Bab 1

4 0 0
                                    

"DIRIMU BAGAIKAN OMBAK YANG MENGALIR, TAK BISA KUHALANGI UNTUK TERUS BERGERAK MAJU"

.
.

2019

"Kita putus aja ya" tiba-tiba meluncur dari bibir Alinka, mengguncang Ethan yang duduk di hadapannya. Ekspresi terkejut tergambar jelas di wajah Ethan saat dia meminta penjelasan atas keputusan yang mengejutkan itu.

"Please tell me why?"

Alinka, dengan ekspresi cemas, menggigit bibirnya dengan canggung.

"Maaf Ethan, sebenarnya aku bingung dengan perasaan ku, aku-aku.."

Alinka berujar dengan terbata-bata dia meminta maaf kepada Ethan, menyadari bahwa kejujurannya telah menimbulkan rasa sakit.

"Maaf Ethan, sejak awal aku menganggap kamu sebagai sahabat ku, teman baik, tapi tak pernah terlintas untuk menjadikan mu sebagai kekasih, maaf mengecewakan mu, tapi aku ragu dengan hati ku sendiri" ungkap Alinka, "Aku belum memiliki perasaan yang sama sepertimu" lanjut nya.

Dengan ragu, Alinka mengungkapkan kebingungannya akan perasaannya sendiri, mengakui bahwa dia belum merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan Ethan. Dia merasa bersalah karena merasa telah menipu Ethan dengan ketidakjujurannya.

Ethan, dengan ekspresi campur aduk, mencoba memahami maksud di balik kata-kata Alinka yang mengejutkan itu.

"Lalu kenapa kamu mau menerimaku ku dulu?"

Dengan nada penuh tanya, dia bertanya apa yang sebenarnya terjadi.

"Aku pernah dengar sesuatu, bahwa rasa cinta akan datang karena terbiasa, maka dari itu aku mau mencobanya untuk kamu"

"Tapi ternyata aku ngga bisa, aku nyaman sama kamu karena kamu teman ku"

Alinka kemudian menjelaskan dengan ragu bahwa sejak awal, dia hanya melihat hubungan mereka sebagai persahabatan, bahwa kenyamanan yang dia rasakan hanyalah karena itu, bukan karena adanya perasaan cinta yang lebih dalam.

Dalam keheningan yang tercipta setelah pengakuan tersebut, keduanya saling menatap, mungkin dengan perasaan campur aduk. Kejujuran yang terlontar telah membuka luka yang dalam, dan saat ini keduanya harus menemukan cara untuk menjalani kehidupan mereka tanpa kehadiran yang selama ini mereka anggap penting.

"Tapi kita masih bisa kok berteman kayak biasanya"

Setelah momen yang penuh emosi, Alinka mencoba meredakan ketegangan dengan mengusulkan untuk tetap berteman dengan Ethan.

Namun, senyum getir yang terukir di wajah Ethan mengisyaratkan bahwa baginya sulit untuk menjalani hubungan persahabatan setelah memiliki perasaan yang lebih dalam terhadap Alinka.

"Nggak mudah berteman dengan orang yang kita cintai, Lin"

Ethan dengan tegas menyampaikan bahwa sulit untuk menjalani hubungan persahabatan dengan seseorang yang dicintainya. Ungkapan itu membuat Alinka terdiam, terjebak dalam kebimbangan dan konflik batin.

"Selama ini kamu belum punya rasa dengan ku?"

Pertanyaan itu membuat Alinka tercekat, karena dia sadar bahwa keputusan yang diambilnya pada saat itu mungkin telah menimbulkan kebingungan dan rasa sakit pada Ethan.

"Maaf Ethan, aku sungguh tidak bermaksud menyakiti kamu"

Alinka kemudian melanjutkan dengan permohonan maaf, mencoba mengekspresikan penyesalannya atas kebingungannya dan dampak yang ditimbulkannya pada Ethan.

Suasana yang tercipta antara Alinka dan Ethan penuh dengan keraguan dan ketidakpastian, namun di balik itu mungkin terdapat harapan untuk memperbaiki hubungan mereka, entah sebagai teman atau mungkin lebih dari itu.

"Baiklah, aku terima keputusan mu" jawab Ethan, "Berjanjilah untuk bahagia selalu, Alinka"

Dengan langkah yang perlahan, Ethan meninggalkan Alinka sendirian di tempat itu.

Alinka hanya bisa menatap sendu punggung Ethan yang semakin menjauh, meninggalkan kekosongan dan kehampaan di hatinya.

Suasana yang tercipta begitu hening, hanya terdengar langkah kaki Ethan yang perlahan memudar seiring dengan jarak yang memisahkan mereka.

Alinka terdiam, merenungkan segala yang telah terjadi, penuh dengan penyesalan dan kegalauan atas keputusan yang telah diambil.

Dalam keheningan yang menyelimuti mereka, Alinka merasakan kekosongan yang mendalam.

Punggung Ethan yang semakin menjauh menjadi simbol dari perpisahan yang tak terelakkan. Dengan hati yang berat, Alinka menyadari bahwa kini mereka harus berjalan pada jalur yang berbeda, meninggalkan jejak-jejak kenangan yang kini hanya menjadi bayang-bayang di masa lalu.

-

Di dalam kamar yang sunyi, Ethan terdiam di atas kasurnya, membiarkan kenangan tentang Alinka mengalir begitu dalam dalam pikirannya.

Salah satu kenangan yang paling terekam jelas adalah saat Alinka begitu bahagia ketika namanya diukir oleh Ethan di sebuah papan kayu berbentuk love.

Ethan, yang memiliki bakat seni yang luar biasa, memang seorang ahli dalam dunia seni. Hobi melukisnya telah membantunya mengasah bakat seni yang semakin berkembang seiring waktu.

Setiap goresan kuasnya menjadi ungkapan dari perasaan dan emosi yang terpendam, menciptakan karya-karya yang memukau.

Kenangan tentang saat Alinka begitu berseri-seri saat melihat namanya diukir dengan indah oleh Ethan menjadi salah satu momen yang tak terlupakan baginya.

Senyum Alinka, kebahagiaannya yang tulus, dan kehangatan di antara mereka saat itu terpatri dalam ingatan Ethan, menghadirkan rasa hangat di tengah kesendirian yang ia rasakan saat ini.

Ethan tiba-tiba merasakan pusing yang melanda kepalanya. Sensasi yang tidak menyenangkan itu membuatnya sedikit terkejut dan tidak nyaman. Diam-diam, Ethan mencoba menahan rasa pusing yang semakin mengganggu pikirannya.

Pandangannya sedikit kabur, dan suara di sekitarnya terasa samar. Ethan merasa seperti dunia berputar sedikit lebih cepat dari biasanya, dan rasa pusing itu semakin membingungkannya. Dengan perlahan, Ethan mencoba mengatur napasnya agar tetap tenang, berharap agar rasa pusing itu segera mereda.

Di tengah keadaan yang penuh dengan ketidaknyamanan tersebut, Ethan berusaha untuk tetap fokus dan mengatasi pusing yang mengganggu konsentrasinya. Ia berusaha untuk menenangkan diri dan mencari cara untuk meredakan rasa pusing yang melanda kepalanya.

Dalam keadaan pusing yang semakin parah, pandangan Ethan mulai gelap dan ia merasa kehilangan kendali atas tubuhnya.

Sensasi gelap yang menyelimuti penglihatannya membuatnya merasa semakin lemah, dan akhirnya, Ethan kehilangan kesadaran.

Tubuhnya ambruk ke kasur dengan lemah, tak mampu lagi menahan efek dari rasa pusing yang melumpuhkan.

Suara di sekitarnya menjadi samar, dan dunia di sekelilingnya seolah-olah tenggelam dalam kegelapan.

Ethan terdampar dalam keadaan tak sadarkan diri, tanpa bisa menggerakkan tubuhnya atau menyadari apa pun yang terjadi di sekelilingnya.

Keadaan yang tiba-tiba ini meninggalkan kekhawatiran dan ketakutan bagi siapa pun yang mungkin mengetahui kondisinya.

Semoga Ethan segera mendapatkan pertolongan dan pemulihan yang cepat dari keadaan yang mengkhawatirkan ini.

Dengan terkejut dan khawatir, sang ibu, yang tak lain adalah mama Ethan, menemukan anaknya tergeletak pingsan di kamar.

Ekspresi kekhawatiran terpancar jelas dari wajahnya saat ia mencoba memahami apa yang terjadi pada Ethan.

"Ya ampun, Ethan," serunya dengan nada khawatir sambil meraih tangan Ethan yang terkulai lemah.

the art of letting goTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang