1.8-Pengorbanan_Tertinggi-1.8

9 3 2
                                    

Di tengah krisis kepercayaan dan perpecahan yang melanda gerakan perlawanan, Amir didatangi oleh Joko dengan wajah ngeri bercampur horor. Tampaknya ia baru saja menyaksikan peristiwa yang amat mengerikan.

"Amir, kita harus segera bertindak!" Joko berbisik mendesak. "Faris dan anak buahnya berencana menggulingkan kepemimpinanmu dan mengambil alih gerakan kita!"

Amir mengerutkan keningnya, tidak terkejut mendengar pengkhianatan seperti itu bakal terjadi. Sudah lama ia mencium gelagat ambisi berlebihan Faris untuk memimpin operasi. Namun, tak disangkanya ia akan bertindak sejauh ini.

"Jika sampai itu terjadi, maka seluruh harapan perjuangan kita untuk menggulingkan rezim penguasa yang jahat akan musnah," sambung Joko dengan nada ngeri. "Faris berniat mengubah gerakan ini menjadi organisasi kriminal belaka untuk meraup keuntungan pribadi."

Dada Amir serasa diremas oleh kepalan besi mendengar pengakuan itu. Saking lekatnya ia berjuang untuk membela kebenaran dan keadilan, sampai nyaris lupa bahwa musuh sejati tak selalu datang dari luar. Kadang kala, pengkhianatan bisa terjadi dari orang-orang terdekat saat ambisi pribadi mengalahkan cita-cita mulia.

"Kita harus menyingkirkan Faris sebelum terlambat," bisik Joko dengan sorot mata mengeras. "Dengan cara apa pun."

Amir mematung, tersadar betapa peliknya keputusan yang harus diambil. Membiarkan hidup Faris dan berkompromi dengan ambisinya berarti mengorbankan seluruh perjuangan mereka selama ini, yang telah memakan begitu banyak pengorbanan jiwa. Namun, membunuhnya juga dapat memicu perpecahan lebih lanjut di antara pendukung Faris.

Di tengah pergulatan batin yang mencekiknya itu, Amir teringat kembali pada titik balik dalam hidupnya, saat berdiri menyaksikan seorang pedagang sayur tertembak dan meregang nyawa di depan matanya. Betapa ia bersumpah untuk mengakhiri ketidakadilan dan penindasan sekali dan untuk selamanya. Tekadnya untuk meraih keadilan telah membuatnya berjuang menembus segala rintangan dan tantangan yang menghadang.

Tidak, ia tidak akan membiarkan ambisi kecil segelintir orang kembali menghancurkan harapan segenap rakyat. Jika ada satu nyawa yang harus dikorbankan demi kelangsungan perjuangan membela kebenaran, maka ia siap menempuhnya. Dengan kepalan tangan gemetar menahan emosi, Amir balik menatap Joko dengan sorot mata keras.

"Lakukan apa yang perlu dilakukan," ujarnya dingin. "Singkirkan Faris dari jalanan kita. Demi kemenangan akhir perjuangan ini."

Joko mengangguk paham, kemudian beranjak pergi dengan langkah memburu. Untuk pertama kalinya dalam hidup Amir, ia merasakan bagaimana berat dan memilukan rasanya membuat keputusan hidup-mati atas seseorang. Namun ia tahu, pengorbanan seperti inilah yang kadang harus diberikan untuk membawa perubahan sejati dalam perjuangan.

Malam bergulir berlalu dengan lambat bagaikan mengejek raungan kalut di hati Amir. Keputusan yang dibuatnya bagai pedang bermata dua yang menghunus batinnya. Betapa banyak lagi nyawa tak berdosa yang harus dikorbankan akibat terpaan badai perjuangan menuju cita-cita keadilan sejati ini?

Fajar menyingsing bak tanda kemurungan yang bergulir bersama bayangan malam. Seraya memandang megahnya mentari pagi, Amir bertekad dalam hati untuk tidak lagi ragu menghadapi tantangan yang bakal menerjang.

Apapun bisa terjadi demi meraih keadilan dan kemenangan perjuangan suci ini. Bahkan jika nyawa menjadi taruhan seperti pengorbanan Faris, ia siap membayarnya untuk menghapus airmata penderitaan abadi dari pelupuk mata rakyatnya.

Penebus KeadilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang