"next"

21 0 0
                                    

Aku memandangi jalanan yang kosong dengan sebuah tatapan hampa. Bayang-bayangku yang tercipta oleh benderang rembulan itu terlukis memanjang di atas jalanan beraspal. Ditanganku, aku tengah memegang sebuah botol soju yang sudah tak berisi. Aku terdiam, memandangi bayangan diriku sendiri yang tengah memegang botol kosong itu. Gejolak aneh yang penuh sensasi itu masih mendiami tubuhku, rasanya seperti mereka telah bertempat tinggal di dalam nadiku. Membuat setiap detik dalam hidupku terus merasakan kehadiran mereka.

Walaupun samar aku masih dapat mencium perpaduan menyengat antara darah dan alkohol dari balik maskerku. Tentu saja itu berasal dari tanganku yang masih mengenakan sarung tangan berlumuran darah dan berpegangan pada sebuah botol soju yang masih memiliki bau menyengat alkohol itu. Jangan khawatir, aku tak mabuk. Alkohol adalah sumber kebencianku. Dan itulah mengapa bau alkohol yang merupakan sumber kebencianku itu bercampur dengan bau darah sumber kesenanganku, itu semua karena aku baru saja melampiaskan emosi kebencianku di atas emosi kebahagiaanku. Aku melampiaskannya dengan cara yang paling mengasyikkan di dunia. Dan aku yakin sang langit malam akan menyukainya. Karena, aku baru saja melampiaskan emosiku dengan mempersembahkan, sebuah nyawa untuknya. Mempersembahan sebuah nyawa untuk langit malam yang telah menemaniku bersenang-senang.

Aku memandang lurus menatap lorong gelap yang kini tinggal berjarak beberapa langkah di depanku. Namun, langkahku terhenti. Aku mendelik, menatap sebuah kamera pengawas yang terpasang di atas tiang listrik yang berada tepat beberapa inci di depanku. Aku menurunku posisi topiku, membuatnya wajahku tersembunyi sempurna di baliknya. Tanganku yang bebas, bergerak mendekati telingaku, melepaskan pengait maskerku dan membiarkan kedua bibirku bergerak bebas memuaskan nafsunya.

"Have a nice time for finding me, Oppa." Aku bergumam pelan, sebelum kemudian melemparkan botol soju kosong itu ke arah kamera pengawas, membuatnya pecah dan kemudian jatuh tercecer di atas trotoar. Sedangkan, kamera pengawas itu tampaknya telah tak bernyawa.

Untuk detik selanjutnya, aku kembali berjalan dan berbelok masuk ke lorong gelap yang berujung pada sebuah pintu seng. Tubuhku bergerak cepat memasuki pintu seng itu dan keluar dengan sebuah tas ransel terpasang di pundakku. Aku melirik ke dalam ruangan sedang itu untuk yang terakhir kali sebelum aku menutupnya. Memastikan tak akan ada bekas identitasku yang tertinggal disana. Memastikan tak ada barangku yang tertinggal di dalamnya. Dan barulah setelah itu, aku menutup pintu seng itu dan berjalan keluar dari lorong gelap nan pengap itu. Aku melangkah pasti menuju bibir lorong, meninggalkan ruangan berpintu seng itu tanpa pernah berpikir untuk kembali ke dalamnya. Karena, aku telah memutuskan untuk berpindah hati darinya, dan, mencari dambaan hati yang baru untuk menyukseskan acaraku yang lain, secepatnya.




i'm sorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang