Bab 20

52 3 1
                                    

WARNING! R-17+



Langit terlihat cerah malam ini. Membuat bintang-bintang terlihat jelas serta menerangi gelapnya malam. Bulan pun tak mau kalah dengan memperlihatkan dirinya dan menerangi malam, menunjukkan pada bintang-bintang bahwa dirinya lebih bersinar daripada mereka meski dibantu cahaya dari matahari di luar angkasa sana.

Siswa-siswi kelas 1-A mengadakan acara barbeque di halaman belakang kantor pahlawan. Merayakan kemenangan mereka melawan musuh dan menjaga Pulau Heiwa tetap aman dan damai. Mereka sudah mengembalikan anak laki-laki yang dijadikan sandera itu kepada keluarganya. Orang tuanya berterima kasih karena mereka telah menyelamatkan putra mereka.

Kini siswa-siswi berbakat dari SMA U.A. itu bersenang-senang. Dinginnya malam dapat dikalahkan oleh kehangatan pertemanan mereka. Bakugo menoleh ke sana ke mari mencari seseorang. Selang beberapa kali bingung, akhirnya dia menemukan orang yang dicarinya.

Gadis itu duduk bersandar pada batang pohon yang besar, tersembunyi dalam kegelapan. Bakugo berjalan ke arahnya dan duduk di samping gadis itu. Laki-laki itu menyodorkan sepiring daging yang sudah dipanggang pada gadis itu.

"Kau tidak bergabung?"

(y/n) menerima piring itu dan menatapnya. "Mungkin nanti. Kenapa kau di sini?"

"Tidak boleh, ya?"

"B-bukan begitu."

Bakugo terdiam dan menarik napas panjang. Matanya sesekali melirik gadis di sampingnya yang kini memasukkan daging ke mulut. "Hey, (y/n). Ada yang ingin kukatakan padamu."

(y/n) menatapnya dan menelan daging sebelum menjawab, "apa?"

"Aku ... aku menyukaimu."

Gadis itu mengerjap beberapa kali sebelum terkekeh geli. Bakugo menatapnya sinis. "Apa yang lucu?"

"Kau tidak perlu mengakuinya langsung. Aneh, tahu, mendengar kalimat itu keluar dari mulutmu."

Bakugo membuang muka. "Cih, aneh dari mananya? Aku juga manusia, apakah salah jika aku menyukai seseorang?"

"Yah, tidak, sih. Tapi jika seseorang yang tidak peduli pada orang lain dan selalu meledak-ledak setiap saat agak aneh menyukai seseorang."

"Oh."

"Hm, aku juga menyukaimu, kok."

Bakugo menatapnya, "s-serius?"

"Yah, awalnya aku hanya mengagumimu karena menonton aksimu di festival olahraga. Tapi, setelah aku mengenalmu, entah sejak kapan jantungku mulai berdebar setiap kali menatapmu." Bakugo berdecak saat gadis itu tersenyum lembut padanya.

"Tapi kurasa ayah tidak akan mengizinkan kita berpacaran," lanjut (y/n).

"Aku tahu itu. Aku tidak berniat menjadi pacarmu. Ini terlalu awal. Lagipula, aku khawatir itu berpengaruh pada nilaiku. Aku sudah melihat banyak orang yang nilainya turun akibat memiliki pacar. Aku tidak mau itu terjadi padaku."

"Aku juga. Jadi, setidaknya kita sama-sama tahu bahwa kita saling menyukai. Kita fokus saja pada pendidikan dulu. Urusan cinta itu masih terlalu dini untuk dibicarakan."

"Kau sebenarnya hanya gugup, kan?" Bakugo menyeringai.

"Apa? Tidak. Kenapa aku harus gugup?"

(y/n) terkejut saat Bakugo tiba-tiba menggenggam tangannya. "Lalu kenapa kau gemetar?"

"A-aku hanya ... kedinginan."

Bakugo mendekatkan wajahnya pada wajah gadis itu. "Kenapa kau tidak memakai jaket yang kutitipkan padamu?"

Wajah (y/n) memerah karena wajah mereka kini hanya berjarak beberapa senti. "Aku meninggalkannya di kamar."

Tangan Bakugo melingkari pinggang gadis itu dan menariknya lebih dekat sebelum mencium bibirnya. (y/n) terkejut, namun alih-alih menolak gadis itu melingkarkan lengannya di leher Bakugo, membalas ciumannya.

Langit malam menjadi saksi bisu akan keromantisan dua remaja itu. Memperhatikan bagaimana bibir mereka saling bertaut dan menyalurkan kehangatan. Rona merah semakin menyebar di pipi mereka seiring dengan semakin cepatnya detak jantung mereka.

Saat Bakugo hendak menjelajahi mulut (y/n) dengan lidahnya, sebuah cahaya mengagetkan mereka. Kedua remaja itu sontak melepaskan pelukan dan melihat ke arah asal cahaya. Di sana Kaminari berdiri dengan ekspresi terkejut dan ponsel di tangannya. "Sial, kenapa flash kameranya hidup? Eh, gawat."

Laki-laki dengan rambut pirang itu mundur perlahan dalam tujuan melarikan diri. Ekspresi takut menyelimuti wajahnya dengan jarinya yang menunjukkan simbol damai. "A-aku ... aku tidak akan memberitahu siapa pun, termasuk Aizawa-sensei. Sungguh."

Gemercik api terlihat di telapak tangan Bakugo, siap mengeluarkan ledakan. Sementara (y/n) tersenyum sambil mencengkeram pedangnya yang baru saja dia keluarkan. Kaminari tidak punya pilihan lain, laki-laki itu berlari tak tentu arah sekencang yang dia bisa, dikejar oleh dua temannya yang murka. "KAMINARI!"

TAMAT








Ya, seperti yang sudah aku beritahu awal-awal. Aku gak bakal bikin adegan 21+, kalo cuma 17+ bisa dibicarakan. (Abaikan umurku yang masih 15) Terima kasih bagi yang sudah setia membaca dari awal sampai akhir. Yah, aku sebenernya gak mengharapkan pembaca, sih. Aku bikin ini cerita karena aku pengen aja. Tapi, aku tetap berterima kasih pada kalian yang sudah membaca, bye👋

Semoga aku menjadi istrinya Bakugo♡ (masih maksa)

Me and You (Katsuki Bakugo x y/n)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang