisa ngga sih mbak, ngeri banget itu ujung pisau kearah wajah Haechan,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sweet FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang