Dengan musim panen yang berlalu dan pembayaran pajak telah dikumpulkan dari seluruh negeri, beberapa rumah bangsawan terhormat mendapat undangan. Itu adalah dari kediaman Rajapati Inker, yang ditugaskan oleh Maharaja Dharmalokapaji sebagai tuan rumah dari kegiatan perburuan kerajaan untuk merayakan selesainya musim panen. Para pesertanya adalah generasi muda dari kerabat kerajaan serta para tuan muda dan nona muda bangsawasan yang dikira layak untuk hadir.
Inilah tradisi setiap tahunnya, di mana Maharaja akan menunjuk seseorang dari kerabat kerajaan sebagai tuan rumah kegiatan. Hal ini dilakukan karena anak-anak muda yang belum menikah dan tidak berdarah kerajaan tidak selalu bisa menghadiri jamuan di istana, jadi mereka dibiarkan bersenang-senang di luar untuk menunjukkan kepedulian sang penguasa bagi para keluarga abdinya.
Ketika wastu Dipati Satya menerima undangan, Serayu awalnya mengira bisa terbebas dari kegiatan perburuan ini, sampai dia mengetahui jika namanya disebutkan dengan jelas dalam undangan bersama Sanjaya dan Sakala.
Hampir dua bulan berada di ibu kota, Serayu tentunya tidak bisa menggunakan alasan belum beradaptasi dengan suasana lagi, sehingga dia harus setuju untuk hadir dan menemani Larasasi yang juga akan datang bersama saudaranya yang lain.
Pada hari yang ditentukan, Larasasi dan sepupu yang lain tiba di wastu Dipati Satya lebih awal. Melihat Serayu masih mengenakan caping bertirai kasa, Larasasi sudah maklum dan tidak banyak bertanya. Pikirnya, ini juga baik-baik saja, bagaimanapun adik sepupunya itu memang sangat cantik sehingga bagus untuk tidak terlalu mencolok.
Mereka pergi bersama dengan dua saudara lelaki Serayu dan juga sepupu dari rumah Patih Saksuma. Sementara dua gadis itu duduk bersama pelayan mereka di dalam gerbong kereta, para tuan muda yang bersemangat lebih memilih menunggang kuda untuk unjuk kegagahan.
Rajapati Inker mengadakan perjamuan di anglung yang berada di luar kota. Dikatakan bahwa tempat itu sangat indah, berada di puncak bukit dan pemandangan selama perjalanan sangat memanjakan mata. Jadi selain merasa terhormat karena mendapat undangan, mereka yang bisa hadir juga senang bisa menikmati panorama.
Mereka berangkat di pertengahan waktu Rawi (pukul 07.00 pagi), jadi perkiraan sampai adalah sebelum siang. Karena para tamu diundang untuk menginap di anglung, mereka tentu saja membawa beberapa perbekalan untuk persiapan selama tiga hari dua malam.
"Tahun lalu, yang menjadi perwakilan kerajaan sebagai tuan rumah adalah Ajipati Rangkong. Saat itu Rajapati Inker berhasil menangkap buruan paling besar, seekor harimau. Jadi sebagai pemenang, pastilah menjadi salah satu pertimbangan juga menunjuk beliau sebagai tuan rumah tahun ini." Pendra, salah satu tuan muda dari wastu Patih Saksuma berkata.
Rumah Patih Saksuma memiliki empat anak, tiga lelaki dan satu perempuan. Putra sulung, Pramadana, telah mengambil gelar dan bekerja sebagai wakil menteri pertahanan di istana. Tidak hanya latar belakangnya yang terhormat, tapi status dan jabatan yang ia pegang juga sangat penting.
Putra kedua, Wiryasa, adalah seorang panglima perang yang saat ini masih bertugas untuk menjaga perbatasan. Meskipun tidak memiliki gelar bangsawan, tapi ia akan secara resmi diberi judul senapati sekembalinya ke ibu kota nanti. Wiryasa sudah hampir 13 tahun berada di perbatasan, dan karena saat itu putra kedua dan ketiganya, yakni Pendra dan Sambara, masih terlalu kecil, keduanya ditinggalkan di ibu kota bersama Pramadana.
Adapun putra bungsu, Haryatma, adalah seorang guru di Padepokan Tirtamara Cetha. Pria ini dikenal paling lembut di antara semua saudara, tidak berambisi dan lebih menyukai membaca ketimbang bela diri. Meskipun kariernya tak setinggi dua saudara lelakinya yang lain, Haryatma dulunya adalah seorang juara ujian cendekiawan sehingga ia juga terkenal di kalangan terpelajar dan banyak generasi muda yang ingin memintanya sebagai guru pribadi mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Laksana Angin Bagaikan Hujan
Fiction HistoriqueSebagai gadis malas yang lebih suka duduk bahkan jika disuruh berdiri, Serayu merasa aturan wanita bangsawan tidak cocok untuknya. Karena itu, ketika Maharaja menjodohkannya dengan seorang ajipati, haruskah Serayu bertindak sebagai wanita yang sesua...