T e r o r [6] Surat dari Ibu ☑️

120 12 2
                                    

"Irawan minta maaf karena tidak patuh dengan larangan, Ibu." Ucap Irawan kepada Ibunya yang masih mematung.

"Tapi Irawan nggak bisa diam saja begini, di saat semua orang takut dengan t e r o r yang meresahkan, mereka terancam Bu, kita juga terancam. Jika semua memilih diam, siapa lagi yang akan mencari tahu penyebab masalah ini datang? Siapa yang mau berusaha dan mencoba mengamankan kampung kita ini, Bu?"

Hening ....

"Tolong izinkan Irawan menyelidiki masalah ini lebih dalam, meskipun nyawa adalah taruhannya! Terlebih lagi, Irawan kasihan sama Bapak, Bu. Karena bapak sedang di fitnah oleh mahluk yang menyerupainya. Tolong untuk saat ini, percaya sama Irawan."

Ibu tetap diam, tidak merespon Irawan sedikitpun..

"Bu, maafkan Tamara juga ya, Tamara salah, sudah membantah larangan Ibu. Tapi benar apa yang dikatakan bang Ir, tolong dukung Abang, Bu." Lirihnya.

Hening ...

"Jawab kami, Bu. Jangan diamkan kami seperti ini!" Tamara semakin histeris, pasalnya Ibu tidak pernah mendiamkan Tamara seperti ini sebelumnya.

Mendengar isakan Tamara, airmata Ibu luruh seketika. Ada sejuta kekecewaan di mata Ibu yang tak terungkap. Namun, Ibu sama sekali tidak mau menjawab kedua anaknya. Isak tangis Ibu masih terdengar jelas, airmata nya mengalir deras, sehingga membuat Ibu tidak mampu bersuara sedikitpun.

Irawan mendekat dan bersimpuh di kaki Ibu agar mendapatkan maaf dan izin darinya. Namun sayangnya, Ibu membatu. Ia malah memalingkan wajahnya, saat Irawan mendekat dan menjauhi keduanya.

POV_IRAWAN . . .

Tiba-tiba Ibu bangkit, masuk ke dalam kamar dengan langkah cepat dan mengunci pintu rapat-rapat.

Aku beralih ke tempat duduk yang baru saja di duduki oleh Ibu, perih sekali hati ini melihat Ibu bersikap dingin. Lebih baik, Ibu memarahiku daripada mendiamkan ku seperti ini. Tangisnya membuatku sangat merasa bersalah, tapi di sisi lain? --------

Ah, entahlah! Aku serba salah.

Tak terasa air bening menetes begitu saja tanpa bisa ku tahannya lagi. Sekarang, aku benar-benar merasa kalau aku sudah menjadi anak yang d u r h a k a pada Ibu. Padahal dialah satu-satunya orang yang aku punya selain Tamara.

Aku ada di posisi serba salah, saat ini aku sedang ada di posisi rumit yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.

Ibu sering memarahiku, tapi Ibu tidak pernah mendiamkan begini.

"Mungkin lebih baik, kita biarkan Ibu tenang dulu. Setelah itu, pelan-pelan kita minta maaf lagi sama Ibu, Bang." Usul Tamara, ia sibuk menyeka airmatanya.

Namun, Ibu tak kunjung keluar dari kamar, padahal, kami sengaja tidur di ruang tamu, hanya untuk menunggu Ibu.

Waktu sudah menjelang pagi, biasanya Ibu selalu bangun mengawali aktifitas, yaitu memasak. Kami mencoba mengetuk pintu kamar, namun nihil, ibu tidak mau menjawab ataupun membukakan pintu kamar untuk kami!

Sefatal itukah kesalahanku, sehingga Ibu sulit memaafkanku, Tuhan?

Aku bersandar di dinding dengan perasaan entah, saat ini aku ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya.

Dengan cara apa kami membujuk Ibu agar mau membuka pintu kamar?

"Bang Ir, coba buka pintunya dengan paksa!" Titah Tamara.

"D o b r a k, maksud kamu Ra?"

Tamara mengangguk.

"Baiklah! Akan aku coba dobrak pintu kamar Ibu sekarang, Ra!"

Irawan bersiap mengumpulkan tenaga, secepat kilat pintu berhasil di buka dengan paksa, hingga terbelah menjadi dua karena pukulan tenaga dalam yang terpendam milik Irawan.

*B R A A A A A K K K*

POV_AUTHOR

"Astagfirullah, I-B-U!"

"Kenapa Ibu, Bang!?"

"K e n a p a, Ibu melakukan ini, Bu?" Tamara menangis tersedu-sedu, begitupun Irawan.

Secepatnya Irawan memotong tali yang mengikat le her ibunya. Ibu melakukan Gan-tung d i r i, seluruh tubuhnya membiru, matanya me lo tot, lidahnya menju lur, lehernya terluka karena tali yang sangat kencang men ce kik.

"Ini salah aku, Ra!" Teriak

"Maafkan kami, Bu! Jangan tinggalkan kami, bangun bu, bangun!"

"Kenapa Ibu sampai melakukan ini?! Maafkan Irawan, Bu!"

Tangis mereka semakin menjadi-jadi ketika memeluk tubuh Ibunya yang sudah kaku, detak jantungnya sudah tidak terdengar lagi.

Mengapa Ibu melakukan hal yang sama sekali tidak pernah kami pikirkan?!

Malam ini, kami menjadi yatim piatu, orangtua kami sudah meninggal dunia dengan cara tragis. Bapak meninggal karena di b u n u h tanpa jejak, sampai saat ini kami tidak mengetahui siapa pelaku pembu-nuhan itu. Dan sekarang, Ibu juga meninggal dengan cara gant ung di ri.

"Bang Ir, a-pa ini?" Isak Tamara, ia mengambil kertas yang tergeletak di atas kasur.

Kami langsung membuka kertas yang di biarkan terbuka itu, dengan sesenggukan kami mulai membacanya. Penulis surat ini, tak lain adalah Ibu, ia sudah merencanakan ini semua sejak awal.

✍Teruntuk kedua anakku, Irawan dan Tamara.

Maafkan Ibu ya, mungkin jika kalian membaca surat ini, Ibu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Ibu harap, kalian bisa saling menyayangi dan menjadi anak yang berguna untuk banyak orang.

Jika kalian pikir, Ibu tak menyayangi kalian lagi? Itu salah besar, Nak. Karena dari dulu hingga sampai saat ini, rasa sayang Ibu tidak pernah berkurang sedikitpun.

Maafkan sikap Ibu selama ini, terutama maaf Ibu padamu, Irawan. Maafkan sikap Ibu selama sehingga membuatmu sakit hati, Ibu selalu menuntutmu mandiri dan serba bisa, bahkan Ibu memaksamu tetap berada di kota.

Semata-mata untuk kebaikanmu, bukan karena Ibu tidak sayang lagi padamu. Tangis Ibu saat mengingatmu, siapa yang tau?

Bahkan Tamara, adikmu saja tidak pernah

Semenjak kepergian Bapak, Ibu menjadi seperti ini, Ibu menjadi pemarah, kejam dan begitu tega menempatkan kamu jauh dari kampung.

Ibu sedih, Nak! Bahkan setiap malam, Ibu menangisimu karena rindu. Tapi Ibu tidak punya pilihan lain, ini semua demi kebaikan kamu, ini demi kebaikan kita bersama.

Bapak telah tiada, saat itu Ibu kehilangan arah dan tujuan! Namun Ibu bahagia masih memiliki kalian, tapi di sisi lain Ibu bingung, Ibu benar-benar tidak tahu lagi, harus bagaimana melindungi kalian dari bahaya yang sedang mengancam.

Sehingga perubahan sikap Ibu berubah drastis, sikap Ibu terkesan sudah tidak menyayangi kalian lagi, kan? Terutama pada Irawan.

Justru Ibu sangat menyayangi kalian, Ibu tidak mau kehilangan kalian. Larangan Ibu bukan tanpa alasan, Ibu hanya takut kehilangan kalian, karena harta paling berharga di hidup Ibu sekarang hanyalah kalian, Irawan, Tamara. Ibu tidak mau kalian ikut menjadi kor-ban selanjutnya, karena Ibu tidak akan rela jika itu terjadi.

Apa yang kalian lihat tentang Bapak itu memanglah benar. Yang kalian lihat itu adalah arwah Bapak yang di kendalikan oleh seseorang.

Maafkan Ibu sudah berbohong pada kalian, Ibu tidak jujur pada kalian. Tapi sekarang Ibu akan berkata jujur melalui surat ini.

Sebenarnya, Ibu memiliki rahasia besar.

BERSAMBUNG.

TERORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang