15. CLUB PASKAL

11.6K 538 1K
                                    

Ayo, vote dulu sebelum membaca💋💗
Semoga suka, Amin.

15. CLUB PASKAL

***

Pukul 23.00 Wib.

Hanya memakai setelan piyama bermotif Alpaca, Salwa meninggalkan rumah bersama Hanna menggunakan Vespa Matic menuju ke club ternama di Bandung. Mereka berdua mengambil keputusan berani di tengah malam yang nyaris menyentuh dini hari setelah menerima kabar bahwa Ravin dan anggota Derton melakukan acara minum-minum.

Selama di perjalanan dengan kecepatan motor melaju kencang, bohong jika Salwa tidak cemas, ia bahkan berulang kali merasa bersalah. Kejadian kemarin dan berita yang perempuan itu terima beberapa menit lalu, sukses menyadarkan pikiran kalutnya, ia terlalu jahat untuk Ravin yang selalu melakukan segalanya.

"Pegangan, Sal, gue ngebut," kata Hanna sambil membenarkan helm pororonya.

"Tempatnya masih jauh ya, Na?" tanya Salwa. Selain tidak pernah keluar tanpa ajudan malam-malam, ia juga tidak pernah datang ke tempat penuh dosa itu, yang sebagian besar remaja sekarang menyebutnya sebagai tempat pelepas penat.

"Bentar lagi, udah lo pegangan yang kuat. Nggak usah takut, jalanan kalau sepi begini buat kita cepet sampai."

"Justru karena jalannya sepi, gue takut."

"Ada gue, tuh di depan ada mobil, kita ada temennya." Hanna kembali menancap gas di atas kecepatan 100 km/jam.

Sesampainya di pelataran Club Paskal Bandung, lampu warna-warni dari bangunan 2 lantai itu menyambut mereka. Baru saja Hanna mematikan mesin motornya, Salwa sudah memburu langkah cepat masuk ke dalam club, mencari seseorang yang kini memenuhi pikirannya.

"SALWA, TUNGGUIN GUE!" teriak Hanna di tengah kerepotan mencari tempat parkir khusus motor.

Suara musik berdentum keras memekakkan telinga Salwa. Lampu warna-warni yang sempat ia lihat di luar bangunan, terasa menusuk mata ketika disaksikan secara langsung. Salwa memantapkan tekadnya, menggigit bibir dan mengepalkan tangan, lalu melangkah pasti dengan masih mengenakan helm Pororo kesayangannya.

"Maaf, ini bukan tempat untuk anak kecil," ujar security menghadang Salwa di bagian pemeriksaan identitas.

Salwa memutar otak. Ayah, maaf.

"Bapak tau Jenderal Labda yang sekarang menjabat sebagai Panglima Indonesia? Itu ayah saya, jadi izinkan saya masuk sebelum—"

"Jangan mengada-ngada kamu, mana mungkin anak Jenderal datang ke tempat seperti ini?" potong security satunya, bernama Hanjar.

"Saya serius, kalau tidak percaya bapak bisa—" Salwa menggantungkan ucapannya seraya berpikir, tidak mungkin ia menelepon Ayahnya, mengingat tempat ini adalah club malam.

"Apa? Jangan bilang kalau kamu datang ke tempat ini mau open BO?"

"Lihat itu penampilan kamu, memakai piyama selutut dan berbahan tipis."

Hanjar tertawa merendahkan, tidak heran dengan remaja zaman sekarang.

"Kami banyak menemui anak seusia kamu melakukan open BO karena masalah ekonomi. Sudah-sudah, lebih baik kamu pulang dan tidur, besok masih harus sekolah!" 

Dua security itu tidak memedulikan keberadaan Salwa dan melanjutkan pengecekan identitas terhadap pengunjung lain. Cibiran, cemohaan, sampai ejekan rendahan dikatakan mereka secara terang-terangan.

Memang, penampilan Salwa tidak sama dengan mereka yang hanya memakai piyama, sementara perempuan lain memakai baju sexy dengan belahan rendah, bentuk badan mereka nyaris terlihat semua. Salwa semakin kalut di posisinya, ia tidak diizinkan masuk dan sialnya ia melupakan barang paling penting sekarang, ponselnya tertinggal di rumah.

RAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang