*Marvel Dirgantara*

195 43 2
                                    

Happy reading
Jangan lupa vote sebelum baca

*
*
*
"Kamu inget sama Marcel nggak? Dia tadi ..."

Brian ingat betul kata-kata itu selalu terselip di saat dirinya tengah bertelepon dengan sang kakak. Marvel pasti akan menceritakan padanya tentang seorang bocah SD yang selalu berkunjung ke kosannya.

Brian bahkan sempat menaruh cemburu pada bocah SD yang bisa menghabiskan waktu bersama kakaknya di Bekasi. Sedangkan ia hanya bisa berkomunikasi lewat telepon.

"Tadi Marcel dateng lagi ke kantor. Matanya sembab banget. Dia minta sama kakak buat ikut pulang. Katanya dia mau belajar di kosan kakak aja. Pas kakak tanya kenapa nggak di rumah aja, kamu tau dia jawab apa?"

"Ya nggak, lah. Kan kakak juga belum cerita." Brian yang saat itu duduk di bangku SMP menjawab dengan ketus. Sejak sang kakak memilih mengajar di Bekasi dua tahun lalu, anak bernama Marcel itu sepertinya selalu ada bersamanya.

"Hehe, kamu cemburu, ya? Jangan cemburu sama Marcel, Dek. Kayaknya keluarga Marcel lagi nggak baik-baik aja. Dia tadi bilang kalau nggak bisa belajar di rumah, soalnya berisik. Marcel bilang orang tuanya sering berantem, jadi dia nggak bisa fokus belajar buat ujian. Kasihan, ya?"

Brian hanya membalas dengan gumaman. Terlalu dongkol dengan sang kakak yang terus menceritakan orang lain di saat bertelepon dengannya.

"Marcel sering ketiduran di sini. Dia kayaknya juga sering mimpi buruk. Kakak coba bisikin dia sesuatu, habis itu dia baru tenang. Kasihan kakak sama dia. Padahal bentar lagi ujian kelulusan, tapi kayaknya Marcel punya beban yang berat banget."

"Kak, jangan terlalu manjain dia. Kalo dia sampe ketergantungan sama kakak gimana? Kakak udah janji tahun depan bakal pulang 'kan? Lalu gimana sama dia kalau udah terlanjur bergantung sama kakak?" tanya Brian suatu hari.

Marvel saat itu hanya diam. Sepertinya ia juga memikirkan dampak dari perlakuannya pada Marcel selama dua tahun ini. Sejak memulai pekerjaan mengajarnya di sekolah itu, Marvel sudah dibuat kagum oleh kepintaran dan keaktifan salah satu anak muridnya.

"Nama aku Marcel, Pak guru. Hehe, namanya hampir sama kaya Pak Marvel, ya."

Kalimat itu lah yang menjadi pembuka dari setiap cerita Marvel tentang anak didiknya. Bocah kelas lima SD yang selalu membuat kakaknya tertawa, kagum, dan terhibur. Bocah dengan segala tingkah lucu serta sikapnya yang tak bisa diam. Marcel adalah bintang kecil yang selalu mengisi hari-hari Marvel selama menjadi guru di sekolah itu.

==°=°°==°=°°==°=°°=°==

Cello menatap Brian yang baru saja selesai bercerita. Gerakan mulutnya yang sedang mengunyah, semakin melambat seiring penjelasan terakhir yang kakak kelasnya itu berikan.

"Kak Marvel bukannya nggak mau pamit sama lo, Cel. Tapi waktu itu lo nggak ada di rumah. Sedangkan Kak Marvel harus cepet-cepet pulang. Lo tau? Dia di rumah masih sering cerita soal elo. Gue yang adik sendiri aja kadang sampe enek denger cerita dia terus," jelas Brian sambil mengaduk soto di tangannya.

Cello menunduk, menatap jemarinya yang tengah memainkan selimut. "Maaf, aku nggak bermaksud buat rebut perhatian Kak Marvel dari Abang."

Brian menoleh ke arah Cello dengan senyum tipisnya. Ia mengusap rambut Cello dengan lembut sambil berucap, "nggak papa. Gue sekarang tau kenapa Kak Marvel betah banget ngomongin soal anak didiknya ini. Lo emang menarik, Cel. Tapi, jujur lo beda dari Marcel yang gue denger selama ini."

Brian bisa melihat kedua tangan Cello meremat selimut dengan erat. "Marcel yang Kak Marvel ceritain itu sering senyum, cerewet, nggak bisa diem. Tapi Cello yang gue liat sekarang beda. Lo kenapa, Cel? Senyum lo ke mana?"

MARCEL You're Not Alone|| Chenle ft NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang