"Our Past"

92 2 0
                                    

Saat itu aku baru berumur enam belas tahun ketika berhadapan dengan kenyataan pahit bahwa kedua orang tuaku meninggal tepat di hadapanku. Akal sehatku sedang tak berada dalam posisinya saat itu, dan kedua bola mataku telah merekam semua rangkaian kejadian itu dan menyimpannya dengan rapi di dalam ingatanku. Saat itu aku terduduk di kursi dalam keadaan diikat dengan tali tambang yang sangat erat, sekujur tubuhku rasanya remuk dan kaku, bahkan sepertinya aliran darahku tak lancar kala itu. Di sebelahku, sebuah kursi dihuni oleh kakak laki-lakiku yang juga terikat dengan erat. Ia berusia empat tahun lebih tua dariku, matanya sudah terpejam semenjak kami berdua terikat disini, sedangkan aku dengan bodohnya malah terus menatap rangkaian kejadian itu dengan seksama, sehingga meninggalkan sebuah trauma besar dalam hidupku, dan yang lebih bodohnya kakakku tak melarangku atau mencegahku untuk melihat sama sekali atau bahkan mencegah kejadian itu terjadi. Kami berdua tampak tak berdaya layaknya dua boneka bodoh yang tengah dipermainkan dengan kasar. Kakak yang kupikir lebih dewasa ternyata seorang pengecut yang bahkan tak bisa melindungi adiknya sendiri.


Tepat pada hari itu, hujan deras mengguyur daerah tempat kami tinggal. Seorang dengan badan tinggi dan proposional mengenakan pakaian serba hitam masuk ke dalam rumah kami. Mukanya tak terlihat sama sekali karena tertutup topi dan masker hitam. Jaketnya pun tampak membalut tubuhnya dengan sempurna, aku yang saat itu sedang menonton televisi sendirian di ruang keluarga diberi isyarat olehnya untuk diam sementara ia menuju saklar listrik di dalam rumahku kemudian membuat semuanya gelap gulita. Aku hampir menjerit jikalau tidak langsung ditutup oleh sapu tangan yang berbau aneh yang menimbulkan hilangnya kesadaran dalam diriku. Saat aku terbangun, aku sudah terikat di kursi kayu milik keluarga kecil kami yang menghadap langsung ke ruang keluarga, di sebelahku, kakak laki-lakiku sudah menutup mata sekuat tenaga dengan tubuh yang bergetar hebat. Aku pun mendapati pemandangan yang tak menyenangkan tersaji di ruang keluargaku. Yang kulihat hanyalah bayangan seseorang yang memegang pisau di tangannya dan menyayat dengan sadis leher milik kedua orang tuaku. Rumah kami gelap gulita, namun pria tadi melakukan gerakan membabi buta dengan pisau di tangannya yang membuatku menjerit di dalam hati. Dan detik berikutnya bau anyir dan amis khas darah sudah menyeruak masuk ke dalam indera penciumanku. Aku tak berkutik saat itu, yang bisa kulakukan hanya diam, namun aku tak dapat membuat kelopak mataku bergerak menutup, rasanya seperti dipaksa menonton film horor pada bagian klimaks, begitu menyeramkan, begitu tegang, namun penuh rasa ingin tahu. Dengan begitulah akhirnya aku menyaksikan kejadian itu secara detail dan merekam serta menyimpannya dengan baik. Setelah puas, orang berpakaian hitam tadi keluar dari rumah kami begitu saja, tanpa mengucapkan selamat tinggal.

Malam itu aku tertidur ditemani bau anyir dan amis yang terus saja memasuki indera penciumanku. Badan kakakku terus saja bergetar hebat, entah ia menggigil atau terlalu takut aku tidak tau. Namun, yang aku baru sadari adalah, kenapa aku tak merasakan ketakutan sama sekali? Rasanya tadi seperti kejadian biasa yang tak perlu ditakuti, namun kenapa kakakku terlihat begitu menyedihkan dengan badan penuh keringat dan bergetar hebat. Aku kemudian tertidur hingga esok pagi hingga akhirnya para tetangga memaksa masuk ke dalam rumah kami yang begitu gelap dan menemukan pemandangan naas keluarga kami.

Pada saat cahaya masuk ke dalam rumah kami, yang pertama kulihat adalah potongan-potongan tubuh kedua orang tuaku di ruang keluarga, serta darah yang berada dimana-mana. Ahjumma tetangga sebelah rumah kami langsung memelukku dan menutupi pandanganku begitu ia masuk, sepertinya ia berusaha agar aku tak melihat keadaan orang tuaku, namun sayangnya pemandangan itu sudah tersimpan rapi dalam otakku.

i'm sorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang