Bab 6 Desa tempat penelitian

3 1 0
                                    

Ayu yang masih duduk segera membalikan badan dan mencari siapa gerangan yang memanggil. Sampai clingak clinguk namun tak satupun orang yang memanggil dirinya.

"Tadi perasaan ada yang manggil aku, kok nggak ada siapa pun di sekitar sini yang aku kenal yah?" gumamnya dalam hati.

"Kenapa, Yu? Nyari siapa?" Alea mengikuti arah pandang Ayu yang liar menyapu seluruh area rumah makan.

"Aku kaya mendengar suara seseorang yang memanggilku," ujarnya.

"Halusinasi kale, Yu," ujar Alea sambil menyengir disambut anggukan Ayu. Semenjak kehadiran Nenek yang mengaku nenek buyutnya dalam mimpi, kehidupan Ayu jadi berubah. Tidak ada lagi rasa nyaman bila bertemu kaum lelaki. Mata elang mereka terus mengunti kemanapun Ayu pergi.

Setelah merasa cukup lama beristirahat mereka kembali melanjutkan perjalanan hingga tiba di pertigaan patung ikan terbang.

"Alea itu pintu gerbang ke pantai Pangandaran bukan? wow indah sekali, aku baru kali ini ke Pangandaran. Bagaimana kalau disela luang penelitian kita jalan-jalan ke Pantai Pangandaran yang tersohor itu, Lea," usul Ayu yang merasa takjub saat melihat pintu gerbang menuju Pantai.

"Iyah, Neng itu pintu gerbangnya, tapi berhubung hari menjelang sore sebaiknya kita melanjutkan perjalanan. Tidak apa-apa kan Neng?" Mang Jaka yang menjawab.

"Iyah tidak apa-apa kita ke tempat tujuan saja," Alea menyetujuii ucapan Jaka lelaki yang peawai menjalankan kendaraan yang kini dia tumpangi.

Setibanya di Desa Cikalong matahari nyaris tenggelam, di ujung barat langit bersinar keemasan, sementara kicau burung di rumpun bambu saling bersahutan menyambut senja. Mobil yang Jaka kendarai berhenti di halaman sebuah bangunan yang tetera bacaan Balai Desa Cikalong, di seberang jalan saling berhadapan sebuah surau berdiri dengan megahnya. Seorang lelaki datang menghampiri sambil bertanya. Alea membuka jendela, gadis itu merasa tidak sopan menyapa lewat jendela dia memilih turun dari mobil.

"Maaf, Tẻh mau mencari siapa yah? Balai desa sudah tutup tapi kalau mau ke rumah pak Kades bisa kami antar," ujar seseorang yang mendekat ke mobil.

"Iyah maaf, Pak, saya mau mencari rumah Pak Kades, apa dekat dari sini?" tanya Alea.

"Apa, neng mau di antar atau di tunjukin saja letaknya?" jawab seorang lelaki berkopiah putih.

"Tunjukin saja,Pak takutnya Bapak terganggu," jawab Alea yang kini sudah turun dari mobil.

"Baiklah, Neng terus jalan di jalan ini nanti neng menemukan belokan ke satu, belokan kedua, nah pas neng menemukan belokan ketiga nah disitulah rumah Pak Kades. Namanya Pak Ruspandi istrinya ibu Yuyum Maryati, Neng bisa tanya kalau nanti sudah melewati belokan ketiga." Jawab lelaki tadi.

"Baiklah, Pak saya permisi. Terimakasih." Jawab Alea sambil menyalami lelaki yang tadi memberi petunjuk kemudian naik kembali ke mobil. mobil. Tidak membutuhkan waktu yang lama mereka sudah tiba di belokan ketiga. Seorang lelaki dengan pakaian kotor sedang duduk di akar pohon kelapa. Netranya tajam menatap ke arah mobil.

Saat mereka turun dari mobil Ayu merasakan desiran angin menerpa tubuhnya, kakinya yang berpijak di tanah pun merasakan sesuatu yang terasa nyaman dan merasa tanah in tidak asing di benaknya.

"Yu! Siapa dia? Ko pandangannya dingin ke gitu aku takut," ujar Alea berbisik. Ayu hanya diam, sudut matanya melirik keberadaan lelaki yang duduk di akar pohon kelapa.

"Jangan kamu lihat, Lea! Pokus saja ke rumah Pak Kades!"

"Mang itu ada rumah tadi kata Bapak-bapak rumah pak Kades setelah belokan, artinya pasti ini rumahnya," ujar Alea tak lagi mempermasalahkan pemuda aneh itu.

Dari dalam rumah muncul seorang wanita yang terlihat cukup cantik menatap mobil yang berhenti di pinggir jalan lalu mendekat.

"Mau nyari siapa, Neng?" tanyanya saat Alea dan Ayu mendekat.

"Maaf ibu saya mau mencari rumah Bapak Kepala Desa, apa betul ini rumahnya?" tanya Ayu.

"Betul neng, Oh Neng ini dari mana sore-sore begini mencari rumah kepala desa," tanya perempuan itu sepertinya dia merasa curiga takut yang datang berniat jahat.

"Maaf, ibu perkenalkan nama saya Ayuningtiyas mahasiswa dari Bandung, dan ini Alea teman saya. Saya mendapat tugas untuk penelitian, ibu," jawab Ayu sopan.

"Oh, baiklah silahkan masuk," jawabnya. Ayu dan Alea segera masuk ke halaman rumahnya. Tampak di teras ada kursi panjang dan sebuah meja besar. Tidak lama seorang lelaki berumur kaluar dari rumah menghampiri mereka.

"Pak, ini katanya mahasiswa Bandung mau penelitian di Desa Cikalong," ucapnya.

"Silahkan duduk, Neng!" ujar ibu yang ternyata istri Pak Kades.

"Oh, boleh Bapak lihat surat pengantarnya sekalian KTPnya, Neng?" tanya bapak yang terlihat berwibawa. Ayu segera mengeluarkan surat pengantar dan KTP.

Ayu mengulurkan surat pengantar dan KTP, kemudian di baca dan diteliti oleh Pak Kades.

"Hmm, apa kalian berdua yang akan penelitian di Desa Cikalong?" tanya Kades sambil menatap Ayu dan Alea bergantian."Tapi hanya satu nama yang tertera di suratnya.'

"Bukan, Pak hanya saya, teman saya penelitiannya di Desa Mergacinta Kec. Cijulang." Jawab Ayu.

"Oh ke Cijulang masih agak jauh, apa tidak sebaiknya besok pagi saja ke Cijulangnya. Mengingat kalian baru ke sini kan?" usul Pak Kades.

"Iyah, Pak baru kali ini. Oh masih jauh Pak? Apa saya tidak merepotkan seandainya ikut menginap dulu di sini?" Tanya Alea.

"Tidak, Neng kami sudah biasa menerima tamu," jawab Ibu Kades sambil menyuguhkan Aqua gelas di meja.

"Nama bapak, Rupasdi, dan ini istri bapak namanya ibu Yuyum," Ayu dan Alea segera menyalami keduanya takzim.

"Baiklah karena sudah sore kalian sebaiknya beristirahat dulu, dan Neng Alea sebaiknya besok pagi saja pergi ke Cijulangnya, bagaimana?" tanya Pak Kades memberi saran.

"Apa keberadaan saya tidak merepotkan Bapak?" tanya Alea lagi.

"Tentu saja tidak, di belakang rumah saya ada tiga kamar kosong yang biasa di gunakan oleh tamu seperti kalian silahkan nanti sama ibu diantar untuk istirahat saja dulu. Disana lengkap ada dapur kecil untuk kalian kalau ingin membuat makanan," jawabnya. "Dan mengenai lelaki yang tadi kalian lihat di pinggir jalan jangan khawatir, dia tidak pernah menganggu siapapun." Ujar Pak Kades berhasil menjawab pertanyaan kedua gadis yang tadi sempat merasa takut.

Setelah mendapat perintah untuk istirahat, Alea dan Ayu bangkit kemudian menuju tempat yang ditunjukan bu Kades.

"Tẻh, maaf ini kuncinya. Kata ibu suruh di kasihkan ke teteh berdua," Ayu dan Alea serempak berbalik saat mendengar suara seorang laki-laki, dan orang itu pemuda yang tadi duduk di akar kelapa.

"Eu, dari Bu Kades?" tanya Ayu ragu tapi tak urung juga mengulurkan tangan meraih kunci yang ada di tangan pemuda tadi. Pemuda itu mengangguk lalu berbalik dan kembali ke pohon kelapa.

"Terimakasih," seru Ayu.

Titisan Nyai RonggengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang