*Sebuah perhatian*

347 54 0
                                    

Happy reading

*

*

*

Merasa cukup lama berada di kamar mandi, Cello keluar dengan menopang tubuhnya pada tembok. Satu tangannya memegang kepala yang terasa berdenyut.

Ia dengan bersusah payah mencoba mendudukkan diri di kursi. Wajahnya telungkup di meja, dengan ringisan kecil yang sesekali terdengar. Selain rasa sakit pada kepala, kini perutnya ikut terasa melilit.

Cello mengangkat wajah dan menatap tas kecil di atas meja. Tangannya meraih tas itu kemudian mencari sesuatu di dalamnya. Satu plastik berisi obat kini berada di tangannya. Ia mengeluarkan beberapa butir obat berbeda dan bersiap menelannya tanpa bantuan air. Namun, belum sempat hal itu ia lakukan, sebuah tangan tiba-tiba saja mencegahnya.

Cello menatap sayu pada sosok remaja yang tengah menatap dirinya dengan wajah datar. "Siapa?"

"Brian," jawab remaja itu. Brian mengambil alih obat di tangan Cello, kemudian ganti meletakkan sebungkus makanan di meja.

"Cello," panggil Samuel yang ikut memasuki kamar Cello. Remaja itu mendudukkan diri di samping sang empu kamar sambil tersenyum.

"Kata Budhe Rena, lo nggak bisa telat makan. Makan ini, yuk. Lo 'kan, belum makan dari tadi." Samuel membuka bungkusan di meja. Brian memberikan piring dan sendok yang baru saja diambilnya dari kitchen set.

"Makasih, Bri," ucap Samuel sambil menyiapkan makanan untuk Cello. Sementara Cello hanya mengamati dalam diam ketika Samuel meletakkan sepiring nasi goreng di depannya.

"Ayo, dimakan. Ini tadi Gema yang beliin. Dia minta maaf, nggak bisa nyapa dulu," ucap Samuel mempersilahkan. Cello tak merespon, ia hanya diam menatap remaja di depannya dengan lekat.

"Aku maag," ucapnya singkat.

"Oh? Berarti minum obat maag-nya dulu, ya? Mana obatnya?" tanya Samuel. Cello beralih menatap Brian yang masih menggenggam obat miliknya.

"Ini?" tanya Brian yang dibalas anggukan Cello. Samuel segera mengambil obat di tangan Brian, ia juga membukakan botol air mineral yang dibawanya.

Cello segera meminum obat yang disodorkan Samuel. Setelah menelan obatnya, Cello kembali menelungkupkan wajah di meja.

"Jangan gitu posisinya," ucap Samuel sambil membenarkan posisi duduk Cello menjadi bersandar pada kursi. Ia bisa melihat wajah tetangga kamarnya ini cukup pucat. Cello memejamkan mata sambil memijat pelipisnya yang masih terasa berdenyut.

Setelah beberapa saat, Cello kembali membuka matanya dan masih mendapati keberadaan kedua remaja tadi. Samuel mendorong piring ke depannya. Cello masih menatap ragu sebelum berucap dengan lirih, "makasih."

"Sama-sama. Jangan sungkan sama kita. Kalo lo butuh apa-apa, datang aja ke kita. Kita pasti usahain buat bantu, kok," ujar Samuel dengan senyum lebarnya.

Samuel dan Brian menunggu beberapa saat, tapi karena tak kunjung mendapati pergerakan dari Cello, keduanya pun saling pandang.

"Cel, kita balik kamar dulu, ya. Nanti jangan lupa shalat," pamit Samuel, seakan paham bahwa Cello ingin sendiri.

Cello mengangguk sambil berucap, "iya, makasih."

Samuel tersenyum kemudian segera meninggalkan kamar Cello. Sang empu kini menatap Brian yang masih duduk di depannya. Remaja itu terlihat mengulurkan tangan, kemudian mengambil sendok di piring Cello. Ia menyendok nasi goreng kemudian mengarahkannya ke mulut Cello.

"Gue tau badan lo gemetar. Jadi biar gue bantuin makannya," ucap Brian masih dengan wajah datarnya.

"Ng-nggak usah ... aku udah enakan, kok," tolak Cello sambil mengambil alih sendok di tangan Brian. Meski tubuhnya masih lumayan bergetar, tapi Cello tetap memaksakan diri untuk memegang sendok dengan benar.

MARCEL You're Not Alone|| Chenle ft NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang