Bab 10

38 4 1
                                    

Hari yang baru. Jam menunjukkan bahwa sekarang masih sangat pagi, bahkan fajar baru saja menunjukkan dirinya. Bakugo menuju dapur untuk minum dan mendapati seorang gadis cantik di sana. Laki-laki itu mengangkat sebelah alisnya sebelum menghampiri si gadis yang tengah memasak.

"Kau bangun pagi sekali," ucapnya pada gadis yang merupakan putri angkat wali kelas mereka.

"Eh? Bakugo? Ya, teman-teman yang lain memaksaku istirahat hari ini dan tidak melakukan tugas pahlawan. Aku merasa tidak enak, jadi aku bangun pagi untuk membuatkan sarapan untuk kalian."

"Kau bisa memasak?"

"Beraninya kau meremehkanku."

Bakugo menatapnya yang kini tengah memotong tomat. Alis laki-laki itu terangkat. "Kau kaku. Tidak bisa memotong, ya?"

"Berisik."

"Memotong itu begini." Bakugo merampas pisau darinya dan mengambil wortel.

(y/n) memperhatikan bagaimana laki-laki itu memotong dengan cepat dan terampil. "Wah."

Bakugo menyerahkan kembali pisau padanya setelah dia selesai memotong. "Yah, jika aku menikah denganmu aku tidak perlu memasak, bukan?" Celetuk (y/n).

Laki-laki di hadapannya itu terkejut dengan kata-kata yang keluar begitu saja dari mulut gadis itu tanpa rasa bersalah.

"Cih, walaupun aku bisa memasak, kau juga harus belajar, bodoh. Supaya jika aku sedang bekerja dan kau lapar, kau bisa memasak sendiri," jawabnya sambil memposisikan pisau di tangan (y/n) dan tubuhnya di belakang gadis itu. Kedua tangannya memegang tangan (y/n) dan membantunya memotong dengan cara yang benar.

"Jika kau berkata seperti itu, itu seakan kau benar-benar ingin menikahiku."

"Kau yang mulai duluan, sialan. Aku ingin menikahimu? Pernyataan yang hanya ada dalam otakmu yang sekecil bola bisbol itu."

Bakugo mulai membantu (y/n) memasak. Walau cara memotong gadis itu kaku, namun Bakugo mengakui bahwa masakannya enak. Yah, Bakugo hanya mengakui dalam hati. Secara lisan dia hanya berkata "lumayan."

"Tinggal bilang sangat enak apa susahnya, sih?"

"Dalam mimpimu."

Setelah acara masak-memasak selesai, mereka pun sarapan bersama teman-teman mereka yang sudah bangun dan mandi. Yaoyorozu sempat mengomeli (y/n) karena gadis itu memasak sarapan, padahal kemarin baru saja pingsan. (y/n) hanya menjawab sambil tersenyum bahwa dirinya sudah cukup tidur dan istirahat yang membuat Yaoyorozu menghela napas.

***

Kantor pahlawan itu sepi. Siswa-siswi kelas 1-A sedang pergi membantu para penduduk, yang tersisa hanyalah (y/n) dan Bakugo. Telepon berdering dan (y/n) segera mengangkatnya.

"Ya? Ada yang bisa kami bantu? Oh, baiklah. Kami akan segera menanganinya." Gadis itu menutup telepon dan menatap Bakugo yang sedang membaca majalah. "Bakugo-kun, pergilah ke taman. Ada anak anjing yang kesulitan turun dari pohon."

"Biarkan saja anjingnya turun sendiri."

"Bakugo-kun, jika anjingnya bisa turun sendiri, maka gadis kecil yang menjadi pemiliknya tidak akan meminta tolong."

"Cih, anjing tidak mandiri."

(y/n) menghela napas. "Ya sudah, kalau kau tidak mau. Aku saja yang pergi."

"Baiklah, aku pergi." (y/n) menatap Bakugo sambil mengerjapkan mata beberapa kali. Tumben, pikirnya.

Yah, satu kelas pasti akan memarahi Bakugo jika dia membiarkan (y/n) melakukan tugas pahlawan. Seluruh murid kelas 1-A masih khawatir akan kondisi (y/n) setelah gadis itu tiba-tiba pingsan kemarin.

Bakugo berjalan menghampirinya dan berhenti tepat di depannya. (y/n) yang memiliki tinggi hanya sebatas leher laki-laki itu, terpaksa harus mendongak untuk menatap wajahnya. Bakugo meletakkan satu telapak tangannya di kepala gadis itu dan mengelusnya. "Beristirahatlah!"

(y/n) menatapnya bingung, kenapa orang ini tiba-tiba mengelus kepalaku? Meski begitu, gadis itu sama sekali tidak menolak sentuhan yang Bakugo berikan. (y/n) menghela napas dan berucap sambil memejamkan mata. "Cepatlah pergi. Anjingnya menunggu, loh."

Bakugo mengacak-acak rambut gadis itu. Sedetik kemudian, (y/n) merasakan sesuatu yang lembut menempel di bibirnya. Terkejut, gadis itu membuka mata dan mendapati bibir Bakugo menempel lembut di bibirnya. Hanya sebentar, sebelum laki-laki itu menarik diri dan berjalan pergi.

(y/n) menatapnya hingga dia tidak lagi terlihat. Otaknya seakan berhenti berfungsi dalam beberapa detik, sebelum gadis itu sadar apa yang baru terjadi. Dia menyentuh bibirnya sendiri.

"Kepala landak sialan," gumamnya dan langsung menuju wastafel untuk membasuh bibir. Sebenarnya dia sama sekali tidak keberatan dengan ciuman itu. Tapi tidak bisakah jika laki-laki itu memberitahunya dulu jika ingin menciumnya? Tunggu, sejak kapan dia mulai menyukainya? Bukankah dia hanya mengaguminya? (y/n) menyentuh dadanya yang mulai berdebar kencang.








Boleh gak, sih, kalo salting sama cerita sendiri?😭 Itu Bakugonya cium aku, loh. Duh, mana lagi puasa😭

Semoga aku menjadi istrinya Bakugo♡

Me and You (Katsuki Bakugo x y/n)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang