"Saat ini Bapak Caine dinyatakan koma dan akan kami tempatkan di ruang ICU untuk pemantauan secara intensif, apakah masih ada air laut yang tersisa di saluran pernapasannya."
Jder!
Bagaikan petir di siang bolong, kata-kata dokter tersebut menusuk ulu hati Rion dan yang lainnya.
"... Lalu, untuk patah kakinya bagaimana? Apakah kedepannya Bapak Caine bisa kembali seperti semula?," tanya Mako dengan suara rendah,
Dokter tersebut menimang-nimang jawaban yang akan ia berikan," untuk patah kaki Bapak Caine kemungkinan bisa sembuh dan kembali seperti semula. Tapi itu juga tergantung pada Bapak Caine sendiri, apakah beliau tidak bandel dan mau cukup beristirahat."
"Um, berarti kita udah boleh jenguk sekarang?," tanya Jaki mewakilkan Krow untuk bertanya,
"Sayangnya masih belum, coba untuk datang besok. Karena sekarang kami akan memantau secara ketat kondisi Bapak Caine." Ucapan dokter tersebut membuat wajah suram Rion dan yang lainnya semakin suram.
Pada akhirnya Rion dan yang lain memutuskan untuk pulang ke rumah. Masalah masih belum selesai dan mereka ingin menginterogasi tersangka sekaligus korban yang tersisa.
Brak!
"Echi! Mana lo?!."
Suara Rion memenuhi halaman rumah. Dapat dipastikan bahwa amarah yang tadinya reda kini memuncak kembali.
"Yon tenang yon ...."
"Bapak jangan kebawa emosi gini, Pak ...."
"Papi tenang ... Jangan lupa kalo sekarang Echi juga termasuk korban. Dia juga pasti sekarang udah nyesel banget."
Mako, Key, dan Funin mencoba menenangkan amarah Rion. Mana bisa mereka membiarkan Rion yang sedang dikuasai amarah mendekati Echi.
"Echi, sini lo!." Rion tiba di ruang kumpul dengan tatapan tajam.
Di ruang kumpul saat ini ada Echi, Mia yang sudah bangun dari tidurnya, Elya, dan Istmo. Elya dan Mia memeluk Echi, mereka khawatir Rion akan memukul Echi.
"Papi udah! Kak Echi udah nyesel banget sekarang!," ucap Mia,
"Mia diem. Gua mau ngomong sama Echi. Sini lo ke depan gue." Rion menatap datar Echi yang masih menangis.
Elya memeluk Echi dengan erat," nggak Chi, lo gausah ikutin Rion."
"Iya Kak Echi. Kakak jangan deketin Papi dulu sekarang," timpal Mia ikut mengeratkan pelukannya.
"Echi, gua lagi ga main-main sekarang. Gua hitung sampe 3, kalo lo ga kesini-lo yang gua seret sampe sini."
"Satu."
"Papi apa-apaan sih?! Ngapain sampe kayak gitu ke Kak Echi?! Kebiasaan jelek Papi kumat ya! Mainnya kasar kalo udah marah!," hardik Mia sembari menatap tajam kearah Rion.
"Dua."
Echi mencoba melepaskan pelukan Mia dan Elya. "Gapapa El, Mia, kali ini kesalahan gue besar kok. Wajar kalo gue kena hukuman," ucapnya sembari tersenyum kecil.
"Tapi ga di waktu Rion lagi emosi kayak gini! Dia lagi ga bisa mikir mana yang bener mana yang salah itu!," balas Elya yang masih setia menahan tangan Echi.
"Chi, kalo hitungan ke-3 lo ga ke depan gue, gue ga bakal izinin lo deket ke Caine lagi. Itu keputusan gue sekarang." Rion bersiap untuk hitungan ketiganya.
Echi melepaskan pelukan Mia dan Elya dengan sekuat tenaga. Ia berjalan perlahan menuju tempat Rion berada. Tidak, ia tidak mau dijauhkan dari Caine. Anggota-anggota yang lain boleh menjauhi dirinya, tapi jangan Caine. Hanya bersama Caine Echi bisa bercerita sesuka hatinya dan menunjukkan perasaan lemahnya.
"Kak Echi ...."
"Chi ...."
Rion mengangkat alisnya," lo giliran diancem pake Caine baru mau nurut ya?."
"Papi kalo mau mukul gua gapapa, tapi jangan jauhin gua dari mami."
Rion mengepalkan tangannya, amarah karena Caine dinyatakan koma semakin membuncah saat Echi berdiri di depannya.
Buagh!
"Bapak!."
"Papi!!."
"Yon!!."
Satu pukulan mendarat tepat di pipi kiri Echi. Namun Echi tidak bergeming, karena Caine saat ini pasti sedang merasakan yang lebih sakit daripada dirinya.
"Bapak apa-apaan?! Udah dibilang jangan emosi kan!." Key berdiri di depan Echi, berusaha untuk melindungi agar tidak dipukul lagi.
"Diem. Rasa sakit Caine lebih besar daripada pukulan gua ke Echi. Masih untung gua cuma mukul sekali ye."
Mata Echi membulat saat mendengar ucapan Rion," ... Mami kenapa?," tanyanya dengan perasaan khawatir.
"Lo biangnya masa ga tau?," sindir Rion.
Echi menekuk lututnya dan duduk bersimpuh sembari menundukkan kepala. "Tolong, tolong kasih tau keadaan mami. Gue tau banget gue salah besar kali ini, dan sekarang gue bener-bener nyesel karena udah ga dengerin nasehat kalian. Gue minta maaf, tolong kasih tau keadaan mami sekarang. Gue khawatir banget ... Sama mami."
"Echi ...." Key mensejajarkan tubuhnya dengan Echi yang masih duduk bersimpuh. Ia memeluk Echi yang sudah menangis. Ia paham perasaan takut Echi, karena saat ini ia juga sedang merasakannya.
"Yon, udah tenang. Lo liat sendiri Echi, dia udah nyesel banget sekarang," ucap Mako mencoba menenangkan Rion.
Krow mengangguk membenarkan ucapan Mako," iya yon, daripada emosi kayak gini mending kita sampein kabar dari rumah sakit ke mereka. Gimanapun mereka juga berhak tau, apalagi Echi."
"Papi, you going to make Caine sad ... You hit her ...." Garin berdiri di samping Key untuk melindungi Echi.
"...."
Rion menghela nafas kasar dan mengacak-acak rambutnya," kontol!."
"Ayoklah, semuanya kumpul dulu buat bahas kondisi Caine," ucap Rion yang amarahnya tampak sudah stabil.
Key tersenyum dan memegang bahu Echi," yok bangun, kita kumpul dulu."
"Sini bangun, gitu doang mewek lo. Cemen amat," cibir Rion sembari menyodorkan tangannya.
Melihat Rion yang amarahnya sudah reda membuat Echi kembali menangis. Namun kali ini ada senyum di bibirnya. "Bacot lo tua. Lo ngancemnya pake mami ya wajar gua nangis," ucapnya sembari menerima sodoran tangan Rion.
Melihat Rion dan Echi yang sudah berbaikan membuat hati orang-orang di sekitar kembali tentram.
-Tuberkulosis-
Alooo, aku up lagi:3
Happy reading guys~
Sabtu, 22 Juni 2024
Ame
KAMU SEDANG MEMBACA
TOKYO NOIR FAMILIA : Who's the Winner?
Fanfiction⚠Cerita ini mengandung : •Bahasa kasar, umpatan, makian, dan sejenisnya •Adegan kekerasan •𝘔𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 akan ada sedikit bumbu-bumbu bxb maupun gxg •Cerita tidak 100% sama dengan alur GTA 𝐇𝐚𝐫𝐚𝐩 𝐛𝐢𝐣𝐚𝐤 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐚𝐜𝐚. ✦𝑺𝒊𝒏𝒐�...