Part 8

806 168 28
                                    

Pertarungan tak bisa mereka hindari, dua orang melawan sebelas orang, dimana tujuh diantaranya adalah para preman yang disewa oleh Eric untuk melawan Jeno. Cukup kewalahan tentu saja apalagi Jeno dan Haechan yang memang sudah mengeluarkan banyak tenaga di sekolah tadi. Juga sedari awal Jeno yang memang diserang dalam keadaan tak siap.

Bugh!

Dug!

Brak!

"Akh!" erangan lolos dari Haechan saat salah satu teman Eric menendang tepat di ulu hatinya yang membuat Haechan memundurkan langkahnya sembari memegang bagian perut yang terasa sakit.

Kita engga bakalan menang kalo gini caranya, batin Jeno melihat keadaanya dan Haechan yang sama-sama berada dipihak yang tak menguntungkan.

Sembari memukul dan menangkis serangan yang diterimanya, Jeno juga berpikir bagaimana Ia bisa mengalahkan mereka. Melihat ada celah pada sang musuh, Jeno langsung memukul telak orang-orang itu, yang dimana pada saat itu juga Haechan melakukan hal yang sama.

Sepertinya kedua kakak beradik itu memikirkan hal yang sama, bahkan hanya dengan tatapan mata mereka sudah mengerti apa yang harus mereka lakukan. Mengeluarkan seluruh tenaganya untuk setidaknya bisa melumpuhkan orang-orang itu sementara.

Dug!

Brak!

Bugh!

Melihat para musuhnya yang tumbang, Jeno langsung saja menarik tangan Haechan untuk segera pergi dari tempat tersebut sebelum orang-orang itu mengejar mereka. Keduanya berlari tak tentu arah bahkan sampai mereka melupakan motor masing-masing.

"Woi berhenti!" teriak salah satu anak buah Eric.

"Shit!" umpat Jeno ketika menoleh ke belakang dan ternyata orang-orang itu kembali mengejar mereka.

Tanpa sadar, Jeno mengeratkan pegangan tangannya pada Haechan dan menarik sang adik agar lebih cepat berlari.

"Hah hah lo hah ada masalah apa sihhh sama mereka," keluh Haechan ditengah larinya, nafasnya sudah hampir habis karena sedari tadi mereka lari tak ada hentinya.

"Ke sini!" bukannya menjawab, Jeno justru menarik Haechan untuk bersembunyi di balik tembok. Mereka kini sama-sama tengah mengatur nafasnya yang masih memburu.

Mendengar langkah kaki yang bersahut-sahutan semakin mendekat, tanpa sadar mereka menahan nafas agar tak ketahuan oleh orang-orang itu, bahkan genggaman keduanya semakin erat.

"Shit ilang mereka,"

"Arghh padahal gue belum puas buat tuh anak babak belur,"

Di balik tembok itu, Jeno dan Haechan bisa mendengar orang-orang yang menyerang mereka tadi mengumpat karena kehilangan jejak keduanya. Dan tak lama terdengar suara langkah kaki yang menjauhi tempat mereka.

Beberapa saat kemudian, dirasa sudah aman, keduanya bisa bernafas lega.

"Huuhh," Jeno menghela nafas leganya, diliriknya Haechan di sampingnya yang masih mengatur nafasnya, lalu tatapannya turun kearah tangan mereka yang masih saling menggenggam. Seolah tersadar, Jeno langsung menghempaskan tangan mereka, melepaskan secara kasar tautan keduanya.

Haechan masa bodoh dengan itu, Ia masih menetralkan nafasnya yang ngos-ngosan itu. Jujur saja Ia sangat lelah hari ini.

"Anjing," umpat Haechan menepuk jidatnya, "Gue lupa motor gue," lanjutnya dan melangkah keluar dari tempat persembunyiannya. Ia hendak melangkah kembali ketempat tadi, tapi tangannya langsung ditahan oleh sang kakak.

Sweet FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang