"no hint(1)"

15 1 0
                                    

Udara siang itu terasa begitu panas, mengakibatkan kelenjar keringat bekerja berlebihan dan membuat peluh terus mengalir di seluruh tubuh. Seorang laki-laki dengan setelan jas tanpa dasi tengah berdiri dengan bermandi keringat. Peluh itu terus mengalir dari pelipisnya dan juga tengkuk lehernya, membuatnya terlihat berantakan dengan balutan jas hitam yang tidak terlalu formal. Sepatu hitamnya berjalan berputar mengitari pojok sebuah lorong yang dibatasi oleh garis polisi. Matanya terus mendelik dan menyipit, menganalisis ulang tempat kejadian perkara pembunuhan yang sudah lima hari belakangan ini timnya selidiki. Ia adalah, Han Jung Han.

Laki-laki itu terus menyelidik, menatap pojokan lorong yang berhias bercakan darah yang tampak seperti sebuah karya seni. Tangannya tersimpan rapi di dalam saku celana panjang berwarna hitam yang jatuh dengan sempurna di rangka kakinya. Rambutnya terlihat berantakan dan tidak tertata dengan baik,sepasang kantung mata pun telah menghiasi wajahnya. Tampaknya Junghan benar-benar bekerja mati-matian selama lima hari belakangan.

Junghan menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan pasrah. Hari ini juga pun sepertinya Junghan tidak dapat menemukan petunjuk apa-apa seperti hari-hari sebelumnya. Junghan pun berjalan menuju bibir lorong dan memutuskan untuk kembali ke kantor kepolisian pusat dengan sebuah goresan kekecewaan di hatinya.

Telah lima hari berlalu sejak kasus pembunuhan di lorong terjadi. Dan selama itu pula Junghan dan timnya bekerja keras untuk memecahkan kasus itu. Mereka telah menyelidiki semuanya. Mulai dari barang bukti yang setelah diperiksa tidak meninggalkan bekas sidik jari atau DNA sama sekali, kemudian latar belakang dan riwayat hidup korban yang bersih dan sangat biasa, tidak ada sedikit pun dari latar belakang korban yang dapat dijadikan motif pembunuhan. Tempat kejadian perkara pun sangat bersih dari segala macam bekas, entah itu sidik jari, DNA, maupun helai rambut. Tak ada satu pun yang dapat dijadikan petunjuk. Begitu pula dengan kamera pengawas di sekitar lokasi kejadian, semuanya hanya merekam jalanan dan tidak dapat menjangkau lokasi lorong yang gelap dan jauh dari jalanan. Hingga hasil forensik dari tubuh korban pun tidak dapat membuahkan petunjuk. Mereka hanya dapat mengetahui modus operandi yang digunakan pembunuh dan waktu kematian korban. Namun pada akhirnya, Junghan dan timnya berjalan ke arah yang sama, yaitu jalan kebuntuan.

Junghan mengendarai mobil sedan hitamnya menuju kantor kepolisian pusat dengan kecepatan sedang. Mobilnya dengan lihai menyusuri jalanan yang lumayan padat ditengah teriknya matahari. Lajunya terhenti ketika lampu lalu lintas telah merubah warnanya menjadi merah dan memaksanya untuk berhenti. Tiba-tiba ponselnya bergetar, menandakan sebuah panggilan masuk dari balik layar transparan ponselnya. Tangannya bergerak cepat memasangkan sebuah earphone di telinganya. Ekspresi Junghan berubah serius ketika mendengar penjelasan dari orang di seberang telepon. Dan ketika sambungan itu diputus, Junghan segera memutar balikkan mobilnya dan melaju cepat dengan menyalakan sirine di atas mobil sedannya.

Melalui sambungan telepon yang baru diputus beberapa detik yang lalu itu, Junghan mendapat kabar bahwa ditemukan mayat yang memiliki ciri yang sama dengan kasus pembunuhan yang tengah ia tangani yaitu, mayat yang juga, berbau khas alkohol. Dan, setelah lokasi ditemukannya mayat itu telah sampai di telinganya, ia segera melaju cepat dengan mobil sedannya hingga ia pun sampai dengan selamat di lokasi kejadian.

Tangannya bergerak memasangkan sarung tangan karet di antara jemarinya. Kemudian menyibakkan rumput-rumput ilalang yang tinggi dan bagaikan hutan rimba itu. Hingga ia pun sampai ke tengah-tengah dan menemukan tubuh tak bernyawa itu dengan keadaan yang mengenaskan. Wajahnya berubah serius dan keringatnya kembali mengaliri lekuk-lekuk wajahnya. Dua anggota timnya telah berada di sini lebih dulu darinya, dan tentunya merekalah yang menyampaikan kabar tentang kasus ini kepadanya setelah mereka memastikan adanya hubungan antara kasus ini dengan kasus yang tengah mereka tangani.

Junghan bergerak cepat mendekati mayat itu, kemudian merunduk di depan mayat yang tergeletak di atas tanah dengan keadaan tangan dan kaki terikat, pakaian yang hampir sepenuhnya berlumur darah, serta kepala yang memiliki luka serius. Tangan Junghan bergerak memastikan, memastikan tanda itu. Tanda yang ditinggalkan pada tubuh korban pertama, sebuah ukiran huruf di balik telinga korban. Dan, bola matanya pun melihatnya. Melihat tanda yang sama, namun dalam bentuk yang berbeda. Kali ini, huruf 'a'.

"Jadi, ini tanda yang kau tinggalkan untuk kami, huh?" Junghan bergumam di dalam hati, lalu detik berikutnya, pancaran semangat itu kembali hadir di dalam tatapan matanya.



i'm sorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang