Hari Kelulusan

5 3 0
                                    

Tangan cekatan memasukkan perlengkapan ke dalam tas sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tangan cekatan memasukkan perlengkapan ke dalam tas sekolah. Masih dengan penampilan yang berantakan. Rambutku acak-acakan, seragam belum rapi, begitu pula buku-bukuku masih tertata rapi di raknya. Bekal dan botol minumku masih ada di atas meja dapur. Ibuku juga telah berangkat untuk bekerja. Sementara aku, belum siap melakukan apapun sejak malam tadi.

Tak peduli seberapa sedihnya hatiku. Tak peduli seberapa lemahnya raga ini menerima sebuah warta. Ingin menangis. Namun suasana pagi ini tidak memperbolehkanku untuk melakukannya. Kombinasi cerahnya mentari bersamaan dengan udara pagi yang sejuk. Aku pun terbawa suasana.

Kepalaku terisi sejuta duka. Hingga tanganku ini tak lagi kuasa merapikan seragam sekolah. Bahkan diriku ini tak berniat menyisir rambut kusut. Kuambil sepasang kaos kaki di dalam lemari, lalu memakainya. Lama sekali. Dunia terlalu cepat untukku. Memakai kaos kaki saja menyita banyak waktu.

Sepasang kaki berjalan menyusuri lantai dapur, mengambil kotak bekal dan botol minum. Dengan malas, aku memasukkannya ke dalam tas. Aku pun tak sadar, tatapanku kosong sedari tadi. Hingga akhirnya aku berjalan menuju teras rumah. Tak lupa memasang sepatu di kaki kiri dan kanan. Melamun sejenak dengan otak penuh berbagai memori.

Apakah aku sanggup berjalan ke sekolah dengan perasaan campur aduk ini? Apakah aku sanggup menatap wajah-wajah tak bertanggung jawab itu? Setelah berhari-hari aku tak bersekolah, perasaanku berbeda. Biasanya aku bersemangat dan tak berhenti tersenyum. Namun kali ini, semua telah berubah.

Diriku berjalan di atas trotoar, memandangi bangunan toko-toko dan beberapa pejalan kaki serta kendaraan yang berlalu-lalang. Mataku bahkan tak melihat dimana kakiku menapak. Berita dari kepolisian malam tadi sungguh terngiang di kepalaku. Berat sekali rasanya. Aku masih belum rela.

'Telah ditemukan dua mayat yang sudah tak berbentuk, mengapung terpisah di atas sungai.' 'Selain itu, dua mayat lainnya tergeletak di jurang dengan badan penuh luka.'

Dua kalimat itu telah membuat harapanku hilang dalam sekejap. Mataku berkaca-kaca ketika kakiku melangkah di sepanjang trotoar. Matahari pagi terasa menusuk raga. Asap kendaraan bermotor mengelus halusnya kulit. Suaranya klakson mengepung kota, sibuk sekali. Terlebih lagi mataku menyaksikan beberapa anak sekolah lain di seberang jalan.

Hari yang ditunggu-tunggu, tetapi aku tak menginginkan ini. Mereka mengundur jadwalnya, saat tahu ketujuh murid kelas 12 tidak ada. Aku tak mengerti. Sebenarnya untuk apa mereka mengundurnya. Toh, kelimanya tidak akan datang. Acara kelulusan ini tak ada artinya. Mereka seolah-olah membuka luka lama.

Hatiku terus bergelut tentang perasaan itu. Aku masih belum terima. Mengapa mereka baru menggelar acara kelulusan sekarang? Mengapa tidak waktu sebelum berkemah saja? Seolah hal ini tidak ada adil bagiku. Ketika orang lain berbahagia, menghabiskan hari dengan kawannya. Sedangkan aku? Pasti aku merasa iri akan itu.

AYO PULANG! [ ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang