Bab 1 Mimpi

13 1 2
                                    


"Ayuningtiyas kesini mendekatlah cucuku!" gadis bernama lengkap Ayuningtiyas menunjuk dada, saat seorang nenek tua tak dikenal melambaikan tangan.
"Aku, Nek?" jawabnya.

"Iyah kamu! Kesini jangan takut!" Rupanya Si Nenek membaca keraguaan di wajah Ayu. Ketika melihat kening ayu membentuk wiru.

"Baiklah, Nek. Kalau boleh tahu Nenek ini siapa?" tanya Ayu, netranya bertemu dengan tatapan wanita tua yang terus memandanginya. Senyum manis tersungging dari bibirnya hingga membentuk kerutan di pipi.

"Kau cucu buyutku, usiamu sudah cukup untuk menerima wasiatku," ujarnya. Membuat gadis dua puluh dua tahun itu semakin bingung.

"Eu, maksud Nenek? Aku keturunanmu?" tanya Ayu yang kini diliputi rasa aneh lantaran tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Nenek yang baru Ia kenal.

"Namaku Srinty, sudah lama aku menunggumu, aku tidak akan merasa tenang kalau belum menyerahkan wasiat kepada keturunanku yang sudah ditentukan, mendekalah kesini!" Bagai dicocok hidung, gadis cantik yang sebentar lagi lulus kuliah S1 jurusan seni melangkah hingga di depan wanita tua yang masih belum melepas senyum.

Wanita yang berbaju kebaya warna kuning bermotif sisik ular piton itu mengulurkan tangan, segera meraih lengan Ayu. Sebuah keris kuningan seukuran jari kelingking anak kecil di telapak tangan kanannya terlihat mengkilap mengeluarkan cahaya silau. Ayu menutup mata dengan tangan sebelahnya.

Kemudian wanita tua itu membuka jemari tangan Ayu, lalu meletakan benda tersebut ke telapak tangan gadis yang terlihat gemetar dan berusaha menarik tangannya. Rasa panik menyerang dirinya saat dia tak berhasil melepaskan tanganya dari genggaman tangan Si Nenek.

"Apa ini Nek? Benda apa ini?" tanya Ayu masih berusaha melepaskan tangan. Benda berbentuk pusaka keris mirip seekor ular kecil kini sudah ada di telapak tangannya.

"Pejamkan matamu lalu genggam, benda itu akan meraga sukma ke dalam dirimu," ujar wanita tua yang mengaku nenek buyutnya. Wanita itu perlahan merapatkan jari Ayu untuk lebih keras menggenggamnya. Gadis itu tak lagi berontak, kekuatan pengaruh dari sorot mata Nenek tua membuatnya hanya pasrah dan mengikuti intruksinya. Ayu merasakan telapak tangannya seperti menggenggam balok es, dingin mengalir merasuki tubuh hingga sebuah suara menyadarkannya.

"Bukalah matamu! Setelah benda ini ada dalam tubuhmu satu syarat yang harus kau jauhi! Jagalah kesucianmu sampai kau menikah! Jangan pernah kau melakukan hubungan di luar nikah. Jika kau langgar kamu akan celaka!" ujar si Nenek. "Dan ini satu lagi sebuah selendang, kamu bisa menggunakan selendang ini jika kelak kau menjadi seorang ronggeng," ujarnya lagi.

"Rong...ronggeng?" tanya Ayu. "Tidak, siapa yang mau jadi ronggeng? Aku mau jadi guru," tolak Ayu.

"Ronggeng, kau bakal jadi ronggeng." Ada sorot berapi di pelupuk netra nenek tua, tajam menatap gadis yang menolaknya. Ayu memalingkan wajah untuk menghindari tatapan Si Nenek yang terasa mengintimidasi dirinya.

Hati kecil Ayu menolak saat Si Nenek mengatakan kalau Ayu kelak jadi penari ronggeng. Yang benar saja sarjana tari masa jadi ronggeng. Cita-cita Ayu jadi guru tari bukan pelaku seni.

Belum hilang rasa kesal karena merasa dipaksa, Nenek itu seketika menghilang, setelah Nenek itu tidak ada, rasa dingin terasa membelit leher, kasar seperti bersisik, reflek tangan Ayu meraba leher dan loncat saking kaget takut yang membelit lehernya seekor melata.

"Apa ini? Kulit leherku serasa menyentuh sisik? Tapi, ... di leherku tidak ada apa-apa. Aneh bener-bener aneh," ucapnya tidak percaya.

"Lah, jadi aku mimpi?" Ayu yang terbangun karena merasa takut ada ular masuk ke dalam kamarnya dan melilit lehernya, semakin merasa kaget, mengingat kejadian barusan.

"Jadi aku hanya mimpi?" Matanya liar menyapu ruangan, mencari jejak mimpi yang seakan nyata. Ayu melirik jam beker di atas nakas, waktu menunjukan pukul empat subuh. Detak jantung berpacu keringat membanjiri tubuh, jelas sekali tadi jari tangan Ayu seperti meraba sisik ular yang membelit di leher, gadis itu merasa bersyukur itu hanyalah mimpi buruk.

Gadis berlesung pipit itu masih merasakan debaran jantungnya yang tak mampu dia kendalikan.

"Ya Allah, ini pasti gara-gara hari ini mau dibagi surat tugas pengantar penelitian sampai kebawa mimpi. Apa ini petunjuk kalau aku mau meneliti jenis tarian ronggeng. Ah, semoga saja biar aku tidak jauh-jauh ke pulau Bali," gumamnya.

Tangan gadis yang masih belum percaya sepenuhnya kalau Ini semua hanya mimpi, mengusap wajah secara kasar mencoba mengenyahkan rasa takut yang tiba-tiba hadir dalam benaknya.

Pikiran berkecamuk, kembali teringat si Nenek yang memberi sebuah keris kuningan berbentuk ular dalam mimpinya. Sontak Ayu mengangkat tangan dan memeriksa telapaknya. Tidak ada tanda apa-apa, bersih namun Ayu sangat kaget saat netranya menangkap cahaya keemasan yang muncul tiba-tiba di telapak tangan berbentuk gambar keris kecil kemudian meredup dan hilang.

"Astagfirullohaladzim, apa yang terjadi dengan diriku ini, kenapa mimpiku aneh dan seperti nyata? Siapa Nenek yang tadi mengatakan kalau dia nenek buyutku? Neneku masih hidup. Dia ada di kampung, lalu siapa gerangan yang mengaku dirinya nenek dalam mimpiku?" monolog Ayu tak habis pikir. Gadis yang rambutnya terlihat acak-acakan menggaruk telapak tangan sampai kuku jarinya terasa mencakar. Bercak merah terlihat di telapak tangannya.

"Tidak...ini tidak mungkin, aku yakin ini hanya mimpi semata, di telapak tanganku tidak ada keris atau apapun," gumamnya meyakinkan diri. Jari sebelahnya terus menggaruk-garuk telapak tangan.

Ayu segera bangkit dan meraih gelas di ujung nakas, kemudian mengisinya dengan air dari botol, lalu meminumnya hingga tak tersisa. Detak jantungnya sedikit mereda.

Kini Ayu duduk di tepi risbang kaki menyentuh ubin, saat melirik nakas tidak jauh dari botol minum yang barusan dia pegang netranya menangkap ada sebuah selendang teronggok di atasnya dan sebuah kotak kayu. Deg kembali jantungnya bertalu-talu, keringat dingin membasahi punggung. Kedua tangan bertumpu pada pinggiran risbang untuk menopang tubuh, Ayu berusaha menggeser badannya untuk menjauh.

"Ini apa pula maksudnya? Darimana asalnya kain selendang ini?" Kembali Ayu merasa aneh. Terasa mimpinya sangat aneh.

#ParadeMumtazBatch1
#TantanganMenulisNovel
#Jumkat846
#Day1

Titisan Nyai RonggengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang