"Plan"

20 3 1
                                    

Malam itu, aku memutuskan untuk menetap di dalam ruangan pengap berukuran sedang itu. Dan sepertinya, aku akan terus menetap di situ untuk kedepannya. Setelah semalam aku menemukan identitas diriku. Kini, saatnya aku memikirkan cara untuk membiarkan dunia juga mengetahuinya.

Aku ingin, dunia tahu siapa diriku.

Aku ingin, menunjukkannya.

Aku melirik jam tangan analog yang terlingkar di lengan kiriku. Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Aku bangkit dan berjalan keluar tanpa memakai masker dan topiku. Otakku berputar dan berpikir bahwa aku harus terlihat biasa dan tidak mencolok dengan menggunakan topi dan masker dipagi hari seperti ini. Aku pun berjalan pelan menuju bibir lorong. Sneakers hitam yang kugunakan beradu berirama dengan jalanan lorong yang sedikit basah karena tetesan air pembuangan dari kedua gedung yang mengapitnya. Aku mengangkat kepalaku, menatap jalanan di depanku yang ramai dan terlihat sangat sibuk. Semua orang berjalan lurus menuju tujuannya masing-masing tanpa mempedulikan hal-hal lain di sekitarnya. Bahkan tak ada satupun orang yang menghiraukanku yang tengah berdiri di bibir lorong.

Aku mengambil satu langkah lagi ke depan, memutuskan untuk bergabung di dalam lautan manusia yang berjalan memenuhi trotoar yang dipenuhi berbagai toko dan ruko yang berjajar di pinggirnya.

Aku masuk ke dalam toko sepatu, mencari sepasang tali sepatu dan membelinya. Otakku kembali berputar, memikirkan rencana yang sempurna untuk mempersiapkan acara unjuk diriku yang pertama kepada dunia. Aku menata setiap detailnya sebaik dan sesempurna mungkin, dan tentunya, seperti yang diriku inginkan.

Aku kembali menysuri trotoar yang padat. Kepalaku menunduk, namun bola mataku terus berputar memperhatikan orang-orang melalui sudut mataku. Semua orang tampak terlalu fokus pada hidup mereka, seakan mereka lupa bahwa mereka semua akan berakhir pada hal yang sama yaitu, kematian. Sudut bibirku terangkat, menampakkan senyum miringku di tengah keramaian seperti ini. Aku menghembuskan nafas dengan angkuh, dan tertawa di dalam hati. Sungguh hal yang sangat di sayangkan, salah satu dari jutaan manusia yang tengah menikmati hidupnya nanti akan kujadikan sebagai alat peraga dalam acara unjuk diriku. Sungguh manusia yang begitu bodoh, seharusnya mereka menikmati hidup mereka selagi bisa, seharusnya mereka menikmati hidup mereka sebelum mereka kutunjuk sebagai, boneka peragaku.

Aku berbelok, memasuki sebuah mini market. Penjaga kasir menyapaku, suaranya yang berat namun lembut mengingatkanku pada Kakak. Aku tak menghiraukannya dan berjalan masuk mencari minuman. Aku mencengkram pinggiran mantelku, tiba-tiba dadaku terasa panas. Aku kembali teringat perilaku menyebalkan Kakak padaku. Dirinya yang mabuk malam itu terus membuatku jengkel ketika mengingatnya, dan juga sikap pengecutnya pada malam terjadinya pembunuhan kedua orang tuaku. Keduanya membuatku merasa semakin membencinya. Trauma yang ditinggalkan kematian orang tuaku masih menghantuiku, dan kini aku mempunyai trauma baru karenanya,

trauma mempunyai Kakak yang penyayang, namun payah dan pengecut.

Aku berjalan menyusuri daerah produk minuman. Mataku meneliti, mencari sesuatu. Saat teringat akan Kakak tadi, tiba-tiba aku terpikirkan sesuatu. Aku mendapatkan ide untuk menyempurnakan acara unjuk diriku. Aku akan menampilkan sesuatu yang spesial, khusus untuk Kakak tercinta.

Aku akan mempersembahkan minuman favoritmu Kak, Alkohol.

Minuman yang paling aku benci.

Aku mengambil beberapa botol soju serta beberapa botol air mineral dan kemudian membayarnya. Aku melirik penjaga kasir yang tengah memasukkan botol-botol air mineral ke dalam plastik. Dan lagi-lagi ia mengingatkanku pada Kakak. Aku menunduk ketika mengambil uang dari dompetku. Mataku sedikit tertutup oleh rambut depanku, tapi yang jelas sudut bibirku terangkat saat itu. Aku tersenyum miring dan mengangkat kepalaku. Aku menatap penjaga kasir itu, dan tersenyum. Sebuah ide terakhir untuk rencana unjuk diriku kini telah menyempurnakan segalanya.

Kini, tinggal saatnya pertunjukan.

Selamat, menyaksikan.


i'm sorryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang