Serayu sempat tidur siang sejenak, ketika dia bangun, matahari masih terang di luar. Manika berkata itu baru pertengahan waktu Teja (16.00), terlalu cepat untuk makan malam dan Serayu yang cukup istirahat merasa dia punya banyak energi untuk dihabiskan.
Awalnya Serayu ingin mengajak Larasasi untuk berjalan-jalan, tapi ternyata kakak sepupunya itu sudah pergi lebih dulu bersama beberapa nona muda. Melihat dia tertidur karena kelelahan, Larasasi tidak tega membangunkannya dan hanya membiarkan Serayu istirahat di kamar.
Mendengar jika Serayu ingin melihat pemandangan di anglung, salah satu pelayan senior yang sengaja diperintahkan Larasasi untuk berjaga apabila Serayu menanyakannya berkata, "Nimas, jangan pergi terlalu jauh, hati-hati dengan angin dingin di bukit." Dia juga telah mendengar bahwa tubuh Serayu lemah di masa lalu, jadi dengan perhatian menasihati.
"Jangan khawatir," jawab Serayu, sebelum berjalan pergi bersama kedua pelayannya. Melihat pelayan milik anglung Rajapati Inker hendak mengikuti, Serayu mengangkat tangannya dan berkata, "Aku hanya akan berjalan di sekitar kebun kesemek, tidak perlu merepotkanmu."
Pelayan itu mengangguk patuh. Tuan mereka berpesan, selama para tamu berkeliaran di lokasi yang diizinkan, mereka tidak perlu dibatasi begitu ketat.
Serayu dan kedua pelayannya berkeliling beberapa saat dan merasa sangat disayangkan tidak menemukan kesemek matang. Untungnya, pemandangan di sana masih sangat bagus dan melihat pohon-pohon buah yang dirawat dengan baik, itu juga menyenangkan mata.
"Jika Nimas ingin memakan kesemek, bagaimana jika meminta Arya Sakala memerintahkan orang mencarinya?" tanya Candani.
"Lupakan saja. Ini belum musimnya, jadi pasti akan sulit ditemukan." Meskipun Serayu adalah pecinta kuliner, tapi dia tidak akan menyulitkan orang lain hanya untuk memenuhi seleranya.
Candani berpikir bahwa Serayu ada benarnya. Bahkan jika kesemek ditemukan di daerah lain, itu tidak akan segar lagi saat sampai di ibu kota.
Merasa sudah cukup melihat-lihat dan ingin pergi ke tempat lain, Serayu yang hendak mengajak kedua pelayannya kembali ke halaman merasakan sekelebat bayangan melintas dari sudut matanya. Karena posisi mereka, meskipun jaraknya tidak begitu jauh, tapi pihak lain tidak bisa melihat Serayu sehingga yang lain menjadi kurang hati-hati.
Apa yang membuat Serayu sedikit terhenti adalah, dia mendapati seorang pria tengah berdiri menatap lereng di kejauhan. Orang itu tampaknya juga tidak terlalu memperhatikan sekitar, sebab ia hanya berbalik ketika mendengar suara langkah kaki yang mendekat pada jarak beberapa depa.
Kerena berdiri menyamping, hanya sisi wajahnya yang terlihat, tapi garis besarnya bisa dibedakan bahwa yang lain memiliki sosok yang bagus. Dari busana dan mahkotanya, pria itu jelas berpangkat tinggi. Melihat gadis yang menghampiri dengan malu-malu, ia masih menjaga jarak sopan dan hanya mengangguk.
Entah apa yang keduanya bicarakan―atau lebih tepat jika dikatakan gadis itulah satu-satunya yang menggerakkan mulut, karena pihak lawan hanya sesekali memberikan tanggapan singkat.
Kemudian tangan gadis itu terulur ke depan, tapi pria itu buru-buru mundur. Tampaknya tidak senang dengan perilaku yang lain, suara pria itu menjadi lebih jelas dan memberikan peringatan yang terdengar samar-samar.
Gadis itu tersentak, mungkin terkejut karena tidak menyangka akan ditolak sedemikian rupa oleh pria yang biasanya begitu lembut. Suara tangisnya terdengar sayup-sayup, yang terbawa angin sampai ke tempat Serayu berdiri.
Tepat ketika Serayu akan pergi, sekali lagi matanya menangkap gerakan dari arah lain. Kali ini pengunjung itu cukup ramai, mungkin rombongan para nona muda yang berjalan-jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laksana Angin Bagaikan Hujan
Fiksi SejarahSebagai gadis malas yang lebih suka duduk bahkan jika disuruh berdiri, Serayu merasa aturan wanita bangsawan tidak cocok untuknya. Karena itu, ketika Maharaja menjodohkannya dengan seorang ajipati, haruskah Serayu bertindak sebagai wanita yang sesua...