Malam Sebelum Pergi

14 3 0
                                    

Sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sendiri. Memandang langit malam bertabur bintang. Angin menusuk hingga ke pelosok tubuhku. Kueratkan dekapan tangan di depan dada. Duduk diam di teras rumah menanti datangnya seseorang. Untung, jaket merah muda sedikit menghangatkan tubuhku.

Sebenarnya ibuku belum pulang. Jadi aku terkunci di luar rumah setelah pergi kerja paruh waktu di kedai samping sekolah. Lelah. Kuembuskan napas kencang sembari menatap ke arah jalan di depan rumahku.

Besok hari camping. Seharusnya barang-barang yang kubutuhkan masuk ke dalam tas besar. Tapi apa boleh buat, tidak akan ada yang membukakan pintu. Apalagi perutku terus berdendang sedari tadi. Ah, menyebalkan.

Hingga terdengar suara beberapa langkah kaki menghentak bumi. Dari kejauhan tampak empat orang berlari penuh tawa riang. Dengan kantong plastik berisi banyak camilan yang mereka tenteng sampai melewati rumahku.

Kedua sudut bibirku tertarik. Langsung aku menegakkan kakiku, berdiri untuk melihat mereka.

  “Alisha! Ayo! Yang sampai ke lapangan duluan dapat camilan gratis!” seru Hani dengan candaannya. Sepasang kakiku bergerak cepat, berlari di atas tanah mengejar langkah mereka.

Di tengah gelapnya malam, senyuman kami bersinar. Berlari di antara pohon-pohon tinggi nan rindang. Rasanya tidak ada rasa lelah dalam berlari.

Genangan air pun kami lewati. Udara dingin kami hiraukan. Rasanya sudah hangat karena mereka. Kurangkul kedua sahabat perempuanku lalu berlari bersama dengan canda gurau.

Sampailah kami melihat lapangan luas di depan sana. Langkah kami terhenti ketika menapak semen persegi panjang itu. Mereka meletakkan kantong plastik tersebut dan duduk melingkar di sudut lapangan.

  “Tidak punya kunci rumah cadangan ya?” ujar Hani sengaja menggodaku tentang kejadian tadi. Memang tidak pertama kali aku terkunci di luar rumah sendirian. Mungkin sudah hampir sepuluh kali.

  “Kamu diam saja ah,” ketusku.
Kulihat Alvian segera mengeluarkan semua isi kantong plastik. Banyak sekali camilan kemasan yang mereka beli. Begitu pula dengan minuman dingin kemasan dan soda kaleng.

  “Kita hompipa, yang kalah makan camilan yang pedas,” ujarnya setelah membuang plastik transparan wadah semua makanan itu.

  “Ck, aneh. Tinggal makan saja susah,” sahut Rhea menoyor kepala Alvian.

  “Kalau mau makan doa dulu,” ucap Hani mengangkat tangan kami berempat satu per satu menengadah ke atas. Secara tidak langsung, dia mewajibkan kami berdoa.

Lagi-lagi aku menggelengkan kepalaku sebab tingkah mereka. Sesekali tertawa kecil, ketika Devano mencuri start terlebih dahulu dengan melahap salah satu jajan kemasan. Anak ini memang tak peduli dengan aturan, jadi aku sudah tidak heran lagi.

Melihat tingkah Devano, Hani tak tinggal diam.

  “Ah, kamu selalu saja.” Dia membekap mulut Devano dengan erat sembari mengomelinya. Lucu.

AYO PULANG! [ ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang