Ayo Foto Bersama Di Hari Kelulusan

30 4 1
                                    

  “Jangan ganggu dong!” seruan itu membuatku geleng-geleng kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


  “Jangan ganggu dong!” seruan itu membuatku geleng-geleng kepala. Sebuah handycam merekam jejak tawa siang hari ini. Hingga membuat beberapa orang di kantin tertuju pada kami berlima. Seru memang. Namun, sialnya aku harus menahan malu karena kelakuan kawan-kawanku ini. Mereka benar-benar gila.

Walaupun begitu, kutatap wajah bahagia mereka. Alvian si pemilik handycam hanya menurut ketika Hani menyuruhnya untuk merekam Devano yang sedang main game online. Sedangkan di sampingku, Rhea tak tertarik dengan keributan.

Tiba-tiba seseorang di meja sebelah menyeletuk cukup keras.

  “Ya aku tahu dua minggu lagi hari kelulusan, tapi mereka malah terlihat seperti orang aneh…” mendengar kalimat itu, aku kembali terpikirkan oleh sesuatu.

Memang kami akan lulus dan kemungkinan kecil untuk bertemu lagi. Terkadang hal itu membuatku cemas. Bertahun-tahun aku berteman dan merubah mereka, apakah kami pantas untuk berpisah?

  “Kalian,” celetukku, “lusa kita ada camping seangkatan.”

  “Aku tidak akan lupa, tenang…” sahut Hani dengan senyum cerah bagai mentari, “tapi aku tidak tahu kalau mereka benar-benar lupa.”

  “Terserah,” ujar Devano yang masih sibuk dengan ponselnya.

  “Hahaha. Mana bisa lupa, kalau ada alarm pengingat…” Alvian berkata sembari mengarahkan handycamnya ke arah Rhea.

  “Diam, jangan berulah,” jawab Rhea ketus.

  “Aku suka kamu dan aku mau kamu,”

  “Lalu? Maaf, aku belum bisa melakukan apapun…”

Ah, ini. Aku jadi teringat dengan percakapan mereka beberapa hari yang lalu.  Apa yang keluar dari mulut Rhea membuatku meringis.

  “Aku tidak punya keluarga, apalagi kasih sayang. Aku tidak bisa membalasnya.”

Teman. Aku jadi tahu bagaimana cara bertahan. Manusia-manusia menyebalkan ini tidak selalu menyebalkan. Mereka hanya menyembunyikan sesuatu. Sesuatu yang sulit diterima, namun kenyataannya akan terus seperti itu. Terkadang aku mendengar kata-kata mengerikan dari mulut mereka. Bagaimana mereka mengisyaratkan sesuatu untuk sekadar meminta tolong. Itu begitu menusuk hatiku. Hingga aku tersadar, mereka adalah segalanya bagiku.

Baik, kembali pada aktivitas kami. Masih saja dengan handycam, tingkah usil mereka kembali membuatku tersenyum. Hani merebut benda perekam itu lalu seolah-olah berlagak seperti vlogger. Dia memperlihatkan seisi bangku kami, lalu memperkenalkan kami satu per satu.

AYO PULANG! [ ✔ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang