prolog

2.1K 137 8
                                    

Sial. Apa pula ini?

Faza mengerjap beberapa kali. Kedua netra yang memiliki warna iris berbeda menatap langit-langit kamar yang putih bersih. Seumur hidup, Faza tidak pernah sakit yang benar-benar parah, apalagi masuk rumah sakit.

Makanya itu, ketika dokter memberitahunya untuk rawat inap, Faza tidak serta-merta menyetujui. Ia lebih memilih untuk pulang-bukan ke rumah, tapi ke studio-dan beristirahat. Karena pada dasarnya, ia hanya kelelahan setelah berminggu-minggu menghabiskan hari untuk latihan ... bukan?

Ah, diagnosis sialan!

Faza melirik ke kanan. Ia pikir, dirinya akan bermalam di rumah sakit sendirian. Bed kosong yang agak berantakan dan beberapa barang terletak di atas meja, lantas membuat Faza berpikir kalau ada orang lain yang menempatinya.

Yah, setidaknya, Faza tidak perlu takut dengan cerita horor yang tersebar di Rumah Sakit Amartya.

Lalu, ketika pintu terbuka, kepala Faza tertoleh. Posisinya yang setengah duduk membuatnya dapat melihat siapa yang masuk ke dalam. Kedua kelopak matanya kemudian melebar kaget. Respon yang berbeda ditunjukkan oleh pasien yang barusan didorong masuk menggunakan kursi roda.

Sial, sial, sial, batin Faza bersuara.

Kenapa pula ia harus satu ruangan dengan teman sekelasnya?! 

Di Penghujung Senja TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang