Chapter 4 - Distrust

131 14 1
                                    


DIPTA


Mobil dinas yang biasa ditumpangi bersama tim pengawal lainnya sudah ditarik oleh Pak Hendra seiring dengan kepulangan keluarga bosnya itu kembali ke kediamannya. Dipta melihat Ela yang menunduk malu saat mereka melewati lobi hotel bintang lima ini tempat semalam Ela menggelar pesta pertunangannya.

Dia tak bisa diam saja melihat betapa menyedihkannya sikap Ela sekarang. Menunduk dan membiarkan surai rambut hitamnya yang setengah basah menutupi wajah cantik pucatnya tanpa make up.

Gaun bertali tipis yang melekat sempurna di tubuh indahnya pun siang ini membuat sang empunya merasa tak nyaman. Gelagat dan suasana muram ini tersampaikan jelas dari gestur tubuhnya. Dipta pun menyadari tatkala mereka berjalan bersisian. Demi melindungi Ela, dirinya melepas jas hitamnya  dengan cekatan dan menyampirkan ke bahu Ela.

Gadis itu menoleh dan menatapnya dengan nanar. Elaina berusaha menutupi kesedihan di balik senyumnya yang cantik.

"Terima kasih," ujarnya pelan dengan suara yang serak.

The ever polite Princess. Bahkan di tengah keadaan brutal seperti ini, gadis itu selalu ingat akan perfect manner yang melekat sempurna dalam tindak-tanduk dan ucapannya.

A pure class.

Begitu Dipta menyebut putri jelita ini.

Dipta tak berani bersuara dalam beberapa saat, tak ingin gadis itu mendengar bagaimana dirinya nyaris gila dan emosional saat ini. Keheningan melingkupi mereka selama mereka berdua berdiri di depan lobi, menunggu taksi tiba. 

Tapi karena tak tahan dengan suasana sedih yang mengungkungi mereka, Dipta memberanikan diri membuka pembicaraan.

"Jangan menunduk, Bu. Anda tidak salah." Dipta menggumamkan ucapannya.

"Ucapan mereka tak perlu dihiraukan. Mereka bukan orang yang signifikan dalam hidup Bu Ela."

Ucapannya membuahkan satu tatapan panjang dari Elaina. Dan tak lama kemudian dia tersenyum kecil.

"Iya juga, ya." Jawaban dengan suara lembut keluar dari bibir cantik dan penuh milik gadis itu.

Tanpa banyak bicara Dipta mengawal dan memastikan keselamatan Elaina sepanjang perjalanan kembali ke rumahnya dengan menggunakan taksi. Sampai di rumah mewah Hendra Dharmawan yang merupakan mantan ketua DPR periode sebelumnya membuat Dipta secara refleks menghembuskan nafasnya.

"Bu Ela dan Dipta ditunggu Bapak di ruang kerjanya."

Ketika pintu utama terbuka, mereka sudah disambut oleh Pak Ridho yang merupakan ajudan utama Pak Hendra. Atasannya.

Well, kini statusnya adalah mantan atasannya Dipta.

Pak Ridho menggelengkan kepalanya penuh kekecewaan saat pandangan mata mereka bertemu satu sama lain.

"Kacau kamu, Dipta!" bisiknya pelan saat mereka melangkah menyusuri foyer dan masuk ke dalam ruang tamu.

Ruang kerja Pak Hendra ada di lantai dua, mereka melewati tangga marmer mewah dan suara sepatu hak tinggi Ela menggema di setiap langkahnya. Seakan menjadi latar belakang yang pas untuk eksekusi Dipta kelak di hadapan Pak Hendra.

Di depan pintu, Ela berdiri gamang dan beberapa kali terlihat mengatur napasnya.

"Saya yang akan bertanggung jawab, Bu." Dipta refleks memegang lengan atasannya itu dengan lembut.

Champagne DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang