5.

621 90 10
                                    

Kantornya mengadakan acara makan malam bersama di hari terakhir bekerja pada minggu itu. Sebenarnya dia malas untuk datang, namun karena sudah terlanjur berjanji dengan atasannya, maka dia terpaksa pergi. Lagipula, jika dia tidak datang dan berakhir menghabiskan waktu di rumah, maka dia hanya akan terus memikirkan Sasuke.

Akhir-akhir ini dia jadi lebih banyak merenung. Pikirannya dipenuhi oleh banyak hal. Terutama soal Sasuke dan perubahan sikapnya yang mendadak. Beruntung kini Naruto tidak lagi menunjukkan diri di hadapannya semenjak kali terakhir mereka bertemu dua minggu lalu.

Hubungannya dengan Sasuke juga berjalan ke arah yang tidak pernah dia duga. Mereka bertemu tiap hari di apartemen. Hanya berpapasan, tapi setidaknya mereka sudah bisa saling menyapa dan tersenyum meski ucapan Sasuke malam itu masih menimbulkan tanda tanya besar di kepalanya. Itulah alasan utama mengapa dia jadi sering merenung sekarang.

Kemarin Hinata bertanya kenapa, dan dia menceritakan semuanya. Hinata berkata hanya tunggu waktu hingga Sakura juga bisa memahi perasaannya sendiri dan menyadari sesuatu yang selama ini tidak bisa dia akui.

Masalahnya, Sakura benar-benar tidak mengerti. Terutama soal perasaan Sasuke. Dan ini membuatnya ditertawakan oleh Hinata.

"Ayo siap-siap! Yang lain sudah akan berangkat." Hinata mengejutkannya saat dia sibuk memainkan pulpennya di tangan.

"Oh..." Sakura tersentak. Dia cepat memasukkan pulpennya ke dalam tas dengan sedikit terburu-buru.

Mereka berjalan bersama di belakang karyawan yang lain. Keduanya memutuskan untuk ikut lift selanjutnya karena merasa tidak nyaman berdesak-desakkan di dalam benda persegi itu.

"Kau masih memikirkannya?" Tanya Hinata yang disambut oleh gumaman tak jelas Sakura sebagai jawaban.

"Kalau begitu bicara padanya."

Sakura menatap sang sahabat dengan mata melotot. Bicara dengan Sasuke tentu adalah pilihan terakhir. Hubungan mereka tidak berawal dan berakhir baik. Banyak hal terjadi selama mereka menjadi suami istri. Terutama ingatan mengerikan saat dia memergoki beberapa wanita yang keluar masuk rumah mereka -kamar Sasuke tepatnya- beberapa kali.

Katakan padanya bagaimana dia harus mempercayai laki-laki itu dengan mudah?

"Mungkin aku harus menunggu sesuatu terjadi lagi agar kami bisa bicara dengan baik." Jawab Sakura yang dia tujukan sebagai candaan namun tentu itu bukan candaan yang lucu karena bahkan dirinya tidak tertawa. Apalagi Hinata.

"Kau berharap hampir jadi korban kecelakaan lalu lintas lagi, atau berharap diselamatkan oleh Sasuke lagi?"

Pertanyaan Hinata tidak sempat Sakura jawab karena lift mereka lebih dulu datang dan membuyarkan obrolan mereka sore hari itu.

***

Ternyata perasaannya benar. Dia tidak nyaman berada di pesta kantornya ini. Seperti yang sudah seringkali terjadi.

"Aku ke toilet dulu." Pamitnya pada Hinata yang tampak sudah menegak kembali gelas birnya untuk yang keempat kali. Pulang nanti, dia pasti harus bersusah-payah membopong wanita itu.

Dia sedang membasuh muka di wastafel saat seorang wanita hamil keluar dari salah satu bilik toilet. Wanita itu dan dirinya saling tersenyum pada satu sama lain. Sebuah bentuk sopan santun dan sedikit basa-basi yang kerap kali dilakukan orang-orang. Seperti sudah menjadi kebiasaan.

"Susah sekali berjalan dengan perut besar ini." Kata wanita itu.

Sakura tersenyum. "Sudah berapa bulan?"

The Last GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang