3. Sorrow.

88 45 9
                                    

*Ting

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Ting ...! Ting..!*

Kepala Mora yang menunduk, istirahat sejenak di sofa kamar Ayah saat Bunda sedang diluar berbincang sejenak dengan Kania. Notifikasi dari ponsel bersuara menunjukan ada pesan yang baru lewat

*Pesan Masuk:* Lucien shibal

Lucien shibal:
Anong haseno🙋🏻‍♀️🙋🏻‍♀️

Morose:
Apasi shibal?

Lucien shibal:
Hai🥺

Morose:
Gapenting gw block

Lucien shibal:
Pulang gak malem ini? masih di RS?

Morose:
Iyaa, Ayah belum begitu mendingan. Kata Bunda biar dia aja yang nginep, gw pulang nanti.

Lucien shibal:
Aw takut ahh, udah jam 10 mek
(edited) :
Aw takut ahh, udah jam 11 met😼

Morose:
Iya, nanti gw mau pake taxi

Lucien shibal:
Gw dapet no. Bundaaww, nanti gw yang jemput, bahaya. masi perawan gabole pulang malem sendiri.

Morose:
Iya? oke.

Lucien shibal:
Apansi😕

Morose:
Hah?

Lucien shibal:
enggak💩

                                       •   🤍 📚   •

Lewat lima belas menit ..

"Kiw, mbak, kam hir." kata si Lucien yang mendadak buka kaca mobil, cepat-cepat Mora menyebrangi lobby dan masuk kedalam mobil; merebahkan tubuhnya dengan pulas, terasa lemas bagian punggung maupun kedua pundak ini

"Tidur aja dulu, nanti nyampe rumah gw bangungin." Lucien paham apa rasa lelah yang menggantung diantara dua bahunya. Terdengar gemerlap lelah Mora, detak jantung berdegup bagai percikan sungai yang amat tenang, menenangkan pandangan si pengemudi.

Sampai lah mobil mini cooper dengan ciri cat merah yang khas, perlahan Lucien menggerakan rambut Mora yang menutupi hampir separuh wajah manis itu, "Bangun."

"mm.."

"Bangun, cantik."

"HAH." Mora tersampar arwah setan yang menyambat, badan yang tertiba bangun langsung kearah Lucien yang masih dalam posisi merebahkan kedua pegangan pada setir mobil, "Bangun bego, ngorok lo."

Chair-Mate: Far Beyond A Secrecy.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang