Disaat seperti ini,
saat airmata mulai mengisi matamu
Pegang erat tanganku,
Haruskah kita lari?Carrita menoleh kearah lawan bicaranya, ia tidak familiar dengan suara laki-laki yang barusan menolongnya. Laki-laki itu turun dari kudanya, ia perlahan berjalan mendekati Carrita. Tangan kanannya terulur, ia hendak membantu Carrita berdiri.
"Terima kasih banyak sudah membantu saya." Carrita menerima uluran tangan itu kemudian berdiri. Ia membersihkan celananya yang sedikit kotor karena jatuh tadi.
"Terima kasih kembali, Yang Mulia Putri Carrita." Laki-laki asing tersebut tersenyum manis seusai membantu Carrita berdiri. "Lalu mengapa anda bisa sampai kemari Yang Mulia Putri? Wilayah ini sangat berbahaya untuk anda."
Gadis ini sudah membunuh satu harimau. Apa dia berencana untuk membunuh beruang itu seorang diri?
Sebelum menjawab, Carrita mengatur nafas yang daritadi belum teratur. "Saya tadi mengikuti musang salju, namun tersesat hingga sampai kemari." Jawab Carrita jujur. "Maaf, apakah saya boleh tahu nama anda?"
"Maafkan atas kelancangan saya Yang Mulia Putri. Saya terlambat memperkenalkan diri, nama saya Arthur Haris saya putra dari Viscount Haris, sekaligus sahabat dekat Duke Karma."
Arthur adalah sahabat dekat Karma, waktu itu dia pernah datang ke pesta penyambutan saat Karma pulang berperang. Dia juga orang pertama yang menentang taruhan Karma dengan Raja. Mendengar nama putri mahkota disebut saja sudah membuatnya ngeri kala itu.
Tapi lihat sekarang. Begitu ia melihat putri mahkota, jantungnya berdebar kencang. Ia menyesal karena dulu pernah ikut mengejek gadis yang ternyata serupa permata.
"Tuan Arthur, sekali lagi terima kasih banyak." Jantung Arthur semakin berdebar kencang ketika gadis itu melemparkan senyuman manis padanya.
"T-terima kasih kembali Yang Mulia Putri."
"Arthur!"
Seseorang memanggil dari arah belakang. Arthur menoleh, begitu pula dengan Carrita.
"Kau baru saja datang, Karma? Lihat aku baru saja menolong Yang Mulia Putri." Ujar Arthur sembari membusungkan dada, ia sangat bangga ketika tombak yang dilemparkannya langsung menembus leher beruang.
Karma turun dari kudanya, buru-buru ia memeriksa Carrita tanpa menghiraukan perkataan Arthur barusan. "Anda tidak apa-apa kan? Kenapa anda berada di wilayah ini?" Ini sudah kedua kalinya Carrita mendengar pertanyaan yang sama. "Beruang dan harimau ini?" Karma memperhatikan dua binatang buas yang sudah mati. "Bagaimana anda bisa berpikiran untuk datang ke wilayah binatang buas?" Pria itu mencecar Carrita dengan berbagai bentuk pertanyaan.
"Sebenarnya saya tidak berpikiran untuk datang ke wilayah ini. Saya mengikuti musang salju yang berlari tadi, lalu saya berlari menghindari kejaran harimau hingga sampai kemari." Carrita menjawab dengan sangat lengkap. "Harimau itu saya sendiri yang membunuhnya, sedangkan beruang itu Tuan Arthur yang membantu saya."
"Tapi anda tidak apa-apa?" Tanya Karma khawatir.
"I-iya tidak apa-apa. Beruntung Tuan Arthur datang menyelamatkan saya, kalau terlambat sedikit saja mungkin saya akan benar-benar mati dimakan beruang." Carrita mengusap tengkuk belakangnya.
"Syukurlah, saya benar-benar khawatir-"
Syut
Sebuah anak panah meluncur dari balik semak-semak, anak panah itu menggores pakaian Karma hingga robek. Kulit lengan Karma sedikit terluka.
Anak panah? Kenapa ada anak panah muncul tanpa adanya binatang buas?
"Kurasa kita harus lari. Firasatku tidak enak." Arthur fokus melihat anak panah yang tadi melukai Karma. "Kita harus cepat menemukan tempat untuk berlindung."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Whispers
FantasyMencintai atau dicintai, keduanya serupa namun tak sama. Tergantung bagaimana cara kita melihat dan merasakannya [Update terus kalo lagi gak writer block]