Anggap saja langit sedang berkarat
Dirinya lebur bagai puspa yang hangus menjadi abu
Sebab Ia terus menangis tersedu-seduBarulah hujan ini berhenti
Jikalau nanti langit tak lagi merindukan bumi
Sampai masa itu tiba, dengarkanlah kesedihannya'Tak apa-apa', ucapmu sembari menyuruhku pergi
Engkau menghilang dalam dera gerimis berkabut
Tak pula Engkau tinggalkan bayangmu dalam bulir embun pagiDengan alasan Engkau tak ingin sepi dan duka yang Engkau rasakan
Meluruh menjadi angin badai yang menyakiti dunia
Engkau tak ingin aku turut menyanggah kesedihanmuMeski begitu, aku ingin bersamamu
Dirimulah yang mengajarkan bahwa langit sekalipun butuh sandaran
Lantas bagaimana Engkau yang hanya seorang manusia ingin tegar sendirian?'Tak apa-apa', ucapku sembari menyeka tangismu
Aku akan menemanimu dalam gelapnya kubangan mendung
Bagikanlah sedihmu denganku, seperti langit membaginya dengan bumi
KAMU SEDANG MEMBACA
Monokrom
Poetry"Monokrom, mungkin kata yang tepat untuk dunia, untuk kita." "Tapi aku janji! Dunia akan berwarna mulai esok hari!" Apa yang menyesakkan kalbu, belum pasti terjamah. Apa yang terucap menyakiti lisan, belum pasti terlihat. Konsep kata dunia kita sang...