Bab 23 Di Balik Penculika Ayuningtiyas

3 0 0
                                    

Wiwin tidak memberi perintah apapun selain menyuruh para penculik itu membawa Ayu ke sebuah rumah kosong. Setelah satu malam Ayu disekap, rencananya dia mau menemui gadis itu untuk mengancam agar segera menjauh dari suaminya. Gadis itu melupakan satu hal, kalau cinta tak bisa dipaksakan. Cintanya pada Rafael membuat dirinya tak bisa berpikir menggunakan logika.

Keesokan harinya, Ayu masih terikat didalam ruangan sementara di apartemen milik Rafael, pagi ini Wiwin sedang menyiapkan sarapan untuk suaminya. Saat itu bunyi ponsel suaminya terdengar nyaring tidak lama terdengar suaminya berbicara entah dengan siapa.

"Iyah aku kenal dia mahasiswaku, apa hilang? Maksudmu Ayuningtiyas hilang." Lelaki itu setengah berteriak setelah mendengar berita dari ujung sana.

Lelaki yang bergelar suami Wiwin itu tegang saat mendengar kalau gadis bernama Ayu menghilang. Sementara di bibir Wanita yang punya andil atas hilangnya Rahma, terbentuk senyum menyeringai. Wanita dengan tubuh tabun itu pura-pura tidak mendengar apa yang suaminya bicarakan.

Setelah Rafael selesai berbicara, lelaki itu segera tidak menunggu lama langsung pergi tanpa pamit pada Wiwin. Wiwin tak peduli pada suaminya, ia pun segera berkemas untuk mendatangi Ayu di tempat penyekapan.

Sementara di ruang penyekapan, setelah satu hari satu malam, Ayu tak nyaris patah arang setelah mencoba melepaskan diri namun tak juga berhasil akhirnya saking lelahnya Ia tak sadar matanya terpejam lalu terlelap.

"Cucuku, kenapa kamu diam saja ayo lepaskan talinya. Pulanglah kenapa diam saja disini?"

"Nenek buyut, apa kabar? Kemana saja Nenek lama tidak menemuiku?" tanya Ayu yang sudah tak asing lagi dengan Nenek buyutnya yang sering menghadiri mimpinya.

"Aku hanya memantau dari jauh, kenapa kamu diam saja bukalah tali pengikatnya, cepat pulang ibumu mengkhawatirkan dirimu. Urusan dengan wanita yang menculikmu biar jadi urusanku," ujarnya. Nenek bernama Srinti itu hanya menarik ujung tambang yang mengikat tangan dan kaki Ayu sampai terlepas. Gadis itu mengerjapkan mata hingga penutup bola matanya terbuka.

"Aku mimpi Nenek Srinti lagi ternyata," netra ayu segera memeriksa apa betul talinya sudah terlepas? Tangannya sengaja Ayu gerakan untuk ngecek kebenaran mimpinya. Pluk ... tambang yang mengikat kaki dan tangan Ayu melorot saat Ayu menggoyang-goyang tangan dan kakinya, dan akhirnya tambang itu lepas dari tangan gadis yang merasa tidak percaya dengan apa yang ia alami saat ini.

Gadis itu belum berencana untuk pergi. Hatinya mengatakan kalau dia harus mengetahui siapa yang sudah berbuat jahat pada dirinya. masalahnya semenjak dia dikurung tak satupun orang mendatanginya. Semalam dari luar hanya terdengar sepertinya ada orang yang berjaga-jaga saja. Sekilas gadis itu hanya mendengar obrolan orang di luar.

"Apa maksudnya Nyonya menyandera gadis itu yah, kasian dia. Ah tapi sudahlah wong aku dibayar hanya untuk menjaganya jangan sampai kabur," ucapan penjaga menyimpan rasa penasaran diri Ayu.

Krotak bunyi suara kunci sedang dibuka. Setelah pintu terbuka, seorang wanita bermasker berdiri di depan gadis yang masih duduk di kursi. Ayu mendongak memindai seorang wanita bertubuh gemuk memasuki ruangan. Gadis itu seperti mengenali postur tubuh itu namun tidak yakin wajahnya tertutup masker. Wanita yang baru tiba, membuka maskernya ujung bibirnya berjengit dan keluar suara decihan.

" Heh! kamu kira kamu siapa beraninya mencintai suamiku? Dengar! Kalau kamu masih mengejar suamiku maka aku tidak segan membuatmu jadi santapan para preman yang kemarin menculikmu, paham!" Kacamata hitang bertengger di kepalanya.

"Bu ... bu Wiwin, maksudmu mencintai suamimu? Maaf aku tidak mengerti Bu Wiwin. Siapa yang dimaksud suamimu?"

"Diam, kamu jangan pura-pura! Dasar cewek gatel, suami orang masih pula kamu goda," ujarnya lagi. Ayu yang tidak terima pada tuduhan Wiwin segera berdiri dan melangkan mendekat. Sontak Wiwin kaget saat menyadari Ayu sudah tidak lagi terikat, kemudian mundur, namun Ayu pun mendekat hingga wajah mereka nyaris beradu.

"Hasan, kenapa gadis ini bisa lepas dari ikatanya?" jeritnya memanggil lelaki yang ditugasi menjaga Ayu semalam. Ia memundurkan tubuhnya, nyaris saja terjengkang karena sandal yang Wiwin pake ber-hak tinggi. Namun lelaki itu entah kemana, membuat nyali Wiwin jadi ciut.

"Kenapa Bu Wiwin? Apa ibu takut pada saya? Tenang saja Bu aku tidak akan balas dendam. Saya hanya butuh penjelasan siapa yang dimaksud ibu itu suami, siapa yang sudah saya goda dan apa maksud ibu menculik aku?" walaupun Wiwin merasa gentar karena Ayu kini tak terikat lagi, namun hatinya terlanjur marah.

"Kamu jangan pura-pura Ayu, bukannya kamu menyukai dosenmu itu?" jawab Wiwin.

"Dosen? Apa yang ibu maksud itu Pak Rafael? Oh, jadi Ibu kini istrinya Pak Rafael?" tanya Ayu merasa ada silet mampir di lubuk hatinya.

"Dari mana ibu tahu kalau aku menyukai Pak Rafael? Apa ibu pernah melihat aku bersamanya? Tidak kan? Terus kenapa ibu berpikir kalau aku menyukai Pak Rafa dan berniat merebutnya darimu?" jawaban Ayu memojokan Wiwin. Gadis tambun itu tak menjawab, saat itu lelaki yang dipanggil Hasan mendekat. Wiwin kembali bertenaga segera memerintahkan untuk mengikat kembali Ayu.

"Hasan kamu ikat lagi gadis ini, cepat!" perintahnya. Hasan menatap Ayu ragu. Gadis ini mampu membuka tali, sementara tali yang teronggok di bawak masih terikat artinya gadis ini lepas tanpa membuka ikatanya.

Ayu mentap tajam netra Hasan, dari mata Ayu terlihat kilatan mematikan. Hasan yang sedari tadi hanya terpaku mendadak gemetaran sambil memundurkan tubuhnya.

"U ...lar," Hasan lantas tak sadarkan diri. Wiwin terpaku menatap lelaki yang disewa untuk menjaga Ayu malah pingsan. Hatinya merasa gelisah dan bingung kenapa Hasan menyebut ular. Gadis itu kembali mundur takut Ayu balik menyerang dirinya.

"Kenapa Bu Wiwiwn malah diam, ayo apa yang ingin ibu lakukan padaku, bukannya ibu ingin mencelakai aku karena ibu takut pak Rafael direbut olehku? Apa ibu kira setelah tahu ibu menculiku pak Rafa akan memaafkan ibu? Kenapa pikiranmu sempit sekali, Bu Wiwin?" Wiwin merasa tertohok oleh ucapan Ayu. Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Rasa sesal menghantui hatinya namun rasa sesal bukanlah solusi untuk saat ini. Kini Ayu berdiri di depan matanya sambil terus menatap tajam.

"Eu, ... maaf Ayu saya merasa cemburu sekali kepadamu. Hingga aku nekat menyuruh orang untuk menculikmu," ujarnya terbata.

"Cemburu, katamu, Bu wiwin. Apa yang membuatmu cemburu. Hampir satu tahun aku tidak melihat Pak Rafa baru hari kemarin di acara pa Arka aku melihatnya lagi, dan itu pun kami hanya bertemu sekilas. Terus Ibu merasa ketakutan? Atas dasar apa sampai ibu nekad mau mencelakai diriku, Bu?" tanya Ayu.

"Di ponsel suamiku, banyak sekali fotomu, dan aku sering melihat kalau dia selalu menatap fotomu itu, istri mana yang tidak cemburu jika melihat suaminya terus memandangi foto perempuan lain," jawab Wiwin. Ayu hanya mendengkus mendengar jawaban istri Rafael.

"Sebelum segalanya terlambat, cepat kembalikan aku ke rumahku. Demi suamimu yang aku hormati aku tidak akan memperpanjang masalah ini." Ujar Ayu.

Wiwin merasa tidak yakin dengan apa yang barusan Ayu ucapkan.

ParadeMumtazBatch1

#TantanganMenulisNovel

#Jumkat912

#Day23

Titisan Nyai RonggengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang