Happy reading
*
*
*
Hiruk pikuk jalanan kota Jakarta menjadi pemandangan yang menemani perjalanan seorang remaja. Sambil menopang dagu, tatapannya menjelajahi setiap objek di luar mobil. Wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi. Namun jika diteliti, akan tersirat sebuah ekspresi kesal yang begitu kentara.
Dering ponsel mengganggu lamunannya. Dengan setengah hati ia mengangkat panggilan tanpa melihat nama si pemanggil.
"Hm, iya, Mi. Ini Cello masih di jalan. Nanti Cello kabari kalo udah sampe tempat pakdhe," jawab remaja bernama Cello itu. Setelah menyelesaikan panggilannya, Cello segera menyimpan ponselnya kembali.
"Ck, kalau bukan karena papi ngancem aku ke luar negeri, aku nggak bakal mau pergi," gerutu Cello.
Mobil yang ditumpanginya mulai memasuki sebuah gang perumahan. Cello bisa melihat berbagai macam kegiatan masyarakat yang belum pernah ia lihat, saking jarangnya keluar dari rumah.
Mobil terus berjalan hingga berhenti di depan sebuah rumah. Cello keluar dari mobil dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya. Supir mengeluarkan koper miliknya. Setelah menerima ucapan terima kasih, supir itu kembali masuk ke mobilnya untuk pergi. Tugasnya hanya mengantar remaja itu ke tempat ini saja. Jadi ia bisa langsung pulang sekarang.
Cello menghela nafas. Tatapannya mengedar, menatap sekeliling. Rumah berlantai dua di depannya ini terlihat asri dengan aneka tanaman yang menghiasi. Cello berjalan menyeret kopernya melewati jalan setapak. Sampai di depan pintu jati berukir bunga melati itu, ia berhenti. Jari lentiknya mulai mengetuk pintu dengan sopan.
"Assalamualaikum, pakdhe," ucap Cello sambil melepas kacamatanya.
Pintu itu terbuka tak lama kemudian. Seorang wanita berjilbab panjang muncul sambil menjawab salam, "wa'alaikum salam. Eh? Marcel 'kan? Sudah dari tadi?"
Cello menyalami wanita itu. "Baru datang, Budhe. Panggil Cello saja Budhe, jangan Marcel."
"Ah, iya, Cello. Ayo masuk dulu," ucap wanita itu mempersilahkan Cello masuk.
Cello duduk di kursi yang terbuat dari kayu jati. Ia mengedarkan pandangannya melihat interior yang terpasang. Antik, satu kata yang terlintas di benaknya begitu melihat banyaknya lukisan zaman dulu, hingga beberapa guci dengan ukiran rumit menghiasi ruangan itu.
"Pakdhe kamu itu suka sekali koleksi barang antik," celetuk Budhe Rena yang keluar dari dalam dengan sebuah nampan di tangannya. Cello tersenyum kikuk, merasa tertangkap basah.
"Pakdhe dimana, Budhe?" tanya Cello.
"Lagi pergi sama Daren. Ayo minum dulu. Masih suka teh hijau 'kan?" tawar Budhe Rena.
Cello tersenyum sambil mengangguk. "Masih, Budhe." Remaja itu meraih cangkir di meja lalu menyesap isinya perlahan. "Budhe masih ingat aja, kalo Cello suka teh hijau," ucapnya sambil meletakkan cangkir.
Wanita yang berusia sekitar 40 an tahun itu terkekeh. "Sejak kamu datang waktu itu, Budhe selalu nyetok teh hijau di rumah. Buat jaga-jaga kalau kamu dateng lagi, tapi malah kata Andin, kamu nggak pernah keluar rumah, ya, sejak SMP." Tatapan wanita itu menyendu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARCEL You're Not Alone|| Chenle ft NCT Dream
FanfictionMarcel, nama yang Cello dapatkan dari orang-orang tersayangnya. Hingga suatu hal terjadi, menjadikan remaja itu kehilangan jati diri, menutup diri dari pergaulan selama hampir tiga tahun, dan menolak dengan tegas nama Marcel sebagai sapaannya. Cell...