3

87 12 0
                                    


  "La la la aku kenyang sekali" yesica berjalan dengan menenteng sebuah kantong plastik yang berisi kentang goreng.

Ia baru saja keluar dari tempat ia makan, dengan pikiran pikiran yang membuatnya bingung, seperti salah satunya bagaimana cara ia kembali ke dunianya, sementara sampai saat ini ia masih belum bertemu dengan Yeseline.

Brak...

"Astaga" Yesica menatap kejadian di depannya tanpa berkedip, ia melihat seseorang terjatuh dari motornya setelah beradu dengan sebuah truk.

"Gak gak gak, gua bukan dokter disini, dan kecelakaan besar gini bakal panjang urusannya" gumamnya meyakinkan diri untuk tidak menolong seseorang yang terjatuh tadi.

Keadaan jalan cukup sepi, mungkin hanya ada dirinya, supir truk dan si pengendara motor yang berada di jalan ini, Yesica masih meyakinkan dirinya untuk tidak menolong siapapun, mungkin ia melanggar janjinya sebagai dokter tapi saat ini dirinya bukan dokter dan ia juga tidak mau terlibat masalah apapun.

Jadi untuk kehidupan aman damai dan tentram ia akan mengacuhkan kejadian tadi seolah ia tidak melihat apa apa.

Yesica berjalan dengan santainya melewati kecelakaan itu, dapat ia lihat dari ekor matanya supir truk turun dan langsung menghampiri si pengendara motor, Yesica juga melihat wajah si pengendara motor yang di penuhi dengan darah.

"Gua gak mau liat orang mati hari ini" gumamnya kemudian memutar tubuhnya dan berlari ke arah dua orang tadi.

Serek..

Yesica merobek asal roknya dan mulai melipatnya dan melilitkan bandana yang ia pakai ke kepala korban, untuk sedikit menyumbat keluarnya darah lebih banyak.

"Hubungi ambulance" perintahnya kepada supir truk, yang tentu saja langsung di angguki sang supir.

"Ada kayu atau papan kecil?" Tanya yesica.

"Ada, kebetulan muatan truk saya adalah papan".

Supir truk langsung kembali ke dalam truknya dan mengambil papan yang Yesica minta.

Akhh...

Ringisnya begitu Yesica menyentuh tangannya, dari itu saja Yesica sudah tau jika si pengendara motor ini mengalami patah tulang di bagian tangan, maka dari itu ia meminta papan kepada supir.

Yesica melepaskan rok panjang yang kini tinggal setengah kemudian merobeknya lagi untuk ia gunakan sebagai pengikat, kini ia hanya menggunakan celana pendek selutut, Yesica melepaskan jaket yang di gunakan si pengendara motor dengan perlahan kemudian meletakan tangannya ke sebelah kayu kecil yang tadi dan ia simpan kayu kecil yang lain di bagian tangannya, setelah di rasa cukup ia mengikatkan tangan si pengendara dan papan tadi.

Ia sama sekali tidak sadar jika sedari tadi aksinya di lihat oleh si pengendara motor, diam diam si pengendara motor tersenyum.

Wiuuuuu

Baru saja Yesica selesai mengikat, ambulance datang dan langsung mengangkat si pengendara untuk di naikkan ke tandu, Yesica melihat itu semua, ia bersyukur dengan itu, begitu melihat tandu hendak di bawa kedalam ambulance Yesica mundur ia ingin langsung pulang.

Baru saja mundur satu langkah, tangan penuh darah tiba tiba menariknya, seakan mengajak Yesica untuk ikut mengantarnya ke rumah sakit.

Melihat tangannya yang di cengkeram oleh tangan penuh darah membuat Yesica meluluh, ia pikir jika ia meninggalkannya maka keluarganya tidak akan tau jika si pengendara ini mengalami ke celakaan parah.

Jadi mau tak mau, Yesica ikut masuk kedalam ambulance untuk menemani si pengendara motor.

.

.

.

Yesica menatap seseorang yang sedang berbaring dengan menutup matanya, sangat tenang, ia menatap jam yang sudah menunjukkan pukul 3 dini hari, dan selama itu ia belum pulang ke rumah.

"Gimana kalo dia tokoh penting? Lo bego Eci" ucapnya pada dirinya sendiri.

Yesica menatap si pengendara dengan tatapan cemas, ia takut merusak alur, dan menciptakan butterfly effect, hingga terjadi chaos pada alur novel.

"Semoga bukan tokoh penting, dunia novel sialan, Yeseline sialan, semuanya sialan" gumamnya frustasi.

"Tenang Eci tenang, kalo Lo nanti ketemu si Yeseline Lo boleh kok maki maki dia, doppleganger sialan"

Emm...

Ringis si pengendara motor yang baru saja membuka kedua matanya, melihat itu Yesica dengan langsung menutup mulutnya, ia takut jika semua keluhannya tadi di dengar oleh si pengendara motor.

"Gimana? Butuh apa?" Tanya yesica.

Si pengendara motor hanya menggelengkan kepalanya, tanda jika ia tidak membutuhkan apa apa.

"Makasih" ucapnya dengan sangat pelan, bahkan nyaris tidak terdengar.

Mendengar itu Yesica tersenyum puas, kemudian mengusap kepala si pengendara motor yang di lilit oleh perban.

"Ini masih dini hari, kalo gak butuh apa apa, tidur lagi aja, terbanyak istirahat, jangan lupa diminum obatnya biar cepat sembuh ya" ucap Yesica setengah sadar, entah mengapa sosok si pengendara motor mengingatkannya kepada sosok yang ia rawat di rumah sakit tempat ia bekerja.

Mendengar ucapan Yesica, si pengendara motor tersenyum.

"Al" ucapnya masih lirih.

"Ah Al ya, Eci" jawab Yesica yang juga mengenalkan namanya, meski tidak nama aslinya melainkan nama panggilannya.

"Udah tidur lagi" Yesica membenarkan posisi selimut yang tadi sedikit berantakan.

"Jangan pergi" ucapnya.

Yesica tersenyum dan melihat Al yang mulai menutup kedua matanya mungkin karena ia kembali mengantuk.

Melihat Al yang sudah tertidur pulas Yesica langsung berdiri dari duduknya setelah melirik jam yang ternyata sudah menunjukkan pukul 5 pagi, dengan segera Yesica pergi meninggalkan ruangan.

Jarak dari rumah sakit ke rumah Yeseline cukup jauh membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan motor berkecepatan tinggi, ya sejauh itu, maka dari itu Yesica langsung berlari begitu mengetahui jam.

Karena ia juga membutuhkan istirahat bukan, untung saja masuk sekolah itu sekitar jam 9 jadi ada waktu untuk dirinya tertidur meski sebentar mungkin 1 sampai 1½ jam?

.
.
.



Bye bye bye





chaos Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang