Part 3

1.4K 184 21
                                    

Malam hari semakin larut, para penghuni rumah mungkin sudah berkelana kedalam dunia mimpi sekarang. Tapi tidak dengan si kembar dari Korea ini. Saat ini mereka justru sedang bersantai di balkon kamar.

Mungkin karena tadi siang yang mereka habiskan dengan tidur panjang, jadi sekarang mata mereka masih terlihat segar untuk sekedar merebahkan diri di ranjang.

Duduk berdua melihat langit yang tak menampilkan bintang, sesekali diselingi dengan obrolan ringan, juga dilengkapi berbagai cemilan dan minuman yang mereka bawa dari dapur tadi.

"Chan, kayaknya mereka berdua engga suka banget deh sama kita di sini," ucap Jaemin mengingat percakapan di ruang makan sebelumnya.

Haechan menoleh sekilas kearah sang kembaran, tangannya kini menyilang di depan dada untuk menghalau udara yang semakin dingin, "Kita aja belum nyoba deketin mereka," ujar Haechan menoleh ke arah Jaemin, " Itu yang lo bilang tadi siang, kenapa jadi lo yang pesimis sekarang?" lanjutnya.

"Tapi ngeliat respon mereka dari awal aja udah gitu, bakalan susah pasti buat kita akur kedepannya," sahut Jaemin cepat.

"Kata gue si, ini cuma masalah waktu, menurut gue mereka juga sama kayak kita yang belum bisa maafin kesalahan dimasa lalu," ungkap Haechan.

Jaemin menatap dalam sang kembaran di sebelahnya, matanya memicing menelisik wajah sang kembaran membuat Haechan yang ditatap mengernyitkan dahinya, "Ngapain lo? Gue tau muka gue ganteng, liatinnya biasa aja dong,"

Mendengar ucapan super percaya diri dari Haechan, membuat Jaemin langsung memundurkan wajahnya kembali, "Najis banget anjir," ucap Jaemin kembali menyandarkan punggungnya, "Gue cuma heran aja lo bisa ngomong gitu, ini mah yang ketempelan penghuni sini lo bukan gue,"

Haechan langsung memberikan hadiah pada Jaemin berupa jitakan pelan di kepalanya, "Enak aja kalo ngomong,"

Bukannya marah, keduanya justru sontak tertawa bersama. Seperti biasa, mereka pasti tak bisa lama-lama untuk berbicara serius, entah itu diselingi oleh perkelahian singkat yang berakhir dengan candaan.

"Tapi Chan," ucap Jaemin memecah keheningan yang sebelumnya kembali tercipta.

"Lo pernah mikir ngga kalo ini juga termasuk kesalahan kita," lanjutnya dengan melihat sang kembaran yang ternyata juga tengah menatapnya.

Haechan mengalihkan pandangannya ke depan, menatap jalan di depan rumah yang sepi dari lalu lalang kendaraan, Ia mengangguk, "Pernah, sering malah," ucapnya menjeda, "Walaupun Mama selalu bilang kalau ini bukan kesalahan kita, tapi tetep aja, keluarga Papa hancur juga karena hubungan Papa dan Mama, walaupun di sini juga Mama dari awal engga tau kalau Papa udah berkeluarga,"

Jaemin menghela nafasnya, "Kalau dipikir-pikir brengsek juga ya kelakuan Papa lo,"

"Itu Papa lo juga, paboya!" Haechan langsung memukul lengan Jaemin pelan.

Jaemin terkekeh, "Terus?"

"Terus apaan?" tanya Haechan bingung.

"Terus lo mau gimana? Ok, mungkin Renjun sama Jeno bersikap kayak gitu ke kita karena mereka mikir kalau ini juga kesalahan kita, terus lo mau ngemis-ngemis minta maaf ke mereka gitu?" tanya Jaemin penasaran.

Kali ini justru Haechan yang terkekeh, "Emang lo mau ngelakuin itu?"

"Ogah lah anjir, emang iya sih sama kayak lo, gue juga masih sering berpikir kalo kita salah di sini, tapi sorry, logika gue masih jalan ya, di sini kita juga engga ada sangkut pautnya sama kelakuan brengsek Papa," ujar Jaemin.

"Tuh mulut engga ada filter apa yak, enteng banget ngatain bapak sendiri," ucap Haechan, "Ya walaupun bener sih," lanjutnya lirih.

Jaemin tertawa, dengan tangannya yang langsung memukul lengan Haechan lumayan kencang, "Lo sendiri gimana anjir? Kan gue tadi nanya lo,"

Sweet FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang