Terlepas dari beberapa masalah yang terjadi, jadwal ujian istana sama sekali tidak terpengaruh dan pada hari yang ditentukan, seluruh peserta ujian bergegas menuju gerbang istana.
Setelah serangkaian upacara penyambutan untuk Maharaja, seluruh peserta ujian dibimbing memasuki aula emas. Seharusnya ada 50 orang di sana, tapi karena kejadian terakhir kali di mana 2 orang meninggal dan beberapa harus didiskualifikasi karena berbagai alasan seperti kurangnya moral seorang calon cendekiawan, hanya tersisa 43 orang peserta.
Tidak seperti ujian-ujian sebelumnya di mana para peserta ditempatkan di ruang tertutup, kali ini mereka semua diatur di area terbuka, duduk di atas tikar anyaman dengan meja masing-masing. Para pengawas berkeliaran di sekitar dan dari tempat duduk khususnya, Maharaja Dharmalokapaji juga bisa menyaksikan secara langsung bagaimana calon cendekiawan itu menjawab soal.
Ujian dimulai pada pertengahan waktu Rawi (08.00) sampai akhir waktu Pirau (11.59). Itu tidak bisa dikatakan lama, tapi juga cukup sempit untuk para calon cendekiawan menyelesaikan masalah yang pelik. Hanya ada tiga soal ujian, tapi tidak seperti sebelumnya di mana jawaban bisa berlandaskan teori buku, kali ini Maharaja Dharmalokapaji menuntut para peserta ujian memecahkan masalah dengan upaya mereka sendiri.
Hingga akhirnya pengawas memukul gong dan menyatakan waktu telah habis, para peserta itu harus meletakkan kuas mereka terlepas dari selesai atau tidaknya mereka menulis jawaban.
Setelah para pengawas mengumpulkan lembar jawaban dan mengumumkan pembubaran, mereka semua bergegas pergi. Bahkan jika mereka masih ingin melihat istana lebih lama, itu tidak akan mungkin. Mereka hanya berharap jika suatu hari, mereka akan diangkat sebagai pejabat yang pantas dan bisa masuk menghadiri pengadilan pagi di aula emas ini.
Sama seperti sebelumnya, hasil pengumuman juga akan keluar dalam tiga hari. Jadi pada waktu yang ditentukan, sementara ke-43 peserta ujian sekali lagi datang ke istana untuk mendengarkan pengumuman, banyak orang telah berduyun-duyun ke pinggir jalan utama―menunggu parade pemenang gelar cendekiawan tahun itu.
Di aula emas, pemimpin pengawas ujian memanggil satu-persatu nama dalam daftar 10 besar. Ketika Nagendra, disebutkan sebagai juara kedua, beberapa orang merasa sangat terkejut. Namun, saat kemudian pengawas itu menyebut Sanjaya sebagai juara pertama, kebanyakan dari mereka bisa mengerti.
Urutan sebelumnya tidak menentukan siapa yang akan menjadi juara sejati, terutama penilaian kali ini bukanlah mengenai seberapa mampu peserta ujian mengingat bacaan mereka, melainkan sejauh mana pikiran mereka bisa memecahkan masalah berdasarkan kemampuan pribadi.
Jadi saat Sanjaya memimpin menunggangi kuda gagah dan keluar dari gerbang istana, semua orang tidak bisa menahan sorakan. Melihat wajahnya yang tampan dengan senyum lembut yang tidak berbahaya, para gadis muda yang telah menunggu di lantai dua kedai atau toko di jalan utama tidak bisa tidak merona.
Bunga, sapu tangan sutra dan berbagai kantong wewangian dilemparkan ke arah para pemenang itu. Tak bisa dihindari jika mereka memiliki banyak peminat, karena juara-juara tahun ini cukup muda dan terutama begitu tampan.
Ketika Sanjaya tanpa sengaja menangkap bunga yang dilemparkan ke arahnya, pria itu menatap ke lantai dua sebuah kedai. Memandang gadis yang tertawa itu, ia merasa tak berdaya. Namun, pria itu tetap tersenyum dan melambaikan bunganya, sebelum melanjutkan perjalanan kembali.
Serayu terkekeh melihat wajah saudaranya yang kaget, mungkin mengira entah bagaimana dia menangkap bunga dari gadis yang tidak dikenal dan khawatir membuat rumor. Jelas Sanjaya sangat lega ketika melihat itu adalah Serayu, yang membuat Larasasi juga tidak bisa menahan tawa.
"Dipati-arya Satya ini sebenarnya sangat tampan. Andaikan ia tinggal di ibu kota sejak dulu, mungkin pamornya tidak kalah dari Dipati-arya Virwa dan Adipati-arya Amurwa." Sebuah suara dari ruang pribadi di samping terdengar berbicara.
![](https://img.wattpad.com/cover/369610148-288-k570114.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Laksana Angin Bagaikan Hujan
Historical FictionSebagai gadis malas yang lebih suka duduk bahkan jika disuruh berdiri, Serayu merasa aturan wanita bangsawan tidak cocok untuknya. Karena itu, ketika Maharaja menjodohkannya dengan seorang ajipati, haruskah Serayu bertindak sebagai wanita yang sesua...