1.9-Puncak_Peperangan-1.9

4 2 0
                                    

Usai membuang segala keraguan dari benaknya, Amir memusatkan kembali seluruh fokus dan tekadnya pada perjuangan menggulingkan rezim penguasa yang lalim. Pengkhianatan Faris telah memberi pelajaran berharga bahwa tak ada yang lebih penting ketimbang membela kebenaran hingga titik penghabisan.

Segala persiapan pun mulai dilakukan untuk menggempur pusat kekuasaan rezim di ibu kota. Persenjataan dirakit, strategi penyerangan disusun, dan milisi digembleng dalam pelatihan tempur intensif. Kali ini tidak akan ada lagi setengah-setengah. Ini adalah puncak perjuangan untuk membebaskan rakyat dari cengkeraman tirani berkuasa.

Berbulan-bulan perjuangan berat telah dilalui hingga akhirnya hari yang dinanti-nantikan pun tiba - hari dimana Amir dan pasukannya melancarkan serangan besar-besaran untuk menjatuhkan rezim penguasa yang kejam.

Seperti serbuan gelombang laut menerjang pantai, laskar perlawanan Amir menyerbu dari berbagai arah dengan senjata terhunus. Gemerlapan logam akibat benturan pedang dan peluru bersahutan seperti melodi kengerian. Di angkasa, kepulan asap mengepul dari kobaran api yang melalap gedung-gedung pemerintahan.

Namun seperti diisyaratkan oleh nama gerakan perlawanan mereka, rezim penguasa bersikeras mempertahankan kekuasaannya dengan cara yang kejam dan licik. Pasukan mereka yang terlatih militer dan persenjataan modern membuat setiap jengkal tanah yang diraih Amir dibayar dengan tumpahan darah.

Tania, sahabat seperjuangan Amir sejak awal, tertembak ketika memimpin pasukannya menyerbu sebuah markas tentara. Sambil memegangi perutnya yang terluka parah, ia menjerit kepada Amir untuk terus maju menerjang tanpa mempedulikannya.

Di sisi kota lainnya, Yuli memimpin sekelompok buruh dan pekerja miskin bersenjatakan clurit dan parang dalam perlawanan membabi buta melawan algojo rezim. Keberaniannya yang luar biasa membuat pasukannya berhasil merangsek memasuki kantor pusat militer meski Yuli sendiri terluka parah di punggungnya.

Menghadapi bentrokan sengit itu, Amir pun bertekad bulat untuk melanjutkan pertempuran hingga mencapai titik kulminasi. Bersama Joko dan anak buahnya, ia bergerak menyusuri jalan-jalan kota yang dihujani peluru serta kepulan mesiu. Mayat-mayat bergelimpangan di sepanjang jalan, entah siapa yang hidup dan siapa yang telah meregang nyawa.

Akhirnya, setelah perjuangan berat yang menelan banyak korban jiwa, mereka berhasil menembus pusat pemerintahan tempat sang rezim berkuasa mempersemayamkan kejahatannya. Amir berdiri mematung di hadapan istana megah yang kini telah porak poranda akibat dentuman senjata berat mereka.

Tepat di hadapannya, sosok bengis Agra Wibowo berdiri dikerumuni barisan pengawal terakhirnya. Dengan percikan kebencian menyambar dari sepasang mata elangnya yang buas, sang tiran menghardik Amir dengan suaranya yang merangsang dendam membara.

"Akhirnya pemberontak kecil itu berhasil juga sampai di sini," semburnya mengejek dari balik gerigi gigi yang batanya. "Kalian telah menyia-nyiakan nyawa terlalu banyak rekan kalian dengan perlawanan bodoh ini. Seharusnya kalian tetap hidup dengan menikmati remah-remah dari rezim berkuasaku!"

Amir mengokohkan cengkeramannya pada pistol miliknya. "Dengan cara apa pun, pemerintahanmu yang busuk ini harus ditumbangkan! Rakyat telah terlalu lama hidup dalam ketakutan dan penindasan di bawah rengkuhanmu!"

Agra Wibowo hanya terkekeh mendengar kata-kata Amir. "Penindasan? Ketakutan? Semua itu adalah jalan menuju kekuatan sejati, kalian anjing pemberontak dungu! Kalian terlalu lemah untuk memahami kenikmatan dari menguasai massa secara absolut!"

Perdebatan itu akhirnya terhenti ketika moncong-moncong senapan panas terarah ke kedua belah pihak yang berhadap-hadapan. Amir tahu ini adalah momentum terakhir dari pergulatan dahsyat ini. Bila mereka berhasil membunuh Agra, maka tirani rezimnya akan tumbang sepenuhnya. Namun bila mereka gagal, seluruh rakyat akan dikungkung dalam kegelapan kekuasaan jahat untuk selamanya.

Menggenggam erat senjatanya, Amir memberi aba-aba untuk membuka serangan terakhir. Tidak ada jalan mundur lagi. Hanya dengan menghapuskan akar kejahatan ini, maka rakyat bisa meraih kebangkitan dan kebebasan sejati.

“DEMI KEMULIAAN NENEK MOYANG KITA... SERANG!!!”

Penebus KeadilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang